Empat Tanda Memeroleh Kebaikan Dunia dan Akhirat
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَ صلى الله عليه وسلم قال أَرْبَعٌ مَنْ
أُعْطِيْهِنَّ فَقَدْ أُعْطِيَ خَيْرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةٍ قَلْبٌ شَاكِرٌ
وَلِسَانٌ ذَاكِرٌ وَبَدَنٌ عَلَى الْبَلَاءِ صَابِرٌ وَزَوْجَةٌ لَا تَبْغِيْهِ
خَوْناً فِى نَفْسِهَا وَمَالِهِ (البيهقي، الطبرانين أبو يعلى) الدرر المنثور
Dari
Ibnu Abbas r.a., ia berkata, “Bahwasannya Nabi saw. bersabda, ‘Ada empat hal
yang siapa saja diberikan kepadanya berarti ia dikarunia kebaikan dunia dan
akhirat: (1) hati yang senantisa bersyukur, (2) lisan yang selalu berdzikir,
(3) badan yang sabar menghadapi ujian, dan (4) istri yang tidak berkhianat di
dalam dirinya maupun harta suaminya.’” (H.R. Abu Ya’la, Baihaqi, dan Thabrani).
Dalam
hadits tersebut dijelaskan ada empat ciri orang yang mendapat kebaikan di dunia
dan akhirat. Keempat ciri tersebut adalah:
Tanda
#1
Hati
yang Bersyukur
Orang
yang mendapat kebaikan di dunia dan akhirat adalah ia yang hatinya senantiasa bersyukur
kepada Allah SWT. Namun, syukur yang dimaksud, apakah hanya ketika mendapat
kesenangan saja? Ternyata tidak. Bersyukur ketika mendapat kesenangan memang
sebuah sikap yang sangat tepat. Dengannya, kita akan terhindar dari murka Allah
(bisa dilihat dalam Q.S. an-Nisa [4]: 147), dan dengannya karunia atau nikmat yang
didapatkan akan semakin bertambah (bisa dilihat dalam Q.S. Ibrahim [14]: 7).
Lebih dari itu, syukur pun sejatinya bisa
diaplikasikan dalam musibah, kesengsaraan, dilanda penyakit, kerugian bisnis,
kecelakaan, perceraian, atau musibah-musibah lain. Inilah yang sering sukar
dilakukan oleh kita. Maka, muncul pertanyaan, “Memang bisa bersyukur saat dilanda
musibah? Bersyukur pada hal apanya?”
Demikian pertanyaan yang mungkin juga
mewakili kepenasaran Anda. Ya, wajar pertanyaannya seperti itu, karena yang
kita dapatkan dari pengajaran guru-guru kita adalah kalau mendapat musibah kita
harus bersabar. Iya kan?
Benar sekali. Kita harus bersabar ketika
mendapatkan musibah, karena sabar akan mempercepat solusi agar kita keluar dari
musibah yang melanda. Namun, selain sabar kita pun mesti mampu menyelipkan rasa
syukur atas musibah yang melanda. Pasalnya, ada beberapa hikmah yang terkandung
di balik musibah yang dihadapi.
Pertama, musibah merupakan “deterjen”
atas dosa dan kesalahan yang telah dilakukan. Syaratnya adalah kita bersabar
atas musibah tersebut. Sabar berarti menyempurnakan ikhtiar dan menyerahkan
urusan sepenuhnya kepada Allah SWT (tawakal). Jadi, dengan musibah yang
dialami, hati menjadi bersih dari dosa.
Kedua, mesti bersyukur saat musibah
karena boleh jadi musibah ini adalah ujian dari Allah. Yang namanya ujian
berarti suatu cara yang Allah gunakan agar kita naik derajat, naik kelas, di
hadapan Allah dan sesama.
Ketiga, kenapa mesti bersykur saat
musibah melanda? Ya, coba saja Anda lihat, ternyata yang saat ini tertimpa
musibah bukan hanya kita. Ada banyak orang yang juga mendapat musibah dari
Allah SWT. Bahkan, mereka lebih berat musibahnya dibanding kita. Mereka saja
tidak berkeluh kesah, kita harusnya lebih bisa tenang dalam badai ujian.
Keempat, itu tadi fitrahnya bahwa syukur
itu akan meningkatkan nikmat. Kalau dalam musibah kita mampu menyelipkan
syukur, maka musibah akan berganti nikmat, dan nikmatnya akan semakin bertambah
dan melimpah. Termasuk nikmat sembuh dari penyakit, atau ujian lain.
Sekali lagi, hati yang bersyukur dalam
setiap keadaan terutama ketika musibah melanda merupakan indikator seseorang
memeroleh kebaikan dunia dan akhirat.
Tanda
#2
Lisan
yang Berdzikir
Berdzikir
berarti mengingat. Berdzikir kepada Allah SWT berarti mengingat Allah SWT. Kalau
demikian, saat kita berdzikir kepada Allah diri kita harusnya sadar pada apa
yang sedang dibaca. Jika tidak sadar, berarti sama halnya dengan tidak
berdzikir, tidak mengingat.
Nah, untuk mendukung kesadaran saat
berdzikir ada suatu hal yang harus diperhatikan, yaitu memahami apa yang sedang
dibaca. Baiknya per kata, kalaupun tidak ya per kalimat. Kalau masih belum
mamapu per kalimat, ya minimalnya mengetahui makna bacaan secara global. Ketika
Anda membaca, “Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina ‘adzabannar”,
minimalnya Anda tahu bahwa dzikir tersebut isinya merupakan permintaan untuk
mendapat kebaikan dunia akhirat dan dijauhkan dari api neraka. Jika demikian,
itu baru disebut dzikir (ingat).
Sebenarnya, dzikir tidak hanya dengan
lisan saja. Dzikir yang juga utama adalah dzikir dengan badan (amal). Artinya,
orang yang giat beramal saleh berarti ia berdzikir kepada Allah SWT. Pejabat yang
tidak korup karena takut murka Allah, berartiia berdzikir. Suami yang tidak mau
selingkuh di belakang istrinya, erarti ia berdzikir. Keluarga yang meramaikan
rumah dengan tilawah Quran, berarti berdzikir.
Meskipun begitu, tanda yang Nabi
jelaskan bahwa seseorang mendapat kebaikan dunia-akhirat adalah berdzikir
dengan lisan. Dan, berdzikir dengan lisan ini tidak hanya dalam kaifiyat
tertentu (ibadah formal) seperti selepas shalat fardhu, sehabis wudhu, sebelum
naik kendaraan, atau keadaan-keadaan lain yang Nabi ajarkan untuk berdzikir. Berdzikir
dengan lisan bisa juga dengan berbicara yang baik-baik, sopan, santun, tidak
merendahkan, tidak menghina, tidak mengumpat (ghibah) dan menghargai.
Ketika lisan senantiasa berdzikir kepada
Allah SWT, itulah tanda orang mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Semoga kita
bisa.
Tanda
#3
Bersabar
dalam Musibah
Selain
sebagai tuntunan syariat, bersabar dalam musibah merupakan trik jitu agar kita
berada dekat dengan Allah SWT. Orang yang bersabar senantiasa ditemani Allah.
hm, kebayang kan bagaimana rasanya Allah menemani kita. Jangan dulu ditemani
Allah, ditemani presiden atau menteri atau artis misalnya, saya kira kebanyakan
orang akan merasa bangga. Iya kan? Ngaku saja, hehe…
Dalam hadits di awal disebutkan bahwa orang
yang bersabar saat menghadapi musibah merupakan ciri orang yang mendapat
kabaikan dunia dan akhirat.
Mengenai sikap pada musibah, bisa Anda
pelajari DI SINI.
Tanda
#4
Istri
yang Tidak Berkhianat
Memiliki
istri yang menjaga kepercayaan (amanah) rumah tangga, merupakan ciri memeroleh
kabaikan dunia-akhirat yang terakhir sebagaimana hadits di awal menjelaskan. Di
rumah ia menjaga diri dari sikap-sikap jahil, ia memberikan servis yang baik
terhadap suami, ia senantiasa menyayangi anak-anaknya, mendidiknya, dan
mengarahkannya ke jalan yang benar
Di luar rumah, ia tidak membuka aib
suaminya. Karena, ia sadar bahwa suami-istri adalah pakaian bagi masing-masing.
Yang namanya pakaian harusnya menutupi tubuh bukan mmebuka-buka aurat. Demikian
suami-istri. Jika keduanya adalah pakaian, maka aib suami sejatinya ditutupi
bukan malah diumbar.
Secara
umum, istri yang tidak berkhianat adalah istri yang salehah. Nabi menjelaskan keutamaan
sitri yang salehah ini:
الدُّنْيَا
مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baiknya perhiasan dunia
adalah wanita salehah.” (H.R.
Muslim).
Dalam hadits yang lain Nabi menguraikan
bagaimana ciri wanita yang salehah:
خَيْرُ
النِّسَاءِ الَّتِي إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ
وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا
“Wanita (istri) terbaik adalah istri yang jika kamu melihatnya,
kamu merasa bahagia; jika kamu memerintahnya, ia taat kepadamu; dan jika kamu
sedang tidak ada di hadapannya, ia menjagamu di dalam hatinya dan di dalam hartamu.”
(H.R. ath-Thayalisi).
Wallahu a’lam
Komentar
Posting Komentar
Sharing Yuk...!