Ucapan Yang Baik Lebih Baik Daripada Sedekah Dengan Menyakiti

 

Salah satu ajaran Islam yang butuh mental yang kuat adalah infak atau sedekah. Berbeda dengan zakat, karena ia hukumnya wajib, orang yang kena wajib zakat akan berzakat sebagaimana ia membayar pajak sebagai wajib pajak.

 

Secara humanity, sedekah itu baik. Sangat baik! Namun, ada yang lebih baik, yaitu ucapan yang baik (ma'ruf). Ini lebih baik daripada sedekah yang disertai menyakiti. Artinya, kalau mau sedekah tidak usahlah mengikutsertakan ucapan yang membuat si penerima atau fasilitator tersakiti. Jangan terpaksa bersedekah. Sayang, sedekah kita takut hangus. Dalam pengertian lain, ikhlaskan hati kita ketika berinfak atau bersedekah.

 

Allah SWT berfirman:

قَوْلٌ مَّعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّن صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى ۗ وَاللهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. al-Baqarah [2]: 263).

 

Dalam konteks lain, ketika kita sedang tidak ada sesuatu atau tidak mau bersedekah karena alasan tertentu, sampaikan pula dengan baik. Bukan diam, tidak merespon. Atau, misalnya jika kita sedang di lampu merah, lalu ada yang minta dan kita tidak ada iradah memberi, sampaikan dengan baik meskipun dengan isyarat. Hingga, tidak ada missed perception. Karena, yang harus menjaga keikhlasan itu bukan hanya yang bersedekah tetapi yang menerima dan mewasilahi pun harus ikhlas.




 

Menurut saya ini sangat mudah. Sampaikan dengan baik, mau bersedekah atau pun tidak. Pertama, hal ini akan menghilangkan salah persepsi atau salah paham. Kedua, impact-nya hal ini tidak akan membuat jarak diantara keduanya. Terutama jika sudah saling mengenal secara baik. Seandainya tidak ada penjelasan apapun, komunikasi tidak berbalas, apa yang kita rasakan jika kita berada di posisi tersebut? Terlepas dari baper atau tidaknya, yang namanya komunikasi, sebut saja silaturahmi, adabnya harus berbalas. Terlebih sesama muslim, seperjuangan.

 

Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi lain memberikan motivasi agar hati tetap nyaman (sakinah), maka berusahalah untuk tetap positive thinking alias husnuzhan alias berprasangka baik. Ini yang akan menjadi penguat hubungan sesama kita. Berbeda jika su`uzhan alias prasangka buruk, yang terjadi adalah akan ada jarak yang menghalangi bahkan benalu penghancur konstruksi relasi yang selama ini kita bangun. Ini tidak boleh terjadi.

 

Selanjutnya, khusus bagi wasilah atau fasilitator atau kita sebut saja petugas pencari dana infak atau sedekah, agar hati tetap nyaman di balik bertepuk sebelah tangannya apa yang kita lakukan, luruskan mindset, selain niat tentunya, bahwa kita sedang tidak meminta-minta. Anggapannya ketika kita mengajukan proposal untuk kegiatan (jihad), kita sedang meminta-minta. Tidak! Mindsetnya adalah kita sedang memberikan peluang berbuat ihsan kepada mereka yang terpilih Allah untuk kita datangi. Hakekatnya, Allah yang menggerakkan kita untuk mengetuk mereka. Ini masalah mindset.

 

Semoga Allah tetap menjaga keikhlasan hati kita, saat sedang menjadi penerima, saat menjadi pemberi atau ketika kita diamanahi sebagai fasilitator kebaikan. Pada akhirnya, semoga seluruh perjuangan kita berbalas ganjaran dari Allah SWT, dunia dan akhirat.

 

Wallahu a’lam


Abiena Yuri (FB)

Abiena Yuri (IG)  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Empat Tanda Memeroleh Kebaikan Dunia dan Akhirat

Dunia Bagai Lautan Yang Dalam, Banyak Orang Tenggelam - Nasehat Luqmanul Hakim

Ibnu Mas'ud, "Sesungguhnya Aku Benci Seseorang Yang Menganggur"

Da`ul Umam: Penyakit Hati Penyakit Masyarakat

Tahukah Anda Apa Makna Salam Dua-Tiga Jari Metal?