Catatan 2 Tahun Sang Generasi: Yuri Samaida Elkilmani





Waktu memang terasa cepat berlalu. Rasanya baru kemarin aku menyaksikan proses persalinan istriku yang sarat perjuangan. Hampir sepuluh jam istriku meregang setelah diinput perangsang oleh bidan. Darah bercururan menetes ke lantai putih. Tak tega menyaksikannya. Namun, sebagai suami siaga, aku harus menguatkan diri. Meski sebenarnya hatiku berguncang tak tentu rasa.

“Owa… owa… owa…!” suara tangis sang generasi itulah yang kemudian membuat malam itu sangat sangat indah. Kepenatan, kelelahan, keletihan, kecemasan, kekhawatiran, dan perasaan-perasaan lainnya seakan hilang seketika olehnya. Hati begitu plooong. Badan menjadi fresh mendengar dan menyaksikan sang generasi.

Dan, kini… proses menegangkan itu sudah dua tahun berlalu. Hari ini, 9 Oktober 2014, sang generasi itu yang tersematkan nama sangat indah di hari ketujuh dari kelahirannya, Yuri Samaida Elkilmani, genap berusia dua tahun.

Alhamdulillah sudah banyak perkembangan yang kami lihat darinya. Mulai dari belajar berjalan, belajar berbicara, belajar melakukan apa yang kulakukan, sampai belajar untuk pipis dan pup di jamban. Semuanya sudah terlihat pada diri sang generasi.

Suatu ketika sang generasi itu pengen makan sosis yang ada di atas meja. “Abi… Abi…!” ucapnya.

“Naon sayang…?” tanyaku.

“Abi.. oyong mam ieu.” tandasnya sambil menunjuk sosis yang tergeletak di atas meja.

“Subhanallah… Yuri hoyong sosis? Muhun... Sok candak.” demikian eku menimpal.

Di suatu kesempatan, saat aku hendak berangkat ke masjid untuk berjamaah magrib, sang generasi pun menuntut untuk diajak. “Abi… iing. Abi… iing…” pintanya.

“Ngiring kamana..?” tanyaku.

“Oat..” jawabnya lugas.

Saat aku memakai peci dan sarung, sang generasi memang sudah paham bahwa aku pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat. Kuajak sesekali ke masjid dengan tujuan agar sang generasi menyaksikan prosesi ibadah shalat sekaligus sebagai pengajaran dengan metode demontrasi.

Di dalam masjid, Alhamdulillah sang generasi tidak neko-neko. Ia tidak kesana-kemari menyusur shaf-shaf shalat. Ia berada di sampingku selama shalat berlangsung. Saat kami rukuk, ia ikut rukuk, meski belum sempurna cara membungkuk badannya. Ketika kami sujud, ia pun ikut sujud, meski belum sempurna cara sujudnya. Sesekali ia menyuarakan takbir dengan keras sembari mengangkat kedua tangannya. “Aoohhh abal..!” demikian ia bertakbir.

Perkembangan lain yang cukup signifikan adalah ia mulai bisa melafalkan huruf-huruf hijaiyah. Sengaja kami ajarkan huruf hijaiyah duluan, biar ia lebih kenal pertama kalinya pada huruf-huruf al-Quran. Ia pun kerap kami ajak mengaji. Dan, alhamdulillah meski balelol, ia cukup mahir menirukan bacaan Quran yang kami demontrasikan.

Selain itu, ia pun sudah pandai menghitung urut dari angka satu sampai sebelas. Ini pun menjadi bahan kebahagiaan kami. Senyum dan tawa kecil kerap hadir saat menyaksikan ia berhitung. Apalagi saat di kamar, ia naik ke atas bantal kemudian berhitung, “Satu uwa iga…!” sambil meloncat ke atas kasur. Subhanallah… lucunya sang generasi ini. Dan, hebatnya, ia bisa membedakan bunyi angka dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda. “Hiji uwa iyu..!” demikian lafalnya saat hendak melompat.

Satu lagi yang membuat saya tersenyum terkagum terhadapnya. Saat ia bersama teman-temannya, ia kerap menjadi pemimpin. Ia terlihat mengatur permainan. Main kuda-kudaan, boneka-bonekaan, sampai lari kejar-kejaran. Bahkan, keponakanku yang usianya satu tahun di atasnya, bisa ia atur saat bermain. Subhanallah… ini dia jiwa kepemimpinan yang mudah-mudahan bisa kami optimalkan.

Ah… pokoknya banyak deh hal-hal lain yang menampakkan perkembangan sang generasi itu. Bahagia, teramat bahagia hati kami. Kelelahan selepas beraktivitas, satu menit saja hilang dengan tingkah sang generasi yang nggemesyin. Kesedihan pun terkubur dalam-dalam karena menyaksikan kelucuan yang ia tampakkan.

Benar sekali! Kenapa anak itu diistilahkan buah hati. Rupanya berjuta rasa bahagianya muncul jika anak hadir di tengah-tengah keluarga kecil. Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Subhanallah sekali deh…

Harapan kami dari keberadaan sang generasi ini adalah:
  • Sang Generasi, Yuri Samaida Elkilmani, semoga menjadi anak yang saleh yang bisa mengangkat derajat orang tuanya di dunia dan akhirat kelak.
  • Sang Generasi, Yuri Samaida Elkilmani, semoga menjadi kader ulama masa depan yang bisa menerangi jalan kehidupan umat manusia.
  • Sang Generasi, Yuri Samaida Elkilmani, semoga bisa menyimpan al-Quran di dadanya. Menjadi penghafal Quran yang disayangi dan dilindungi Allah SWT.
  • Sang Generasi, Yuri Samaida Elkilmani, semoga tetap sehat-afiyat, rezekinya lancer, mudah, melimpah; dan menjadi orang orang kaya dalam ilmu, amal, harta dan hatinya.

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Aamiin ya Rabbal ‘Alamin…

Tasikmalaya, 9 Oktober 2014 M / 14 Dzul Hijjah 1435 H

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dunia Bagai Lautan Yang Dalam, Banyak Orang Tenggelam - Nasehat Luqmanul Hakim

Empat Tanda Memeroleh Kebaikan Dunia dan Akhirat

Ibnu Mas'ud, "Sesungguhnya Aku Benci Seseorang Yang Menganggur"

Da`ul Umam: Penyakit Hati Penyakit Masyarakat

Tahukah Anda Apa Makna Salam Dua-Tiga Jari Metal?