Berhutang Allah Lunaskan, Menagih Hutang Allah Rahmati

Selain universal, Islam memiliki karakter komprehensif. Seluruh aspek kehidupan ada aturannya. Dan, ketika aturan itu ditaati, buahnya adalah surga. “Seluruh umatku akan masuk surga kecuali yang menolak.” Demikian tandas Nabi. Ketika para sahabat terkaget memang ada umat Nabi yang menolak masuk surga, maka Nabi menjawab tegas, “Siapa yang taat kepadaku, dia masuk surga dan siapa yang bermaksiat dialah yang menolak itu.” Hadits shaih riwayat Imam al-Bukhari.

Jelas! Taat adalah kunci surga. Maka, ketika Islam komprehensif mengatur segala aspek kehidupan, jika inginkan surga, taatlah dengan sepenuh hati, tanpa ada pilih-pilih.

Salah satu yang Islam atur dalam kehidupan ini adalah mengenai kehidupan bermuamalah, yakni hutang-pitung. Berhutang tidak dianjurkan dalam Islam kecuali untuk kebutuhan yang mendesak. Ingat, untuk kebutuhan mendesak ya, bukan untuk keinginan apakagi untuk gaya hdiup. Dan, berhutangnya pun harus menghindari riba. Karena, ujung-ujungnya malah dosa dan nestapa di dunia dan akhirat.

Termasuk dalam hal usaha, saya menyarankan untuk menghindari hutang untuk modal usaha. Alasannya sederhana: baru saja Anda mulai usaha, break event point alias BEP belum terjadi, pada bulan pertama Anda sudah harus memikirkan membayar hutang. Padahal, di awal-awal usaha net profit sifatnya semu, karena harus mengejar BEP tersebut. Mendingan mulai dari nol, mulai dari apa yang bisa kita lakukan terlebih dahulu, biar pun berdarah-darah, tetapi hasilnya membawa nikmat dan selamat. Insyaallah...

Saya tidak akan membahas in terlalu dalam. Pada tulisan ringan ini, poin yang ingin saya sampaikan adalah khusus bagi yang memiliki piutang. Terutama Anda yang punya usaha dan usaha Anda butuh suntikan modal. Ini bisa menjadi problem yang tidak sederhana. Di satu sisi Anda butuh suntikan modal, di sisi lain uang Anda banyak di luar alias di piutang.

Pengalaman saya ini mah, saat saya punya pitung, artinya orang lain pinjam uang, sudah beberapa kali ditagih, sukar bayar. Tidak sedikit yang membuat janji, lalau pada waktunya ingkar. Berjanji lagi, ingkar lagi. Berjanji lagi, ingkar lagi. Dan, tempo yang ditetapkan sudah jauh terlampaui. Geureugeuteun ceuk Abahna Si Kabayan mah. Rudet! Hehehe...

Awal meminjam, manis banget. Kesanggupan melunasi yang ditunjukkan meyakinkan saya. Bahkan ada yang memberi tempo sendiri. Tetapi, beriring waktu, manis bibirnya menjadi pahit. Hihihi... Keun we barudak da hirup mah pait. Kitu saur paripaos ge.

Duh malah curhat ini teh... Hehehe...

Btw, untuk kita diajarkan oleh Nabi menyikapi hal ini. Kita intip yuk hadits Rasulullah tentang bagaimana sikap kita dalam berpiutang atau dalam menaih hutang.

رَحِمَ اللَّهُ عَبْدًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ سَمْحًا إِذَا اشْتَرَى سَمْحًا إِذَا اقْتَضَى

“Allah menyayangi seorang hamba yang berbaik hati saat berjualan, berbaik hati saat membeli dan berbaik hati saat menagih hak (hutang).” (HR. Ibnu Majah).

Simpel yang Nabi sampaikan, namun kita perlu berjuang untuk mengimplementasikannya. Karena, syahwat seringkali mengintervensi. Bagi kita yang menghendaki rahmat Allah SWT, insyaallah hadits tersebut akan menjadi provokasi untuk mencari ridha Ilahi.

Ada hadits lain yang senada:

مَنْ طَلَبَ حَقًّا فَلْيَطْلُبْهُ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ

“Siapa saja yang ingin meminta haknya (menagih hutang), hendaklah dia meminta dengan cara yang baik-baik pada orang yang mau menunaikan ataupun enggan menunaikannya.” (HR. Ibnu Majah).

خُذْ حَقَّكَ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ

“Ambillah hakmu dengan cara yang baik pada orang yang mau menunaikannya ataupun enggan menunaikannya.” (HR. Ibnu Majah).

Bahkan dalam hadits tersebut Nabi membagi dua tipe orang dalam berhutang, yakni orang yang siap membayar dan orang yang enggan membayarnya. Pada orang tipe pertama, kita merasa nyaman. Nah, pada orang tipe kedua ini yang mengganggu perasaan. Iya kan? Hehehe...

Yang lebih dahsyat lagi adalah hadits berikut:

مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ

“Barangsiapa memberi tenggang waktu bagi orang yang berada dalam kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapat naungan Allah.” (HR. Muslim).

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُظِلَّهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِى ظِلِّهِ فَلْيُنْظِرِ الْمُعْسِرَ أَوْ لِيَضَعْ عَنْهُ

“Barangsiapa ingin mendapatkan naungan Allah ‘azza wa jalla, hendaklah dia memberi tenggang waktu bagi orang yang mendapat kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan dia membebaskan utangnya tadi.” (HR. Ahmad).

Bagaimana kawan-kawan? Maha Suci Allah... Ini tantangan dari Allah SWT. Bisakah membebaskan hutang orang lain kepada kita? Jika sanggup, naungan di hari akhirat akan diraih. Jika tidak bisa membebaskan, masih ada rahmat bisa diraih, dengan syarat berbaik hati saat menagih hutang.

Nabi tahu betul kondisi manusia yang berbeda-beda karakter ini, terutama saat bermuamalah. Maka, Nabi pun sudah jauh-jauh hari memberikan stimulus tersebut. Tiada lain hal ini untuk kebaikan umat Beliau saw. jua. Subhanallah...

Tetapi bagi yang punya hutang ini, jangan jadikan nash-nash tersebut sebagai senjata untuk terus mengulurkan pelunasan hutang. Jika Anda mengulur-ulurkan pelunasan hutang, bahkan sudah ada janji, hati-hati sikap tersebut bisa berefek pada rezeki Anda. Loh kok? Perhatikan hadits ini:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدَّانُ دَيْنًا يَعْلَمُ اللهُ مِنْهُ أَنَّهُ يُرِيدُ أَدَاءَهُ إِلاَّ أَدَّاهُ اللهُ عَنْهُ فِى الدُّنْيَا

“Jika seorang muslim memiliki hutang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat ingin melunasi hutangnya, maka Allah akan memudahkan baginya untuk melunasi hutangnya tersebut di dunia.” (HR. Ibnu Majah dan An-Nasa`i).

Tuuuhhh kaaan.... Seandainya yang punya hutang benar-benar kuat niatnya untk melunasi hutang, Allah akan menjamin segera lunas. Maka, mafhum mukhalafahnya, ketika meminjam kemudian tidak ada niat untuk melunasi, Allah akan menahan rezekinya. Na’udzu billah...

Keseriusan niat ini bisa terwujud dalam sikap. Jika memang tidak ada aset atau tidak ada kesanggupan lah untuk melunasi sekaligus, ya dicicil bisa insyaallah. Komunikasikan saja pada yang memberi hutang. Misalnya bulanan bayarnya, dan yang punya hutasng berat kalau harus besar per bulannya, sok nabung satu hari seribu aja. Ini untuk membuktikan pada Allah SWT bahwa Anda serius berniat melunasi hutang. Sampaikan pada Allah, “Ya Allah, saya baru mampu seribu sehari nabung untuk melunasi hutang saya. Saya tahu ini tidak akan cukup. Tetapi saya yakin bahwa Engkau tidak pernah janji. Dan, Enagkau telah berjanji, bahwa siapa yang serius untuk melunasi hutang, maka Engkau akan melunaskannya.”

Saya hanya berharap, semoga yang punya hutang Allah kasih rezeki agar bisa segera melunasi hutang-hutangnya. Dan, jaga juga sikap, jika sudah ada rezeki jangan tergoda untuk menghabiskannya. Sisihkan untuk bayar hutang. Insyaallah lunas! Yakinkan diri!

Sudah ah... Memang sensitif bab ini. Tetapi Allah dan Rasul-Nya sangat sayang pada kita sehingga hal ini dibahas langsung sebagai sebuah pemahaman dan keyakinan bagi kita yang menuntut pengamalan.

Billahit taufiq wal hidayah...

Wallahu a’lam