Tiga Paket Masalah, Tiga Problem Solver


Masalah itu selalu ada dalam kehidupan. Fitrah tak bisa dihindari. Ada orang yang punya masalah dengan kesehatan tubuhnya. Ada pula yang punya masalah keuangan, masalah dengan istri/suami, masalah dengan tetangga, masalah di bisnis atau pekerjaannya, hingga masalah dalam lingkup organisasi bahkan bangsa dan negara. Mau tidak mau, masalah itu harus disikapi bukan malah lari dan tidak mencari solusi.

Merasa sangat berat itu karena memang kita merasa sendiri menyepi dan mungkin karena terlalu fokus pada masalah. sehingga, karena terlalu fokus pada masalah yang menghimpit, akhirnya solusipun tidak (sempat) terpikirkan. Padahal, Allah SWT menimpakan masalah selalu satu paket dengan solusinya. Yakinlah, selalu ada solusi di balik setiap masalah hidup.


Paket Masalah
Kalau kita tafakuri, masalah dan solusi yang Allah berikan ini, ada tiga paket. Pertama, paket “hemat”. Masalah Allah berikan kepada kita, solusipun Allah berikan pada kita. Artinya, begitu ada masalah ktia akan bisa mengatasinya sendiri. Ini perlu keyakinan, kekuatan, dan ketenangan dalam menyikapi masalah. keraguan, merasa lemah dan kegelisahan berlarut biasanya menyebabkan “ngeblank”, serasa masalah tidak ada ujungnya karena belum jua menemukan solusi.

Kedua, paket “komplit”. Masalah Allah SWT berikan kepada kita, tetapi solusinya Allah titipkan kepada orang lain. Sikap kita tentunya silaturahmi dalam arti berkunjung kepada guru, sahabat, atau keluarga kita. Mintalah nasehat dar mereka. Curhat. Minimal dengan curhat, kita sedang “mengeluarkan” masalah di dalam dada melalui lisan. Biasanya jika sudah curhat ada perasaan sedikit ringan saat itu.

Ketiga, paket “spesial”. Allah berikan masalah pada kita, tetapi solusinya “ditahan” oleh Allah, tidak diberikan langsung kepada kita, tidak pula diberikan kepada orang lain. Apa tugas kita? Ya, tugas kita adalah mendekati Allah SWT, memohon ampunan kepada-Nya, karena bisa jadi masalah itu datang karena diundang oleh dosa-dosa kita. Allah SWT berfirman:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura [42]: 30)

Astaghfirullah wa atubu ilaih… Semoga Allah mengampuni kesalahan dan dosa-dosa kita, baik yang kecil maupun yang besar, baik yang disengaja atau tidak disengaja, baik yang disadari atau yang tidak disadari.

Bagaimana Medekat Kepada Allah SWT?
Misalnya, paket masalah yang kita hadapi adalah paket “spesial”, bagaimana cara kita mendekat kepada Allah agar Allah menurunkan makhrajan (solusi) dari masalah kita?

Baik, saya sampaikan tiga poin berdasarkan penjelasan al-Quran…

1. Istighfar dan Tobat
Hal pertama yang harus kita lakukan dalam rangka mendekat (taqarrub) kepada Allah adalah istighfar dan tobat. Ini sebagai follow up dari kesadaran diri bahwa masalah ini mungkin dan memang datang sebagai tahdzir atau peringatan akan dosa-dosa kita. Sikap ini lebih bijak dan bajik ketimbang kita pede ini adalah ujian keimanan. Jika asumsinya tahdzir maka kita akan lebih mawas diri dan legowo untuk i’tiraf (mengakui) akan dosa yang kemudian kita segera memohon ampun dan bertobat kepada Allah SWT.

Imam al-Qurthubi menjelaskan kisah yang terjadi pada Imam Hasan al-Bashri dari muridnya Rabi’ bin Shabih. Berikut riwayatnya:

شكا رجل إلى الحسن الجدوبة فقال له: استغفر الله، وشكا آخر إليه الفقر فقال له استغفر الله وقال له آخر ادع الله أن يرزقني ولداً فقال له استغفر الله، وشكا إليه آخر جفاف بستانه، فقال له استغفر الله، فقال له الربيع بن صبيح أتاك رجال يشكون أنواعاً فأمرتهم كلهم بالاستغفار ! فقال ما قلت من عندي شيئاً إن الله عز وجل يقول في سورة نوح: فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا، يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا، وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
Seseorang datang kepada al-Hasan mengeluhkan kemarau. Kemudian Beliau berkata, “Beristighfarlah kepada Allah!” Yang lain datang kepada beliau mengeluhkan kefakirannya. Beliau berkata, “Beristighfarlah kepada Allah!” Yang lain meminta kepadanya, “Berdoalah kepada Allah agar Allah mengaruniakan anak (untukku).” Beliau berkata, “Beristighfarlah kepada Allah!” Kemudian yang lainnya datang kepadanya mengeluhkan kekeringan yang melanda kebunnya. Beliau berkata, “Beristighfarlah kepada Allah!”

Rabi’ bin Shabih lalu bertanya kepada al-Hasan, “Orang-orang datang kepadamu mengeluhkan masalah yang berbeda-beda, tapi engkau menyuruh mereka seluruhnya untuk beristighfar?”

Lalu, al-Hasan menjawab, “Tidaklah aku berkata sedikitpun dari sisiku. Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam Surat Nuh: ‘“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, membanyakkan harta dan anak-anakmu, menjadikan untukmu kebun-kebun dan sungai-sungai.” (QS. Nuh [71]: 10 – 12)

Perhatikan dan fokus pada ayatnya. Istighfar menjadi solusi bagi permasalah hidup seseorang. Hingga al-Hasan hanya menyuruh istighfar kepada empat orang yang masalahnya berbeda-beda. Karena memang, secara eksplisit atau tekstual, al-Quran menjanjikan untuk empat permasalahan yang menjadi representasi, solusinya adalah istighfar. Tentunya, istighfar yang original, bukan istighfar yang palsu.

2. Shalat dan Sabar
Selain istighfar, Allah SWT menyediakan fasilitas problem solving lainnya dalam al-Quran. Bisa Anda telaah Surat al-Baqarah ayat 45. Saya kutipkan untuk Anda:

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 45)

Dalam ayat tersebut kita bisa mendapatkan dua poin penting bahwa sabar dan shalat akan menjadi wasilah turunnya pertolongan Allah SWT termasuk dalam hal ini adalah pemecah masalah (problem solver). Maka, beruntunglah yang mampu bersabar dalam segala masalah dan senantiasa menjaga shalatnya dengan benar (wudhunya, niatnya, kaifiyatnya, waktunya, tempatnya, jamaahnya).

Khusus tentang shalat, Sayid Quthub menjelaskan bahwa shalat itu momen komunikasi dan pertemuan dengan Allah SWT. Dalam tafsirnya, Fi Zhilalil Quran, beliau menjelaskan:

إِنَّ الصَّلَةَ صِلَةٌ وَلِقَاءٌ بَيْنَ الْعَبْدِ وَالرَّبِّ
“Sesungguhnya shalat itu komunikasi dan pertemuan antara seorang hamba dengan Rabbnya.”

Dengan kata lain, shalat adalah mendekat kepada Allah dan curhatnya seorang hamba. Jika curhat kepada sesama membuat masalah di dada semakin ringan, apalagi curhat kepada Allah yang menciptakan kita dan masalah buat kita. Pasti, hati akan semakin lapang dan ringan. Dan, tentunya masalah akan segera hilang.

Dalam tafsir Ibnu Katsir, ketika menafsirkan Surat al-Baqarah ayat 45 tersebut dikutip hadits berikut:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا حَزَّبَهُ أَمْرٌ فَزِعَ إِلَى الصَّلَاةِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika ditimpa masalah, Beliau bersegera melaksanakan shalat.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Yakinlah bahwa shalat yang kita lakukan akan menjad solusi bagi kehidupan. Oleh karenanya, janganlah kita berani menyepelekan shalat apalagi meninggalkannya. Ketika adzan berkumandang, bersegeralah untuk mendirikan shalat. Terutama bagi laki-laki, mari mendirikan shalat di masjid dan berjamaah. Sejatinya, perintah membangun masjid salah satunya adalah agar di dalamnya didirikan shalat.

3. Membangun Ketakwaan
Hal terakhir sebagai problem solver pada tulisan ringan ini adalah ketakwaan. Dalam sebuah ayat yang masyhur Allah SWT berfirman:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ
“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar. Dan, memberinya rezeki dari arah yang tidak ia sangka-sangka.” (QS. Ath-Thalaq [65]: 2-3)

Ada dua hal yang dijanjikan oleh Allah bagi orang bertakwa, yakni makhrajan atau jalan keluar dari setiap masalah dan rezeki yang tidak disangka-sangka baik dari mana sumbernya maupun berapa kuantiasnya. Ayat ini bentuknya khabariyah atau informasi tetapi maknanya adalah insya`iyah alias intruksi. Jika diterjemahkan dari makna implisitnya (terisrat) dengan bentuk perintah, “Bertakwalah kepada Allah jika kamu ingin keluar dari masalah dan mendapat rezeki yang tidak disangka-sangka.” Wallahu a’lam.

Bagaimana cara mengaktivasi ketakwaan pada diri kita?

Jika mau rinciannya, kita bisa menelusuri ayat-ayat yang menjelaskan karakteristik orang-orang bertakwa lalu kita bisa mencoba untuk menjadikannya habbits. Namun, untuk memudahkan pemahaman, para ulama memberikan kongklusi ketakwaan. Salah satunya qaul Imam Hasan al-Bashri:

الْمُتَّقُوْنَ اتَّقَوْا مَا حُرِّمَ عَلَيْهِمْ وَأَدَّوْا مَا افْتُرِضَ عَلَيْهِمْ
“Orang bertakwa adalah orang yang menjauhi apa yang diharamkan kepada mereka dan menjalankan apa yang diwajibkan kepada mereka.”

Ba’da Usrin Yusrun
Untuk menutup tulisan ini, saya ingin sampaikan kepada Anda sekalian bahwa masalah yang Allah timpakan kepada kita selalu ada solusi yang menyertainya. Entah dalam waktu yang singkat atau sedikit lama, solusi pasti akan hadir di tengah himpitan masalah dan beban kehidupan. Perhatikan penegasan Allah SWT:

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا، إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah [94]: 5-6)

Akhirnya, semoga Allah memberikan kekuatan dan jalan keluar dalam segala masalah kehidupan yang sedang kita hadapi.

Wallahu a’lam

Alfaqir bil ‘Ilmi,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dunia Bagai Lautan Yang Dalam, Banyak Orang Tenggelam - Nasehat Luqmanul Hakim

Empat Tanda Memeroleh Kebaikan Dunia dan Akhirat

Ibnu Mas'ud, "Sesungguhnya Aku Benci Seseorang Yang Menganggur"

Da`ul Umam: Penyakit Hati Penyakit Masyarakat

Tahukah Anda Apa Makna Salam Dua-Tiga Jari Metal?