Saat Usiamu Memasuki 40 Tahun (QS. Al-Ahqaf [46]: 15)

 

Saat seseorang memasuki usia 40 tahun, ada sebuah doa yang diajarkan dalam al-Quran:

حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وَلِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَـٰلِحًۭا تَرْضَىٰهُ وَأَصْلِحْ لِى فِى ذُرِّيَّتِىٓۖ إِنِّى تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ

Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun, ia berdoa: ‘Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan supaya aku dapat berbuat amal saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.’” (QS. Al-Ahqaf [46]: 15).

 


Intisari dari doa tersebut antara lain:

 

1. Mensyukuri Nikmat Allah

Di usia 40 tahun, kita harus lebih bersyukur. Mensyukuri nikmat Allah adalah salah satu bentuk pengakuan bahwa segala sesuatu yang kita miliki, baik berupa kesehatan, harta, keluarga, maupun kesempatan hidup, berasal dari Allah. Allah menciptakan manusia dengan berbagai nikmat yang tak terhitung jumlahnya, dan kewajiban kita sebagai hamba-Nya adalah bersyukur atas segala nikmat tersebut. Syukur bukan hanya diungkapkan melalui kata-kata, tetapi juga harus diwujudkan melalui perbuatan. Menggunakan nikmat Allah dalam kebaikan dan tidak menyalahgunakannya adalah bentuk syukur yang nyata.

Dalam Al-Qur’an, Allah berjanji bahwa siapa saja yang bersyukur, nikmatnya akan ditambah, tetapi jika kufur atau tidak bersyukur, azab Allah amat pedih. Allah berfirman:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih'." (QS. Ibrahim [14]: 7)

Syukur juga diwujudkan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk menjaga kesehatan, mendidik keluarga, dan menggunakan kekayaan atau keahlian untuk kebaikan umat. Rasulullah juga mengajarkan untuk selalu mengingat Allah dalam keadaan lapang maupun sempit, sebagai bentuk rasa syukur kepada-Nya. Bersyukur dapat menenangkan hati dan membuat kita semakin dekat dengan Allah, serta meningkatkan rasa puas dan keberkahan dalam hidup.

 

2. Kemampuan Beramal Saleh yang Diridhai

Jika sudah masuk usia 40 tahun, amal sholeh bukan pilihan, tetapi suatu keharusan. Kemampuan untuk beramal saleh merupakan salah satu nikmat besar yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Amal saleh adalah amal yang dilakukan dengan niat ikhlas karena Allah, serta sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah. Semua amal kebaikan yang kita lakukan, baik dalam ibadah maupun muamalah, jika dilakukan dengan niat tulus untuk mendapatkan ridha Allah, akan menjadi bekal yang berharga untuk kehidupan akhirat.

Amal saleh bisa berupa ibadah langsung kepada Allah, seperti shalat, puasa, zakat, dan membaca Al-Qur'an. Namun, amal saleh juga mencakup perbuatan baik kepada sesama manusia, seperti sedekah, membantu orang yang membutuhkan, menjaga lingkungan, atau bahkan sekadar senyum kepada saudara seiman. Dalam Islam, amal yang dikerjakan dengan niat mencari ridha Allah akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda.

Allah berfirman dalam Al-Qur'an tentang orang-orang yang beriman dan beramal saleh:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka surga Firdaus menjadi tempat tinggalnya.” (QS. Al-Kahfi [18]: 107)

Ayat ini menunjukkan betapa besar ganjaran bagi orang-orang yang tidak hanya beriman, tetapi juga senantiasa melakukan amal saleh. Surga Firdaus, yang merupakan surga tertinggi, disediakan bagi mereka yang menjadikan amal saleh sebagai bagian dari kehidupannya.

 

3. Kebaikan bagi Anak Keturunan

Mendoakan dan membimbing anak keturunan agar tumbuh menjadi pribadi yang saleh, berakhlak mulia, dan sukses di dunia serta akhirat adalah tanggung jawab utama setiap orang tua. Anak-anak adalah amanah dari Allah, dan orang tua memiliki kewajiban besar dalam memberikan pendidikan yang baik, terutama pendidikan agama, sehingga mereka dapat menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran akan tanggung jawab kepada Allah dan sesama manusia.

Islam sangat menekankan pentingnya membina dan membimbing anak-anak dalam menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran agama. Doa yang baik serta bimbingan yang benar adalah salah satu bentuk investasi terbaik untuk masa depan anak-anak, baik di dunia maupun akhirat. Salah satu doa yang sering dibaca oleh orang-orang saleh dalam Al-Qur'an adalah:

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim [14]: 40)

Doa ini mencerminkan harapan seorang hamba kepada Allah agar dirinya dan keturunannya menjadi orang-orang yang senantiasa mendirikan shalat dan taat kepada Allah. Orang tua tidak hanya bertanggung jawab untuk membesarkan anak-anak mereka dalam hal fisik, tetapi juga dalam hal spiritual dan moral.

Dalam mendidik anak-anak, Rasulullah juga memberikan teladan dan nasihat yang berharga. Salah satu hadits yang terkenal adalah:

مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدَهُ أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ

“Tidak ada pemberian orang tua kepada anaknya yang lebih baik daripada pendidikan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi)

Hadits ini menekankan pentingnya pendidikan akhlak. Orang tua yang mendidik anak-anaknya dengan akhlak yang baik sedang memberikan hadiah terbesar yang akan terus memberikan manfaat kepada anaknya sepanjang hidup mereka. Akhlak yang baik adalah landasan bagi kesuksesan di dunia dan kebahagiaan di akhirat, serta menjadi sarana bagi anak untuk mendapatkan ridha Allah.

Selain itu, Allah juga mengingatkan bahwa setiap orang tua bertanggung jawab untuk menyelamatkan diri mereka dan keluarga dari siksa neraka dengan memberikan pendidikan agama yang baik kepada anak-anak mereka. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim [66]: 6)

Ayat ini mengingatkan bahwa tugas menjaga anak-anak bukan hanya sebatas kehidupan dunia, tetapi juga untuk menjaga mereka dari kebinasaan di akhirat. Orang tua harus mendidik mereka dengan nilai-nilai Islam yang kuat agar terhindar dari siksa neraka. Pendidikan agama dan doa yang tulus dari orang tua menjadi kunci dalam menjaga anak-anak dari kesesatan dan kerusakan moral.

Doa-doa orang tua untuk anaknya juga merupakan salah satu doa yang sangat mustajab. Rasulullah bersabda:

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Ada tiga doa yang mustajab yang tidak ada keraguan padanya: doa orang tua, doa musafir, dan doa orang yang terzalimi.” (HR. Abu Dawud)

Hadits ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh doa orang tua terhadap anak-anaknya. Oleh karena itu, setiap orang tua hendaknya senantiasa mendoakan kebaikan untuk anak-anaknya, baik dalam hal duniawi seperti kesuksesan dalam karir dan pendidikan, maupun dalam hal ukhrawi seperti keimanan yang kuat dan ketakwaan kepada Allah.

Dengan demikian, tanggung jawab orang tua tidak hanya sebatas membesarkan anak-anak mereka secara fisik, tetapi juga mendidik dan membimbing mereka agar menjadi pribadi yang saleh, berakhlak mulia, dan sukses dalam kehidupan dunia dan akhirat. Sebagai orang tua, mendoakan dan mendidik anak-anak dengan penuh kasih sayang dan bimbingan adalah bentuk kebaikan yang akan terus mengalirkan pahala hingga akhir hayat.

 

4. Tobat dan Pengakuan Kesalahan

Tobat merupakan langkah penting dalam perjalanan hidup seorang Muslim untuk kembali kepada Allah setelah menyadari kesalahan dan dosa yang diperbuat. Tobat bukan hanya sekadar memohon ampun, tetapi juga mengandung unsur pengakuan atas kesalahan, penyesalan mendalam, serta janji tulus untuk tidak mengulanginya lagi di masa mendatang. Tobat yang dilakukan dengan hati yang ikhlas dan penuh kesungguhan akan membuka pintu rahmat Allah, dan Allah dengan sifat Maha Pengampun-Nya akan mengampuni setiap dosa yang diakui hamba-Nya.

Dalam Al-Qur'an, Allah sangat menganjurkan tobat kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, dan janji Allah untuk mengampuni adalah sangat nyata bagi mereka yang benar-benar bertaubat. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, niscaya Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (QS. At-Tahrim [66]: 8)

Ayat ini menegaskan bahwa tobat yang ikhlas, yang disebut tawbatan nasuha, adalah bentuk tobat yang diiringi dengan penyesalan mendalam, permohonan ampun, dan tekad kuat untuk memperbaiki diri. Tobat nasuha menjadi jalan bagi hamba untuk diampuni segala dosanya dan mendapat surga sebagai balasannya.

Rasulullah juga menekankan pentingnya bertaubat, bahkan beliau yang merupakan manusia yang maksum (terjaga dari dosa), tetap memperbanyak istighfar dan tobat setiap harinya. Beliau bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّي أَتُوبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ

“Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah, karena sesungguhnya aku bertaubat kepada-Nya dalam sehari seratus kali.” (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa meskipun Rasulullah adalah manusia yang paling mulia dan terjaga dari kesalahan, beliau tetap memperbanyak istighfar dan tobat sebagai bentuk ketundukan kepada Allah. Hal ini menjadi teladan yang sangat kuat bagi kita untuk senantiasa memperbanyak tobat dan menyadari kesalahan yang mungkin kita lakukan, baik disengaja maupun tidak.

Selain memohon ampun kepada Allah, tobat yang benar juga harus diiringi dengan penyesalan yang tulus atas dosa-dosa yang telah diperbuat, dan bertekad kuat untuk tidak mengulanginya lagi. Allah mengingatkan bahwa Dia Maha Pengampun bagi siapa saja yang bertaubat, namun juga ada peringatan bagi mereka yang terus-menerus dalam dosa tanpa bertobat. Allah berfirman:

إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍ فَأُوْلَئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan karena kebodohan, kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa [4]: 17)

Ayat ini menekankan bahwa Allah menerima tobat hamba-Nya selama mereka menyadari kesalahan mereka dan segera bertaubat. Namun, tobat yang diterima adalah tobat yang dilakukan sebelum ajal menjemput, karena setelah nyawa sampai di tenggorokan, pintu tobat tertutup.

Tobat yang diterima Allah juga memiliki syarat-syarat, yakni:

·       Penyesalan: Menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan.

·       Berhenti dari dosa tersebut: Meninggalkan perbuatan dosa tersebut dan tidak mengulanginya.

·       Berjanji untuk tidak mengulanginya lagi: Membuat komitmen kuat di dalam hati untuk tidak kembali kepada dosa yang sama.

·       Memperbaiki diri: Jika dosa itu melibatkan orang lain, wajib memperbaiki hubungan dan meminta maaf kepada mereka.

Rasulullah juga bersabda tentang keutamaan tobat:

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

“Setiap anak Adam pasti berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah mereka yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi)

Hadits ini mengingatkan bahwa manusia tidak terlepas dari dosa dan kesalahan. Namun, yang membedakan antara orang yang baik dan yang lalai adalah seberapa cepat mereka menyadari kesalahan dan bertaubat. Tobat menjadi cara untuk membersihkan diri dari dosa dan kembali ke jalan yang diridhai Allah.

Dengan demikian, tobat dan pengakuan kesalahan adalah langkah penting yang harus dilakukan oleh setiap hamba Allah. Ini adalah cara untuk mendekatkan diri kepada-Nya, memperbaiki diri, dan mendapatkan ampunan serta rahmat-Nya. Setiap Muslim diharapkan senantiasa bertaubat dan memperbaiki diri agar dapat meraih kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat.

 

5. Penyerahan Diri kepada Allah

Berserah diri kepada Allah, dalam konteks ini, adalah bentuk totalitas ketundukan dan kepatuhan seorang Muslim terhadap perintah dan larangan Allah, serta menerima dengan penuh hati setiap ketentuan yang Allah tetapkan dalam hidupnya. Hal ini bukan hanya soal menyerahkan segala urusan setelah berusaha, tetapi lebih pada kepatuhan sepenuhnya terhadap hukum-hukum Allah yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah.

 

a. Kepatuhan terhadap perintah Allah

Seorang Muslim yang berserah diri kepada Allah akan selalu berusaha untuk menjalankan perintah-Nya, baik itu yang berkaitan dengan ibadah, etika, ataupun hukum-hukum dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini adalah bentuk penghambaan tertinggi kepada Allah, yang tercermin dalam sikap patuh dan taat terhadap segala yang diperintahkan.

Allah berfirman dalam Al-Qur'an:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالًا مُبِينًا

“Dan tidaklah sepatutnya bagi laki-laki yang beriman dan tidak pula bagi perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)

 

Ayat ini menegaskan bahwa seorang Muslim harus tunduk dan patuh sepenuhnya kepada ketetapan Allah dan Rasul-Nya, tanpa ada keraguan atau keberatan. Ini adalah bukti nyata dari sikap berserah diri kepada Allah.

 

b. Penerimaan terhadap ketentuan Allah

Berserah diri kepada Allah juga berarti menerima segala ketentuan Allah dengan lapang dada, baik itu berupa kebahagiaan atau ujian hidup. Seorang Muslim yang berserah diri akan selalu percaya bahwa segala sesuatu yang Allah tentukan adalah yang terbaik bagi dirinya, meskipun terkadang hal itu sulit dipahami oleh akal manusia.

Allah berfirman dalam Al-Qur'an:

وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ

“Dan kamu tidak menghendaki sesuatu, kecuali jika Allah menghendakinya.” (QS Al-Insan [76]: 30)

Ayat ini mengajarkan bahwa segala keputusan dan kehendak Allah adalah yang terbaik, dan tidak ada kekuatan di luar kehendak-Nya. Seorang Muslim yang berserah diri akan merasa tenang dan yakin bahwa segala yang terjadi adalah bagian dari takdir Allah yang penuh hikmah.

 

c. Menjalankan perintah dengan ikhlas

Berserah diri kepada Allah juga berarti menjalankan segala perintah Allah dengan ikhlas, tanpa mengharapkan pujian atau balasan dari manusia. Hanya Allah yang menjadi tujuan dan tempat kembali seorang hamba. Ini adalah bentuk kesetiaan dan ketulusan dalam beribadah, serta menunjukkan ketundukan yang sempurna.

Allah berfirman dalam surat Al-Bayyinah:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Dan mereka tidak diperintahkan, melainkan supaya mereka menyembah Allah dengan ikhlas dalam menjalankan agama dengan lurus, dan agar mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah [98]: 5)

Ayat ini menekankan pentingnya beribadah dengan ikhlas kepada Allah dan menjalankan semua perintah-Nya sebagai bentuk penyerahan diri secara total.

 

d. Kepatuhan dalam menghadapi cobaan hidup

Berserah diri juga berarti menerima cobaan hidup dengan sabar dan tawakkul kepada Allah. Allah menguji setiap hamba-Nya untuk menguji keimanan mereka. Seorang Muslim yang berserah diri akan selalu bersyukur dalam setiap keadaan, baik itu saat diuji dengan kesulitan atau diberikan kenikmatan.

Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۖ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan Kami pasti akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 155)

Cobaan hidup adalah bagian dari ketentuan Allah yang harus diterima dengan sabar. Berserah diri kepada Allah berarti menjalani ujian hidup dengan penuh keimanan dan tawakal.

 

e. Penyerahan diri dalam seluruh aspek kehidupan

Berserah diri kepada Allah juga berarti penyerahan diri dalam seluruh aspek kehidupan, baik itu dalam urusan pribadi, keluarga, pekerjaan, atau masyarakat. Seorang Muslim yang berserah diri akan selalu menjadikan hukum-hukum Allah sebagai panduan utama dalam menjalani kehidupan.

Allah berfirman dalam Al-Qur'an:

إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An'am [6]: 162)

Ayat ini menggambarkan bahwa seluruh kehidupan seorang Muslim adalah penyerahan diri kepada Allah, baik dalam ibadah maupun kehidupan sehari-hari. Penyerahan ini meliputi semua aspek hidup, dari lahir hingga mati, yang semuanya harus dilandasi oleh keimanan kepada Allah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berhutang Allah Lunaskan, Menagih Hutang Allah Rahmati

Jangan Meninggalkan Generasi dalam Keadaan Lemah!

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 1 dan 2