Waktumu Kok Berlalu Begitu Saja? Ayo, Produktifkan!
كَانَ ابْنُ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ يَقُولُ: إِنِّي لَأَبْغَضُ الرَّجُلَ أَنْ أَرَاهُ فَارِغًا، لَيْسَ فِي
شَيْءٍ مِنْ عَمَلِ الدُّنْيَا، وَلَا عَمَلِ الْآخِرَةِ )حِلْيَةُ
الْأَوْلِيَاءِ: ١:١٣٠(
Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata: "Sungguh aku
membenci seseorang yang aku lihat sedang menganggur, tidak terlibat dalam
urusan dunia maupun urusan akhirat." (Hilyah al-Awliya; 1:130).
1. Pentingnya Memanfaatkan Waktu dengan Baik
Pernyataan Ibnu Mas'ud menunjukkan betapa pentingnya memanfaatkan
waktu dengan kegiatan yang bermanfaat. Menganggur, baik dalam urusan dunia
maupun akhirat, dianggap sebagai sesuatu yang tidak disukai karena waktu adalah
karunia yang berharga dan harus dimanfaatkan untuk kebaikan.
وَالۡعَصۡرِۙ. اِنَّ الۡاِنۡسَانَ
لَفِىۡ خُسۡرٍۙ. اِلَّا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
وَتَوَاصَوۡا بِالۡحَقِّ ۙ وَتَوَاصَوۡا بِالصَّبۡرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk
kesabaran.” (QS.
Al-'Asr: 1-3).
Ayat ini mengingatkan kita bahwa waktu adalah ujian, dan
hanya orang yang menggunakan waktunya untuk keimanan dan amal saleh yang akan
selamat dari kerugian.
2. Menghindari Sifat Malas dan Tidak Produktif
Ibnu Mas'ud membenci seseorang yang tidak aktif atau tidak
terlibat dalam kegiatan produktif. Sikap malas dan menganggur bisa membawa
seseorang kepada kerugian, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam Islam, kerja
keras, baik untuk dunia maupun akhirat, sangat dianjurkan.
المُؤْمِنُ القَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ المُؤْمِنِ
الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ
"Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai
Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan." (HR.
Muslim).
3. Fokus Akhirat Ingat Dunia
Ibnu Mas'ud tidak hanya menekankan pentingnya beramal untuk
akhirat, tetapi juga menghargai aktivitas dunia yang baik dan bermanfaat.
Seorang Muslim seharusnya fokus untuk nasibnya di kehidupan akhirat,
tetapi tidka boleh lupa (ingat) nasibnya di dunia.
Allah SWT berfirman:
وَابْتَغِ
فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ
الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ
فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia.”
(QS. Al-Qashash [28]: 77).
4. Aktivitas Dunia untuk Kebaikan Akhirat
Poin penting lainnya adalah bahwa aktivitas dunia juga bisa
bernilai ibadah jika diniatkan untuk kebaikan akhirat. Mengambil bagian dalam
pekerjaan duniawi yang halal dan bermanfaat, seperti mencari nafkah untuk
keluarga, juga termasuk dalam amal saleh yang dicintai oleh Allah.
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ
خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ دَاوُدَ
– عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
“Tidaklah seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik
dari makanan yang ia makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Karena
Nabi Daud ‘alaihis salam dahulu juga makan dari hasil kerja keras tangannya.”
(HR. Bukhari).
Hadis ini mengingatkan bahwa bekerja untuk memenuhi kebutuhan
duniawi, dengan cara yang halal, adalah ibadah dan dicintai oleh Allah.
5. Tanggung Jawab Terhadap Waktu dan Amal
Seorang Muslim bertanggung jawab atas bagaimana ia
menggunakan waktunya. Waktu yang digunakan untuk hal-hal yang sia-sia tanpa
manfaat dianggap sebagai sebuah kerugian. Oleh karena itu, setiap individu
harus sadar bahwa semua aktivitasnya akan diperhitungkan di akhirat.
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ
فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ
جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ
“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat
hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di
manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia
infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi(
“Tidak akan beranjak kaki seorang hamba pada hari kiamat
sebelum ia ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya untuk apa ia
habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya dari mana
ia peroleh dan ke mana ia belanjakan, serta tentang ilmunya apakah ia amalkan
atau tidak.” (HR. Tirmidzi).
Dari poin-poin di atas, jelas bahwa pernyataan Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu menekankan urgensi produktivitas dan menghindari sikap lalai atau malas dalam memanfaatkan waktu, baik untuk urusan dunia maupun akhirat. Setiap detik dalam hidup seorang Muslim adalah kesempatan untuk mengumpulkan pahala dan kebaikan.
Komentar
Posting Komentar
Sharing Yuk...!