Gara-gara Lupa, Rencana Hidup Jadi Berantakan?
Salah satu hal yang dapat menghambat bahkan menghancurkan rencana hidup yang sudah ditetapkan dengan sangat matang adalah LUPA. Bukan hanya rencana yang terhambat, semua hal yang seharusnya diselesaikan, dilakukan, ditinggalkan dan dihindari, gara-gara lupa malah jadi sebaliknya.
Meskipun fitrah sebagai manusia yang kata
"kata mutiara" bahwa manusia itu tempatnya salah dan lupa, tapi jika
sudah datang kebanyakan lupa itu merugikan.
Saya punya pengalaman: dalam 1 agenda kajian
bertema "Empat Konsep Rezeki" saya sudah membuat dan merencanakan
kajian menggunakan media power point. Artinya, harus bawa proyektor dan sound
(karena ada beberapa video yang akan diputar) sebagai kebutuhan
visual-auditori. Hal ini karena di DKM tidak tersedia. Materi sudah dibuat
sedemikian rupa. Laptop sudah saya siapkan lengkap. Di hari H, rencana tersebut
gagal gara-gara saya hanya bawa proyektor sementara laptop saya lupa bawa,
hehehe... Akhirnya rencana jadi amblas. Kajian tanpa media visual-auditori.
Kenapa saya sering menggunakan media visual-auditori, karena pada proses
pengajiannya menurut saya menstimulus mustami untuk visualisasi masing-masing.
Dan, ini menjadi kuat di memori mustami.
Dalam al-Quran, Allah bersumpah demi waktu. Kemudian manusia itu dijelaskan benar-benar dalam keadaan rugi. Nah, salah satu faktor kenapa rugi adalah faktor lupa ini. Lupa untuk memanfaatkan waktu (lupa waktu) sehingga apa yang seharusnya dilakukan malah tidak, apa yang seharusnya ditinggalkan malah tidak. Lupa ibadah, lupa shalat berjamaah, lupa shalat tepat waktu, lupa bahwa dirinya punya hutang yang harus dibayar, lupa punya janji yang harus ditepati, dan lupa-lupa pada hal yang lain.
Oleh karena itu, lupa harus dihindari se Kemampuan
diri. Sesekali lupa, ya tidak mengapa. Namun, kalau lupa ini terus menjangkiti
bahkan menjadi "self branding", ini yang akan jadi rugi dan bahaya
bagi diri.
Apa sebenarnya faktor lupa ini? Apakah terkait
dengan faktor U alias usia, bukan uang ya, hehe... Atau, faktor lain misalnya
dosa?
Secara biologis bisa saja usia semakin senja,
menyebabkan kemampuan dan daya ingat menurun. Namun, tidak sedikit orang tua
yang masih memiliki daya ingat yang kuat.
Bagaimana dengan faktor dosa atau maksiat. Kita
lihat kisah Imam Syafi'i dalam I'anatuth Thalibin.
شَكَوْت
إلَى وَكِيعٍ سُوءَ حِفْظِي فَأَرْشَدَنِي إلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي وَأَخْبَرَنِي
بِأَنَّ الْعِلْمَ نُورٌ وَنُورُ اللَّهِ لَا يُهْدَى لِعَاصِي
“Aku pernah mengeluh kepada Waki’ terkait jeleknya
hafalanku. Lalu, beliau membimbingku untuk meninggalkan maksiat. Beliau
memberitahuku bahwa ilmu itu cahaya sedangkan cahaya Allah tidak akan
diberikan pada ahli maksiat.” (I’anatuth Thalibin, 2: 190).
Menelaah kisah tersebut, bisa jadi maksiat sebagai
faktor penyebab lupa: ingatan menjadi buruk. Jika maksiat itu terus dilakukan
berulang, apa jadinya? Bukan lupa. Mungkin jadi pelupa. Pelupa dalam urusan
kebaikan, ibadah dan urusan akhirat.
Mungkin bukan hanya maksiat yang harus dihindari,
semua hal yang dibenci oleh Allah juga harus kita hindari. Orang mukmin lebih
memilih melakukan sesuatu yang sudah pasti berbuah cinta Allah SWT. Meskipun
hal yang dibenci Allah belum tentu dosa, namun layak sebagai seorang muslim
kita menghindarinya demi ziyadatun fil khair (tambahan kebaikan).
Wallahu a'lam
#selfreminder
Komentar
Posting Komentar
Sharing Yuk...!