Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 1 dan 2
Tentang Surat
al-Baqarah
Al-Baqarah
artinya sapi betina. Surat al-Baqarah terdiri dari 286 ayat. Termasuk surat
madaniyah alias surat yang diturunkan di Madinah. kecuali ayat 281 yang diturunkan di Mina saat peristiwa Haji Wada'.
Surat al-Baqarah
merupakan surat terpanjang
di antara surat-surat dalam al-Quran. Selain itu, surat al-Baqarah juga mengandung macam-macam hukum yang tidak
terdapat di dalam surat yang lain. Karena itu, Khalid bin Ma’adan menamakannya
dengan Fusthathul Quran (Tenda Besar Al-Qur’an). Riwayat lain menyebutkan bahwa surat al-Baqarah
juga disebut dengan nama Sanamul Quran (Punuknya Al-Qur’an).
Ayat
1
الم
“Alif lam mim.”
Huruf-huruf
yang mengawali surat-surat dalam al-Quran disebut huruf muqath-tha’ah. Contohnya
huruf tersebut yang mengawali surat al-Baqarah.
Ada
banyak perbedaan pendapat tentang huruf-huruf yang ada di awal surat. Amir asy-Sya’biy,
Sufyan ats-Tsauri dan banyak muhaddits berpendapat bahwa huruf-huruf
pembuka surat itu adalah bagian dari rahasia Allah di dalam al-Quran. Dan,
milik Allah lah rahasi yang ada di dalam kitab-kitab-Nya. Hal ini termasuk mustasyabih
yang hanya Allah yang mengetahuinya dan kita tidak boleh memperbincangkannya.
Melainkan, harus menyakini dan membacanya seperti yang dibawa Nabi saw.
Abu
Laits as-Samarqandi menjelaskan qaul (perkataan) Abu Bakar, Ustman dan
Abu Sa’id al-Khudriyi:
اَلْحُرُوْفُ
الْمُقَطَّعَةُ مِنَ الْمَكْتُوْمِ الَّذِى لَا يُفَسَّرُ
“Huruf-huruf
muqath-tha’ah termasuk yang tersembunyi (rahasia) dan tidak dapat
diinterpretasikan.”
Sepadan
dengan perkataan tersebut, Abu Hatim menjelaskan:
لَمْ
نَجِدِ الْحُرُوْفَ الْمُقَطَّعَةَ فِى الْقُرْآنِ إِلَّا فِى أَوَائِلِ السُّوَرِ
وَلَا نَدْرِى مَا أَرَادَ اللهُ جَلَّ وَعَزَّ بِهَا
“Kita tidak mendapatkan huruf muqath-tha’ah di
dalam al-Quran kecuali di awal-awal surat. Dan, kita tidak pernah tahu apa yang
Allah jalla wa ‘azaa maksudkan.”
Jadi,
penjelasan ayat pertama ini, tidak usah panjang lebar. Cukup menyimpulkan, “Allahu
a’lam bi muradihi: Allah yang tahu maksudnya.”
Ayat
2
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
“Itulah al-kitab (al-Quran). Di dalamnya
tidak ada keraguan sedikitpun. (Al-Quran) sebagai petunjuk bagi orang-orang
bertakwa.”
Kata
dzalika (itulah) dalam ayat tersebut digunakan sebagai al-isyarah ila
hadhirin (isyarat terhadap orang yang hadir [ada di hadapan]). Meskipun konteksnya
al-isyarah ila gha`ibin (isyarat terhadap orang yang gaib [tidak ada di
hadapan]). Ini bisa bermakna seakan Allah ada di hadapan kita menunjuk dengan “telunjuk-Nya”
ke arah al-Quran.
Abu
Ubaidah dan Ikrimah menyebutkan bahwa kata dzalika dalam ayat ini
bermakna hadza (ini). Ini lebih menguatkan bahwa Allah benar-benar
berada di hadapan kita mengarahkan “telunjuk-Nya” kepada al-Quran. “Ini al-kitab.
Tidak ada keraguan di dalamnya. Dia sebagai petunjuk bagi orang-orang bertakwa.”
Demikian kira-kira pemaknaannya.
Jika
kita hendak merelevansikan ayat ini dengan ayat dalam surat sebelumnya yakni
al-Fatihah, tepatnya ayat yang berbunyi, “Ihdinash-shiratal mustaqim
(tunjukilah kami ke jalan yang lurus)”; maka imbas dari permintaan itu adalah
Allah berujar, “Dzalikal kitabu la raiba fihi (Itulah al-kitab yang
tidak ada keraguan di dalamnya).”
Jadi,
sadar atau tidak sadar, permintaan agar Allah memberi petunjuk sudah
dikabulkan. Yakni, dengan diturunkannya al-Kitab yang tidak meragukan
pembacanya. Lebih tegas lagi dengan pernyataan Allah di akhir ayatnya: hudan
lil muttaqin (sebagai petunjuk bagi orang-orang bertakwa).
Al-Kitab
dalam ayat ini maksudnya sudah dipahami oleh kita, yakni al-Quran. Karena, nama
lain dari al-Quran salah satunya adalah al-Kitab yang secara lughawi berarti
tulisan.
Jadi,
pemahamannya adalah jika kita ingin ditunjuki jalan kebenaran, jalan yang
lurus; bacalah dan pelajarilah al-Quran. Pasti, dengan belajar al-Quran sebagai
wujud permintaan diberi petunjuk, kita akan mendapatkan petunjuk. Selanjutnya adalah
implementasi dari petunjuk yang diperoleh dari belajar al-Quran. Tanpa implementasi,
petunjuk hanyalah petunjuk. Tidak akan mampu mengantarkan pada sesuatu yang
diinginkan (baca: kebahagiaan dunia dan akhirat).
Sejatinya,
orang yang mendapat petunjuk kemudian bisa mengimplementasikannya, dialah yang
dinamakan muttaqin alias orang-orang bertakwa, sesuai penegasan di
akhira ayat: hudan lil muttaqin (sebagai petunjuk bagi orang-orang
bertakwa). Sedangkan orang bertakwa adalah orang yang disediakan surga untuknya
(lihat Q.S. Ali Imran [3]: 133).
Bersambung…
Terimakasih sudah berkongsi ilmu yang bermanfaat ini.
BalasHapusSalam...
Iya, sama-sama. Semoga bermanfaat..
HapusWa'alaikumussalam.. :)
Unduh video Youtube dengan cepat, konversikan Youtube ke mp3
BalasHapus