6 Sebab Rezeki Melimpah Barakah

 

Setiap orang pasti butuh rezeki. Ada yang mengejarnya dengan kerja keras siang-malam, ada juga yang merasa rezekinya seret meski sudah berusaha. Padahal, kalau kita buka Al-Qur’an, ada banyak ayat yang menjelaskan bahwa rezeki itu bukan hanya hasil usaha manusia, tapi murni pemberian Allah .

Yang menarik, Allah juga memberitahu kita sebab-sebab apa saja yang bisa membuka pintu rezeki. Jadi, bukan sekadar teori, tapi langsung dari sumber yang paling sahih. Dan rezeki di sini bukan cuma uang, ya. Bisa berupa kesehatan, keluarga yang harmonis, waktu yang berkah, sampai hati yang tenang.

Dalam tulisan ini, kita akan membahas 6 sebab rezeki dalam Al-Qur’an, yaitu:

1.     Bersyukur

2.     Usaha (Ikhtiar)

3.     Takwa

4.     Silaturahmi

5.     Istighfar dan Taubat

6.     Menafkahkan harta di jalan Allah

Semoga dengan memahami enam hal ini, kita jadi lebih semangat memperbaiki diri, lebih tenang dalam berusaha, dan makin yakin bahwa Allah sudah menjamin rezeki untuk setiap hamba-Nya.

 


 

1. Rezeki karena Bersyukur

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7).

 

Pengertian & Hakikat Syukur

Menurut sumber Rumaysho:

·        Secara bahasa (lughah): Syukur berasal dari akar kata ش – ك – ر yang menunjukkan pujian atas kebaikan yang diberi seseorang .

·        Definisi ulama:

o   Imam Asy-Syaukani: “Bersyukur kepada Allah adalah memuji-Nya atas nikmat yang diberikan dengan melakukan ketaatan kepada-Nya.”

o   Ibnu Taimiyah menyatakan:

الشُّكْرُ يَكُوْنُ بِالقَلْبِ وَاللِّسَانِ وَالجَوَارِحِ وَالحَمْدُ لاَ يَكُوْنُ إِلاَّ بِاللِّسَانِ

“Syukur haruslah dijalani dengan hati, lisan, dan anggota badan. Adapun al-hamdu (pujian) hanyalah di lisan.”

o   Ibnul Qayyim menjelaskan hakikat syukur sebagai:

 الثَّنَاءُ عَلَى النِّعَمِ وَمَحَبَّتُهُ وَالعَمَلُ بِطَاعَتِهِ

“pujian atas nikmat, mencintainya, dan memanfaatkannya untuk ketaatan.”

 

Rukun Syukur (Ibnu Qayyim)

Menurut Ibnu Qayyim (dalam ‘Uddah Ash-Shābirīn wa Dzākhirah Asy-Syākirīn), syukur memiliki tiga rukun:

1.     Mengakui bahwa nikmat itu berasal dari Allah.

2.     Memuji Allah atas nikmat tersebut.

3.     Meminta pertolongan untuk meraih ridha-Nya, dengan memanfaatkan nikmat itu dalam ketaatan.

 

2. Rezeki karena Usaha

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ

“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm [53]: 39)

 

Ikhtiar tidak sebatas bekerja mencari nafkah, tapi juga mencakup:

·      Bekerja halal → memastikan rezeki yang masuk bersih dari syubhat dan riba.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 172)

 

·      Belajar & berusaha meningkatkan kemampuan → karena Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum kecuali mereka mau berubah.

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 11)

 

·      Kesungguhan & kerja keras → hasil besar biasanya lahir dari keseriusan, bukan sekadar berharap tanpa tindakan.

هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِن رِّزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk [67]: 15)

 

3. Rezeki karena Istighfar

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا. يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا. وَّيُمْدِدْكُمْ بِاَمْوَالٍ وَّبَنِيْنَ وَيَجْعَلْ لَّكُمْ جَنّٰتٍ وَّيَجْعَلْ لَّكُمْ اَنْهٰرًاۗ.

“Maka aku katakan kepada mereka: Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit untukmu, memperbanyak harta dan anak-anakmu, serta mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu.” (QS. Nuḥ [71]: 10-12).

 

وَكَأَنَّ الْمُصَنِّفَ لَمَّحَ بِذِكْرِ هَذِهِ الْآيَةِ إِلَى أَثَرِ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ: أَنَّ رَجُلًا شَكَى إِلَيْهِ الْجَدْبَ فَقَالَ اسْتَغْفِرِ اللَّهَ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَرُ فَقَالَ اسْتَغْفِرِ اللَّهَ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَرُ جَفَافَ بُسْتَانِهِ فَقَالَ اسْتَغْفِرِ اللَّهَ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَرُ عَدَمَ الْوَلَدِ فَقَالَ اسْتَغْفِرِ اللَّهَ، ثُمَّ تَلَا عَلَيْهِمْ هَذِهِ الْآيَةَ، وَفِي الْآيَةِ حَثٌّ عَلَى الِاسْتِغْفَارِ وَإِشَارَةٌ إِلَى وُقُوعِ الْمَغْفِرَةِ لِمَنِ اسْتَغْفَرَ.

Seakan-akan penulis (kitab) ketika menyebut ayat ini memberi isyarat kepada atsar (riwayat) dari al-Hasan al-Bashri:

·       Ada seorang lelaki yang mengadu kepadanya tentang paceklik, maka ia berkata: ‘Beristighfarlah kepada Allah.’

·       Ada orang lain yang mengadu kepadanya, maka ia berkata: ‘Beristighfarlah kepada Allah.’

·       Ada yang mengadu tentang keringnya kebun, maka ia berkata: ‘Beristighfarlah kepada Allah.’

·       Ada pula yang mengadu karena belum memiliki anak, maka ia berkata: ‘Beristighfarlah kepada Allah.’

Kemudian beliau membacakan kepada mereka ayat ini. Dan dalam ayat tersebut terdapat dorongan untuk beristighfar serta isyarat bahwa ampunan pasti diberikan bagi siapa saja yang beristighfar.” (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari bi Syarh al-Bukhari, 11: 98).

 

4. Rezeki karena Takwa & Tawakal

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثِ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq [65]: 2-3).

 

Definisi Takwa

اَلتَّقْوَى جَعْلُ النَّفْسِ فِي وِقَايَةٍ مِمَّا يُخَافُ

“Takwa adalah menjadikan jiwa berada dalam perlindungan dari sesuatu yang ditakuti.” (Ar-Rahgib al-Ashfahani).

 

أَصْلُ التَّقْوَى أَنْ يَجْعَلَ العَبْدُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ مَا يَخَافُهُ وَيَحْذَرُهُ وِقَايَةً تَقِيهِ مِنْ ذَلِكَ، وَهُوَ فِعْلُ طَاعَتِهِ، وَاجْتِنَابُ مَعَاصِيهِ.

“Asal dari takwa adalah seorang hamba menjadikan antara dirinya dan sesuatu yang ia takuti serta ia khawatirkan suatu perisai yang melindunginya dari hal itu, yaitu dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi maksiat kepada-Nya.” (Al-Hafizh Ibnu Rajab).

 

Tingkatan Takwa

التَّقْوَى ثَلَاثُ مَرَاتِبَ:

إِحْدَاهَا: حِمَايَةُ القَلْبِ وَالجَوَارِحِ عَنِ الآثَامِ وَالْمُحَرَّمَاتِ.

الثَّانِيَةُ: حِمَايَتُهَا عَنِ الْمَكْرُوهَاتِ.

الثَّالِثَةُ: الحِمَايَةُ عَنِ الفُضُولِ وَمَا لَا يَعْنِي.

فَالأُولَى تُعْطِي العَبْدَ حَيَاتَهُ، وَالثَّانِيَةُ تُفِيدُهُ صِحَّتَهُ وَقُوَّتَهُ، وَالثَّالِثَةُ تَكْسِبُهُ سُرُورَهُ وَفَرَحَهُ وَبَهْجَتَهُ.

“Takwa itu ada tiga tingkatan:

1.   Menjaga hati dan anggota badan dari dosa dan perkara yang diharamkan.

2.   Menjaganya dari perkara yang makruh.

3.   Menjaganya dari hal-hal yang berlebihan dan yang tidak bermanfaat.

Tingkatan pertama memberikan kehidupan bagi seorang hamba. Tingkatan kedua memberi kesehatan dan kekuatan. Sedangkan tingkatan ketiga mendatangkan kebahagiaan, kegembiraan, dan keindahan baginya.” (Ibnul Qayyim)

 

5. Rezeki karena Menikah

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur [24]: 32)

 

وَهَذَا وَعْدٌ بِالْغِنَى لِلْمُتَزَوِّجِينَ طَلَبَ رِضَا اللَّهِ وَاعْتِصَامًا مِنْ مَعَاصِيهِ. وَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: الْتَمِسُوا الْغِنَى فِي النِّكَاحِ؛ وَتَلَا هَذِهِ الْآيَةَ. وَقَالَ عُمَرُ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ –: عَجَبِي مِمَّنْ لَا يَطْلُبُ الْغِنَى فِي النِّكَاحِ، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: ﴿إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ﴾. وَرُوِيَ هَذَا الْمَعْنَى عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا – أَيْضًا.

“Ini adalah janji Allah berupa kecukupan bagi orang-orang yang menikah dengan tujuan mencari ridha Allah dan untuk menjaga diri dari maksiat kepada-Nya.

·       Ibnu Mas‘ud berkata, ‘Carilah kecukupan dalam pernikahan’, kemudian beliau membaca ayat ini (QS. An-Nur: 32).

·       Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Aku heran terhadap orang yang tidak mencari kecukupan melalui pernikahan, padahal Allah Ta’ala telah berfirman, ‘Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya.’

Dan makna ini juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma.” (Tafsir Al-Qurthbi)

 

ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَوْنُهُمْ: النَّاكِحُ يُرِيدُ الْعَفَافَ، وَالْمُكَاتَبُ يُرِيدُ الْأَدَاءَ، وَالْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

“Tiga golongan yang pasti Allah akan menolongnya: orang yang menikah dengan tujuan menjaga kehormatan, budak mukatab yang ingin melunasi (tebusannya), dan orang yang berjihad di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi)

 

 

 

6. Rezeki karena Infak

قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ ۚ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Katakanlah: Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan baginya. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, Allah akan menggantinya; dan Dia-lah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” QS. Saba` [34]: 39).

 

وَالإنْفَاقُ: إِخْرَاجُ الْمَالِ مِنَ اليَدِ، وَمِنْهُ نَفَقَ البَيْعُ: أَيْ خَرَجَ مِنْ يَدِ البَائِعِ إِلَى الْمُشْتَرِي. وَنَفَقَتِ الدَّابَّةُ: خَرَجَتْ رُوحُهَا، وَمِنْهُ النَّافِقَاءُ لِجُحْرِ اليَرْبُوعِ الَّذِي يَخْرُجُ مِنْهُ إِذَا أُخِذَ مِنْ جِهَةٍ أُخْرَى. وَمِنْهُ المُنَافِقُ؛ لِأَنَّهُ يَخْرُجُ مِنَ الإِيمَانِ أَوْ يَخْرُجُ الإِيمَانُ مِنْ قَلْبِهِ. وَنَيَفِقُ السَّرَاوِيلُ مَعْرُوفَةٌ وَهُوَ مُخْرَجُ الرَّجُلِ مِنْهَا. وَنَفَقَ الزَّادُ: فَنِي وَأَنْفَقَهُ صَاحِبُهُ. وَأَنْفَقَ القَوْمُ: فَنِي زَادُهُمْ، وَمِنْهُ قَوْلُهُ تَعَالَى: إِذًا لَأَمْسَكْتُمْ خَشْيَةَ الإِنْفَاقِ

Infāk adalah mengeluarkan harta dari tangan. Contohnya:

-    Nafaqa al-bay‘ → artinya harta keluar dari tangan penjual kepada pembeli.

-    Nafaqat ad-dābbah → artinya ruhnya keluar (hewan mati).

-    An-nafiqah (lubang marmut) → tempat ia keluar jika diambil dari sisi lain.

-    An-nāfiq (munāfiq) → karena ia keluar dari iman atau imannya keluar dari hatinya.

-    Nayfiqu as-sarāwīl → lubang celana, tempat keluar seorang laki-laki.

-    Nafaqa az-zād → persediaan habis dan pemiliknya mengeluarkannya.

-    Anfaqa al-qawm → persediaan mereka habis.

Dari Allah: “Maka kamu menahan (infak) karena takut berlebih-lebihan” (QS. Saba’: 39 konteks serupa) (Tafsir Al-Qurthubi, 1: 178).

 

الإِنْفَاقُ إِخْرَاجُ الْمَالِ الطَّيِّبِ فِي الطَّاعَاتِ وَالمُبَاحَاتِ.

“Infāk adalah mengeluarkan harta yang baik pada ketaatan (ibadah-ibadah) dan hal-hal yang mubah.”

 

Infak Terbaik

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ

“Bukanlah kebaikan (al-birr) bahwa kalian menghadapkan wajah kalian ke arah timur atau barat, tetapi kebaikan itu ialah: orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab-kitab, dan para nabi, serta menafkahkan hartanya karena kecintaannya kepada Allah kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan (musafir).” (QS. Al-Baqarah [2]: 177).

 

لَنْ تَنَالَ الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

“Tidak akan kalian memperoleh kebaikan (al-birr) hingga kalian menafkahkan sebagian dari apa yang kalian cintai. Dan apa saja yang kalian nafkahkan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui akan hal itu.” (QS. Al-Imran [3]: 92).

 

Tingkatan Infak

وَأَمَّا بَذْلُ الْمَالِ فَلَهُ ثَلَاثُ مَرَاتِبَ؛ أَدْنُهَا الْمَسَاهَمَةُ؛ وَأَوْسَطُهَا الْمُسَاوَاةُ؛ وَأَعْلَاهَا تَقْدِيمُ الأَخِ فِي الْمَالِ عَلَى النَّفْسِ.

Ibnu al-Jawzī berkata: “Adapun menafkahkan harta, maka ia memiliki tiga tingkatan:

·       Tingkatan terendah adalah al-musāhamah (memberi sedikit/sumbangan).

·       Tingkatan menengah adalah al-musāwāh (memberi sama rata/proporsional).

·       Tingkatan tertinggi adalah mendahulukan saudara dalam harta daripada diri sendiri.”

 

Sebab Kebahagiaan

مِنْ أَسْبَابِ السَّعَادَةِ: أَنْ يُسْعِدَكَ اللَّهُ فِي مَالِكَ، وَمِنْ أَسْبَابِ السَّعَادَةِ فِي المَالِ بَذْلُهُ فِي طَاعَةِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى، فَمَنْ أَنْفَقَ لِلَّهِ أَنْفَقَ اللَّهُ عَلَيْهِ، قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا أَسْمَاءُ! أَنْفِقِي يُنْفَقِ اللَّهُ عَلَيْكِ، وَلا تَوْعِي فَيُوْعِي اللَّهُ عَلَيْكِ» مَنْ رَزَقَهُ اللَّهُ المَالَ الصَّالِحَ الَّذِي أَخَذَهُ مِنْ حِلِّهِ وَكَسَبَهُ كَسْبًا طَيِّبًا حَلَالًا

“Di antara sebab-sebab kebahagiaan adalah: Allah menjadikan hartamu sebagai sumber kebahagiaanmu. Dan di antara sebab kebahagiaan dalam harta adalah menafkahkan harta itu di jalan ketaatan kepada Allah .

Barang siapa menafkahkan untuk Allah, Allah akan menafkahkan (balasan) kepadanya. Rasulullah bersabda, ‘Wahai Asmā’! Berinfaklah, niscaya Allah akan menafkahkan kepadamu, dan jangan menahan (harta), niscaya Allah akan menahan darimu.’

Orang yang diberi Allah harta yang baik adalah yang diperoleh dari sumber yang halal dan mengusahakannya dengan usaha yang baik dan halal.” (Durus lil-Syaikh Muhammad al-Mukhtar al-Sha’nqiti).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Empat Tanda Memeroleh Kebaikan Dunia dan Akhirat

Da`ul Umam: Penyakit Hati Penyakit Masyarakat

Hari Pertama Yuri Mondok di Pesantren Al-Firdaus (13/07/2025), Ini Surat Cinta untuknya

Instrumen Muhasabah Diri Terkait Kesehatan Hati

Saat Usiamu Memasuki 40 Tahun (QS. Al-Ahqaf [46]: 15)