Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2019

Besar Mana Belanja Untuk Dunia dan Belanja Untuk Akhirat?

Gambar
Saat kita mendengar kata harta, maka asumsi orang biasanya tertuju pada orang-orang kaya. Padahal sejatinya apapun yang saat ini dimiliki itu adalah harta. Karena, definisi harta tidak terikat dengan kuantitas kepemilikannya. Sandal jepit yang saat ini kita miliki adalah harta. Pakaian yang saat ini kita pakai adalah harta. Alat-alat rumah tangga yang saat ini ada di rumah kita itu semuanya harta: bagus tidak bagus, banyak sedikit, baru atau lama. Uang yang kita miliki saat ini adalah harta. Apa poinnya? Harta kita yang sekarang ada di tangan kita sudahkah menjadi alat/kendaraan surga? Pertanyaan ini bukan pertanyaan yang harus dijawab. Tetapi, ditafakuri dalam rangka muhasabah diri. Selanjutnya ada   pertanyaan kedua. Selama kita belanja, besar mana belanja untuk dunia dan belanja untuk akhirat? Inipun tidak perlu dijawab lisan. Hanya untuk bahan tafakur dalam rangka muhasabah diri. Kenapa hal ini diangkat? Pertama, kita harus sadar bahwa dunia ini bukan milik

The Power of Tega Mendidik Anak Untuk Shalat

Gambar
Mendidik Shalat Orang tua yang visioner menginginkan anaknya tidak hanya sukses di dunia, di akhirat pun ingin meraih kemenangan (masuk surga). Tidak ada yang tega anaknya disiksa di dalam neraka. Cita-cita utama semua keluarga muslim masuk surga sekeluarga. Maka, tugas utama orang tua muslim ya menanamkan nilai-nilai agama dan melakukan proses ta`dib. Dan, proses ta`dib ini tidak cukup hanya dengan mulut tetapi sangat efektif dengan teladan. Salah satu proses ta`dib yang secara sharih dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ta`dib shalat. Bagaimana orang tua mengkondisikan agar anaknya menjaga shalat: menjaga wudhunya, menjaga waktunya, menjaga jama’ahnhya dan menjaga tepat shalatnya. Dalam arti lain, dalam perkara shalat orang tua wajib mendidik bagaimana wudhu yang benar, men-ta`dib agar anak shalatnya di awal waktu, berjamaah dan dilakukan di masjid. Dan, kembali ke kosep tadi bahwa ta`dib tidak boleh hanya dengan lisan (perintah, larangan) tetapi

Dha’if: Abdurrahman bin ‘Auf Masuk Surga Dengan Merangkak

Gambar
Benarkah Abdurrahman bin ‘Auf masuk surga dengan merangkak? Pasalnya, hisab harta yang dimilikinya cukup berat dan melelahkan. Sebelum menelusuri pernyataan tersebut, secara dhahir silahkan rekan-rekan tafakuri. Bisakah sekelas sahabat masuk surga begitu payahnya padahal sahabat tersebut termasuk ke dalam 10 sahabat yang dijamin masuk surga? Pernyataan tersebut adalah matan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam Al-Musnad dan Ath-Thabrani di dalam al-Mu’jamul Kabir dari jalan ‘Imarah bin Zadzan dari Tsabit Al-Bunani, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu . Berikut nukilan matannya: Pada suatu hari, saat kota Madinah sunyi senyap, debu yang sangat tebal mulai mendekat dari berbagai penjuru kota hingga nyaris menutupi ufuk. Debu kekuning-kuningan itu mulai mendekati pintu-pintu kota Madinah. Orang-orang menyangka itu badai, tetapi setelah itu mereka tahu bahwa itu adalah kafilah dagang yang sangat besar. Jumlahnya 700 unta penuh muatan yang memadati jalanan Mad

Harta Kendaraan Surga atau Neraka?

Gambar
Banyak cara yang Nabi ajarkan agar kita bisa masuk surga, dari hal-hal yang dianggap kecil sampai hal-hal yang dipandang besar. Salah satu “media” atau alat masuk surga adalah harta. Namun, asumsi orang biasanya ketika mendengar kata harta pikiran tertuju pada kata kaya. Harta berarti kaya. Ini perlu diluruskan. Karena pada faktanya apa yang dimiliki seseorang adalah harta. Kita punya sepeda, meski kondisinya “keor”, ya itu adalah harta. Kita punya pakaian, meski kondisinya sudah tidak baik, ya itu adalah harta. Poinnya, harta adalah apa yang saat ini kita milik. Tidak terkait dengan kuantitas. Nah, harta yang saat ini kita miliki bisakah menjadi kendaraan surga atau malah sebaliknya menjadi kendaraan neraka? Menjawab pertanyaan ini, kita merujuk pada hadits masyhur berikut: كُلُّ  أُمَّتِي  يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ  إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ  الْجَنَّةَ  وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى “Seluruh umatku a

Majelis Youtube v.s. Majelis Ilmu (?)

Gambar
Di era digital ini akses-akses informasi sangat mudah didapat. Untuk mencari sesuatu orang dengan sangat mudah tinggal search di mesin pencari dan eng ing eng… banyak link yang dihidangkan oleh mesin tersebut. Tinggal klik, dapatlah apa yang sedang dicari. Termasuk dalam hal ini adalah akses mengenai ilmu agama. Untuk mendapatkan suatu hukum dalam agama baik terkait perkara ushul maupun furu’, tidak sedikit orang bertanya kepada “Ustadz Google”. Dan, dalam hitungan detik (jika arus internetnya cepat), “Sang Ustadz” memberikan jawaban beragam. Seketika itu juga orang kemudian mendapatkan materi yang dimaksud. Salah satu yang sangat digandrungi adalah media digital bernama Youtube. Di dalamnya sangat banyak ceramah-dakwah para ustadz diupload. Mulai dari yang full durasinya sampai ada video yang dipotong-potong sesuai dengan poin yang akan didakwahkan si pengupload. Alhasil, tidak sedikit orang terinspirasi untuk hijrah melalui dakwah yang ditampilkan di Youtube ini.