Shalat Celaka, Tidak Shalat Neraka (?) - Diari Ilmu #15
Ternyata, orang yang biasa menjalankan ibadah
shalat tidak semuanya mendapat hasil sesuai harpan. Di dalam al-Quran
dijelaskan ada orang yang sudah cape-cape menjalankan shalat tetapi ia divonis
celaka oleh Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
فَوَيْلٌ
لِلْمُصَلِّينَ. الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ. الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ. وَيَمْنَعُونَ
الْمَاعُونَ
“Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang
berguna.” (QS. Al-Ma’un [107]: 4-6)
Duh,
sudah shalat kok divonis celaka. Mending nggak shalat gitu ya? Nah, ini pikiran
yang sangat keliru. Yang shalat saja celaka, apalagi yang tidak shalat. Yang shalat
saja celaka, berarti ada perintah tersirat untuk membenarkan ibadah shalat kita
agar tidak sia-sia dan berbuah celaka. Ini fokus pikirannya.
Mengenai
orang yang tidak shalat, sudah klir ya urusannya. Ia sudah dipastikan
celaka dan bagiannya adalah neraka. Sesuai dengan apa yang Allah jelaskan:
مَا سَلَكَكُمْ
فِي سَقَرَ. قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ
“Apakah
yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? Mereka menjawab, ‘Kami dahulu
tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat….’” (QS. Al-Mudatsir [74]:
42-43).
Berdasar
pada ayat tersebut, yang masuk neraka Saqar adalah yang tidak mengerjakan
shalat. Pertanyaannya adalah, siapa yang diwajibkan shalat? Bukan orang kafir
kan? Ya, yang Allah wajibkan shalat adalah umat Rasulullah, umat Islam. Maksudnya?
Sederhana benang merahnya bahwa diantara umat Islam ternyata ada yang tidak
mengerjakan shalat yang bukan dikecualikan syariat alias sengaja tidak mau
shalat.
Kembali ke topik utama. Siapa mereka yang
divonis celaka padahal sudah mengerjakan shalat?
Mari kita telaah….
1. Lalai Dari Shalat
Orang yang celaka padahal sudah shalat adalah
yang lalai dari shalatnya (lihat QS. Al-Ma’un [107]: 4). Para ulama bersyukur
kepada Allah. Untung ayat ini mengunakan huruf jar ‘an (عن) tidak menggunakan fi (فى). Bedanya, ‘an artinya dari, fi
artinya di dalam. ‘An shalatihim, lalai dari shalatnya. Fi shalatihim,
lalai di dalam shalatnya.
Letak perbedaannya, lalai di dalam shalatnya
ini lebih kepada kekshusyuan. Artinya, lalai di dalam shalat ialaha ia yang
tidak bisa khusyu. Karena, lalai terhadap kaifiyat teknis ketika shalat
dilaksanakan sebagaimana dijelaskan Ibnul Qayim, ia tetap celaka.
Untungnya menggunakan ‘an (dari). Jadi,
orang yang sudah benar teknis shalatnya, kemudian ia sulit khusyus tidak
termasuk orang yang dipandang celaka.
Lalu, apa makna yang terkandung dalam ayat
tersebut?
Pertama, terkait dengan teknis pelaksanaan
shalat. Ini yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Qayyim dalam Kitabnya al-Wablush
Shayyib minal Kalimith Thayyib. Lengkapnya silahkan kesini: … Ringkasnya adalah
orang yang tidak benar wudhunya, shalat tidak pada waktunya tanpa udzur, tidak
menjaga batasan dan rukun-rukun shalat. Artinya, orang ini menyepelekan syariat
shalat.
Kedua, terkait value atau nilai shalat
di luar pelaksanaan shalat. Maksudnya adalah yang celaka itu yang
mengerjakan shalat dengan benar mulai dari wudhunya hingga kaifiyatnya bahkan
kekhusyuannya. Tetapi di luar shalat ia tidak “shalat”. Pulang dari masjid
tidak ada bekas-bekas kebaikan (tidak mabrur). Akhlaknya tidak baik pada
sesama.
Inilah yang dalam sebuah hadits disebut oleh
Nabi sebagai orang yang muflis (bangkrut): orang yang banyak pahala
shalat, zakat, shaum, dan lain-lain, tetapi pernah menghina, menuduh,
merendahkan, memakan harta orang dengan batil, mengocorkan darah seseorang,
memukul seseorang, dan lain-lain. Dalam hadits tersebut ending orang ini
malah dilemparkan kedalam neraka. Na’udzu billah…
2. Riya
Selanjutnya, orang yang shalat kemudian
divonis celaka adalah ia yang mengerjakan shalatnya dengan riya, ingin mendapat
perhatian manusia bukan perhatian Allah SWT. Salah satu dampak riya adalah
menggugurkan pahala yang sudah didapat. Allah SWT berfirman:
يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰى ۙ
كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ
وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ۗ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ
فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلْدًا ۗ لَا يَقْدِرُوْنَ عَلٰى شَيْءٍ مِّمَّا
كَسَبُوْا ۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah
kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan
penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada
manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya
(orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu
ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak
memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” (QS. al-Baqarah: 264).
Konteks ayatnya tentang infak, tetapi bisa
kita simpulkan secara global, amal apapun jika riya, maka yang beramal tidak mendapatkan
apapun kecuali kerugian dunia dan akhirat. Dan, sebagaimana surat al-Ma’un ayat
5, orang yang shalat kemudian celaka adalah yang riya.
3. Enggan Berbagi Dengan Barang Berharga
Yang terakhir dalam surat al-Ma’un ayat 6
bahwa orang yang shalat kemudian divonis celaka adalah ia yang suka shalat
tetapi bakhil. Kebakhilan ini muncul karena kecintaan terhadap dunia yang
berlebih. Ia lebih cinta hartanya ketimbang patuh terhadap perintah Allah untuk
berbagi. Pantas saja, orang bakhil ini mendapatkan murka Allah SWT.
Maka, shalat dan sikap dermawan harus
beriringan berada di dalam diri seorang mukmin. Kedunya tidak boleh dipisahkan.
Karena, salah satunya hilang, hilanglah kesempurnaan islam dan imannya.
Allahul musta’an,
wallahu a’lam
Sabtu, 16 Ramadhan 1441 H/9 Mei 2020 M
Video Kajiannya bisa dilihat di sini: AbienaYuri
Komentar
Posting Komentar
Sharing Yuk...!