Diari Ilmu #3 - "Imanan wa Ihtisaban: Dasar Shaum Pengampun Dosa"
Silahkan Anda
crosscheck kembali ayat al-Quran tentang kewajiban shaum (QS. Al-Baqarah [2]:
183). Coba perhatikan, siapa yang diseuru oleh Allah di awal ayat tersebut yang
kemudian ditetapkan kewajiban shaum kepadanya?
Yes! Yang Allah
seru untuk menjalankan ibadah shaum adalah alladzîna āmanu, orang-orang
yang beriman. Ada makna yang tersirat bahwa hanya orang-orang beriman yang akan
mampu menjalankan ibadah shaum. Karena shaum bukan hanya kekuatan tubuh untuk
menahan lapar, dahaga dan jima pada waktu yang telah ditetapkan (dari masuk
waktu shalat shubuh hingga tiba waktu shalat maghrib). Lebih dari itu, shaum
secara esensi artinya menahan diri dari seluruh keburukan dan kemaksiatan diri yang
mafhum mukhalafah-nya kita terjun aktif dalam ibadah atau amal-amal
shaleh.
Selain ayat di
atas, dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
tentang dasar kita menjalankan ibadah shaum:
مَنْ صَامَ
رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Siapa yang menjalankan shaum Ramadhan
dengan penuh keimanan dan perhitungan (pengharapan), diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Syarat agar kita diampuni dosa dalam hadits
tersebut adalah menjalankan ibadah shaum dengan dasar keimanan dan penuh perhitungan
atau pengharapan. Saya ingin lebih ke pembahasan singkat tentang ihtisab.
Dalam Mufradat Alfazhil Quran dijelaskan:
احْتَسَبَ ابْنًا لَهُ أيْ اعْتَدَّ بِهِ عِنْدَ اللهِ
“Ihtisab (berharap) memiliki anak bermakna mengharapkannya di sisi
Allah.”
Ibnu
Hajar al-‘Asqalani menjelaskan hal ini dalam Fathul Bari. Beliau berkata:
الْمُرَادُ بِالْإِيْمَانِ
الْاِعْتِقَادِ بِفَرْضِيَةِ صَوْمِهِ، وَبِالْاِحْتِسَابِ طَلَبُ الثَّوَابِ مِنَ
اللهِ تَعَالَى
“Yang
dimaksud dengan iman (dalam hadits tersebut) adalah meyakini kewajiban
menjalankan shaumnya. Dan, yang dimaksud ihtisab adalah mencari pahala dari
Allah Ta’ala.”
Al-Khathabi
menjelaskan pula:
احْتِسَابًا أَيْ
عَزِيْمَةً وَهُوَ أَنْ يَصُوْمَهُ عَلَى مَعْنَى الرَّغْبَةِ فِي ثَوَابِهِ طَيِّبَةً
نَفْسَهُ بِذلِكَ غَيْرَ مُسْتَثْقِلٌ لِصِيَامِهِ وَلَا مُسْتَطِيْلٌ لِأَيَّامِهِ
“Ihtisab
adalah azam yang kuat, yakni menjalankan ibadah shaum dengan penuh pengharapan
mendapat pahala dengan membersihkan hatinya terhadap ibadah shaum itu, tanpa
merasa terbebani karena shaumnya dan tidak merasa lama dalam menjalani hari-harinya.”
Berdasarkan
penjelasan tersebut, arti dari ihtisab adalah pengharapan mendapat pahala dari
ibadah shaum. Kalau kita perhatikan akar kata pembentuk kata ihtisab ini berasal
dari kata:
حَسِبَ –
يَحْسَبُ – حَسْبًا وَ حُسْبَانًا
“Menghitung, perhitungan.”
Dari kata
dasarnya kita bisa memahami bahwa ihtisab dalam ibadah shaum itu bermakna penuh
perhitungan dan hitung-hitungan bahwa jika diamalkan akan mendapat pahala dan
jika ditinggalkan mendapat murka Allah SWT.
Jika menggunakan
diksi lain dalam Surat Fathir ayat 29 ibadah yang direpresentasikan oleh tilawah,
shalat dan infak, disebut dengan tijarah (perdagangan, jual beli). Mudah
dipahami bahwa proses jual beli itu deal setelah kedua pihak hitung-menghitung
keuntungan masing-masing. Setelah itu barulah terjadi transaksi.
Ibadah termasuk
shaum disebut tijarah karena terdapat proses hitung-meghitung pahala dan
murka di dalam diri kita sehingga kita memutuskan untuk “deal transaksi”
menjalankan ibadah shaum tersebut. Proses ini fitrah dan memang Allah dan
Rasul-Nya menstimulus ini dengan memberikan iming-iming pahala dan kebaikan berlipat
ganda.
Inilah makna
esensi dari ihtisab sebagaimana yang Nabi jelaskan di samping iman: penuh
pengharapan setelah menghitung-hitung implikasi menjalankan atau meninggalkannya.
Jika menjalankan mendapat pahala dan ampunan dosa yang telah lalu. Jika ditinggalkan
akan mendapat murka Alla SWT.
Wallahu a’lam
Video Kajiannya bisa dilihat di sini: Imanan & Ihtisaban Dasar Shaum Pengampun Dosa
Ahad, 3 Ramadhan 1441 H/26 April 2020 M
Komentar
Posting Komentar
Sharing Yuk...!