Diari Ilmu #5 - Karakter Utama Takwa: Hati-Hati dan Waspada
Visi Shaum
Sudah sama-sama
kita pahami bahwa visi shaum yang ditegaskan langsung oleh Allah SWT dalam
al-Quran adalah agar
kita menjadi orang-orang yang bertakwa.
Silahkan flashback lagi ke Surat al-Baqarah ayat 183. Oleh karena itu, dalam
pra, proses dan paska ibadah shaum kita harus benar-benar memerhatikan visi
tersebut. Maklum, kita ini manusia yang suka lupa selain banyak salah.
Hal ini
harus masuk pada konten Ramadhan Plan sebagaimana dalam Diari Ilmu #2 “Let’s
Plan Our Ramadhan”. Karena, dari visi inilah sebenarnya kita membuat
perencanaan ibadah di bulan Ramadhan (dan bulan-bulan lainnya) yang kemudian
dengan penuh komitmen kita laksanakan.
Nah,
untuk memberikan gambaran tentang visi shaum ini, secara ringkas akan saya
sajikan “hidangan” sederhana. Semoga menjadi bahan untuk sekedar menambah
khasanah keilmuan atau mungkin menjadi bahan renungan dan inspirasi dalam
membangun ketakwaan di dalam diri kita.
Arti
Takwa
Secara
bahasa, takwa merupakan isim musytaq yang berasal dari kata:
وَقَى – يَقِى –
وِقَايَةً وَوِقَاءً
Menurut
ar-Raghib al-Ashfahani, dalam Mu’jamu Mufradati Alfazhil Quran, makna
dari kata tersebut adalah:
حِفْظُ
الشَّيْئِ مِمَّا يُؤْذِيْهِ وَيَضُرُّهُ
“Menjaga
sesuatu dari hal-hal yang menyakiti dan membahayakan.”
Dari
kata tersebut kemudian muncul kata takwa. Masih menurut ar-Raghib al-Ashfahani,
definisi takwa adalah:
جَعْلُ
النَّفْسِ فِى وِقَايَةٍ مِمَّا يَخَافُ
“Menjadikan
diri berada dalam penjagaan dari hal-hal yang ditakuti.”
Menurut
beliau, terkadang takwa diartikan dengan al-khauf (takut). Maka, makna secara
bahasa takwa berarti takut, menjaga, memelihara.
Dalam
istilah syariat, ar-raghib mejelaskan:
وَصَارَ التَّقْوَى
فِى تَعَارُفِ الشَّارِعِ حِفْظَ النَّفْسِ عَمَّا يُؤْثِمُ وَذلِكَ بِتَرْكِ
الْمَحْظُوْرِ وَيَتِمُّ ذلِكَ بِتَرْكِ بَعْضِ الْمُبَاحَاتِ
“Dalam
istilah-istilah syariat, takwa bermakna menjaga diri dari hal-hal yang
menyebabkan dosa dengan meninggalkan hal-hal yang dilarang dan menjadi sempurna
dengan meninggalkan sebagian hal-hal yang mubah.”
Karakter
Utama
Setelah
memahami definisi takwa dari segi bahasa dan istilah syariat sebagaimana di
atas, kita bisa memahami bahwa karakter takwa itu adalah menjaga diri kita dari
pemantik dosa dengan teknis meninggalkan apa yang Allah larang. Larangan tersebut
bisa hal-hal yang haram (larangan yang memaksa untuk ditinggalkan). hal-hal
yang makruh (larangan yang tidak memaksa untuk ditinggalkan, namun jika
ditinggalkan poin plusnya akan dapat pahala) dan sebagian perbuatan yang mubah
(tidak ada pahala, tidak pula ada dosa di dalamnya). Mungkin bisa dipertegas
dengan meninggalkan hal-hal yang sia-sia.
Menguatkan
definisi inti tersebut, ada sebuah dialog antara Ubay bin Ka’ab dan Umar bin
Khathab tentang karakter utama takwa. Umar bertanya kepada Ubay, “Apa itu
takwa?”
Ubay
menjawab, “Wahai Amirul Mu`minin, apakah Anda pernah berjalan di sebuah jalan
yang ada duri?”
Umar
menjawab, “Ya.”
Ubay
bertanya kembali, “Apa yang Anda lakukan?”
Umar
menjawab:
أُشَمِّرُ عَنْ
سَاقِي وَأَنْظُرُ إِلَى مَوَاضِعَ قَدَمَيَّ وَأُقَدِّمُ قَدَمًا وَأُؤَخِّرُ أُخْرًى
مَخَافَةً أَنْ تُصِيْبَنِي شَوْكَةٌ
“Aku menyingsingkan celanaku
dan memerhatikan tempat-tempat kakiku. Aku berjalan pelan-pelan karena takut
terkena duri.”
Maka,
Ubay berkata, “Itulah takwa.”
Dari
dialog tersebut, kita bisa mengambil inti makna bahwa takwa itu berhati-hati
dan waspada. Berhati-hati
dari apa? Dari seluruh hal yang mengakibatkan dosa, dari kelalaian, dari
kesia-siaan, dan dari hal-hal yang dibenci oleh Allah SWT.
Inilah
yang harus menjadi perhatian kita bahwa selama kita shaum kita sangat
berhati-hati agar tidak makan, minum atau berjima di waktu yang telah
ditentukan. Selain itu, kita berhati-hati untuk tidak melakukan yang bisa
mengurangi bahkan membatalkan pahala shaum. Berhati-hati dalam bicara, berhati-hati
untuk tidak ghibah dan buhtan (tuduhan bukan fakta), berhati-hati
dalam tindakan, berhati-hati dalam beramal, dan berhati-hati dalam segala hal
agar terhidar dari keburukan dunia-akhirat.
Semua ini,
dasarnya adalah al-khauf (takut) sebagaimana makna yang menempel pada
kata takwa itu sendiri. Nah, sikap inilah kemudian diimplementasikan di dalam
kehidupan sehari-hari, tidak hanya di bulan Ramadhan.
Ada lagi
atsar lain tentang takwa. Pertama ucapan Ali bin Abu Thalib berikut:
التَّقْوَى هِيَ
الْخَوْفُ مِنَ الْجَلِيْلِ وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ وَالْقَنَاعَةُ بِالْقَلِيْلِ
وَالْاِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيْلِ
“Takwa
adalah takut kepada Allah, mengamalkan al-Quran, merasa cukup terhadap nikmat
yang sedikit dan mempersiapkan amal untuk hari akhir.”
Kedua,
perkataan Ibnu Mas’ud:
أَنْ يُطَاعَ
اللهُ تَعَالَى فَلَا يُعْصَي وَيُذْكَرُ فَلَا يُنْسَى وَأَنْ يُشْكَرَ فَلَا يُكْفَرَ
“(Takwa
itu) Allah Ta’ala ditaati dan tidak dimaksiati, diingat dan tidak dilupakan,
disyukuri dan tidak dikufuri.”
Demikian
penjelasan singkat tentang ketakwaan. Bahwa, ketika shaum itu tujuan utamanya
adalah membentuk karakter takwa, maka karakter takwa sebagaimana dijelaskan
singkat di atas, mudah-mudah bisa kita implementasikan.
Allahul
musta’an, wallahu a’lam
Selasa, 5 Ramadhan 1441 H/28 April 2020 M
Video Kajiannya bisa dilihat di sini: Karakter Utama Takwa
Komentar
Posting Komentar
Sharing Yuk...!