The Power of Tega Mendidik Anak Untuk Shalat


Mendidik Shalat
Orang tua yang visioner menginginkan anaknya tidak hanya sukses di dunia, di akhirat pun ingin meraih kemenangan (masuk surga). Tidak ada yang tega anaknya disiksa di dalam neraka. Cita-cita utama semua keluarga muslim masuk surga sekeluarga. Maka, tugas utama orang tua muslim ya menanamkan nilai-nilai agama dan melakukan proses ta`dib. Dan, proses ta`dib ini tidak cukup hanya dengan mulut tetapi sangat efektif dengan teladan.

Salah satu proses ta`dib yang secara sharih dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ta`dib shalat. Bagaimana orang tua mengkondisikan agar anaknya menjaga shalat: menjaga wudhunya, menjaga waktunya, menjaga jama’ahnhya dan menjaga tepat shalatnya. Dalam arti lain, dalam perkara shalat orang tua wajib mendidik bagaimana wudhu yang benar, men-ta`dib agar anak shalatnya di awal waktu, berjamaah dan dilakukan di masjid. Dan, kembali ke kosep tadi bahwa ta`dib tidak boleh hanya dengan lisan (perintah, larangan) tetapi juga harus memerlihatkan “sample” yang dilakukan orang tua.


Sebagai orang tua yang juga menginginkan kondisi ideal ini, kami terus berusaha agar anak kami menjaga shalat sesuai dengan titah Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana ayat dan hadits berikut:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha [20]: 132).

مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Perintahkan anak-anak kalian untuk mendirikan shalat ketika mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka ketika usianya sudah 10 tahun. Dan, pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud dan Ahmad).

Bahkan, kesan dalam dalil yang kedua, Rasulullah memerintahkan memukul jika usianya 10 tahun tetapi enggan untuk shalat. Ini semacam paksaan. Karena sejatinya membentuk karakter itu ya salah satunya bisa diawali dengan paksaan. Karakter itu sendiri secara bahasa artinya mengukir, ukiran. Yang namanya mengukir untuk membuat ukiran yang menggunakan alat-alat tajam yang menusuk dan menyayat-nyayat sang kayu. Si kayu merasa sakit tetapi setelah proses “ta`dib” itu berlangsung, ya hasilnya menjadi karya seni yang bernilai tinggi.

Kenapa Rasulullah kesannya memaksa? Karena Rasulullah sedang membentuk karakter yang salah satunya dengan ibadah shalat. Hasilnya memang tidak akan terlihat hari ini, instan. Namun, kelak buahnya anak-anak kita menjadi wasilah surga. Selain dirinya masuk surga, ia bisa mengangkat derajat kita, orang tuanya, di surga.

Jika ditanyakan kok tega sih kan ia masih kecil?

Gini deh… Saya berikan gambaran kongkrti saja. Misalnya proses ta`dib shalat shubuh di awal waktu, berjamaah dan di masjid. Sebelumnya saya ingatkan kembali bahwa proses ta`dib berarti bukan hanya memerintah tetapi juga mengajak bersama-sama. Dalam proses ta`dib shalat shubuh, saat orang tua membangunkan anaknya untuk shalat shubuh dan si anak sukar dibangunkan, terkadang si orang berangapan ah kasian masih kecil ini. Dibangunkan lagi, si anak masih suar, ah kasian nanti saja. Saat dibangunkan lagi, demikian seterusnya. Tetapi, giliran sudah siang dan si anak harus berangkat sekolah, apa tindakan orang tua? Biasanya sih dibarengi dengan paksaan, bahkan ada yang sampai disiram. Akhirnya si anak bangun dengan keadaan terpaksa dan kemudian menuruti orang tua. Meski mungkin saja ada yang merasa tidak nyaman kemudian berontak.

Nah, yang sangat saya sayangkan adalah kenapa saat anak harus shalat shubuh di awal waktu, berjamaah di masjid orang tua tidak memaksanya, giliran harus ke sekolah anak di paksa bangun? Memang, apa bedanya memaksa anak bangun untuk shalat shubuh di awal waktu, berjamaah di masjid dengan memaksa anak bangun untuk sekolah?

Disinilah “kekuatan” tega harus diaktifkan. Saya beberapa berdiskusi dengan teman-teman yang konsen di bidang parenting. Dan, ternyata mereka tidak menafikan sikap tega dalam mendidik anak. Kehilangan tega bisa berdampak pada hasil pendidikan yang tidak sesuai ekspektasi.

Saya mulai mempraktekkan hal ini. Anak saya yang masih berusia 6 tahun lebih saya ta`dib dalam urusan shalat termasuk yang saya sangat tekankan adalah tadib shalat isya dan shalat shubuh: di awal waktu, berjamaah di masjid. Tidak ada maksud lain saya ceritakan ini agar menjadi semacam pemicu dan pemacu saya agar lebih istiqomah dan tentu mengajak semua ayah khususnya untuk melakukan hal ini sebagai wujud patuh pada titah Allah dan Rasulullah sebagaimana dalil di muka.

Setiap ayah, dalam proses ta`dib ini, mungkin akan menemukan cerita-cerita unik dan makjleb. Terkadang si anak melontarkan pertanyaan yang sama sekali kita harus memutar otak untuk menjawabnya. Anak saya, Yuri, misalnya. Dalam suatu kesempatan untuk shalat shubuh, selepas wudhu ia bertanya, “Abi, kunaon shalat teh kedah wayah kieu?” (Kenapa shalat itu harus waktu ini?) Pertanyaan ini dilontarkan setelah ia mengaku lelah.

Saya tidak langsung menjawab. Saya ajak dulu keluar menuju masjid. Dalam perjalanan saya alihkan dulu topiknya. Tidak langsung menjawab pertanyan Yuri tadi. “Yuri, kalau Yuri minta tolong sama Abi, enaknya Abi memenuhi atau menolak?” Jawabnya, “Memenuhi.”

“Yuri, kalau Yuri minta sesuatu sama Abi, enaknya Abi memberi atau tidak?” Tanya saya lagi. “Memberi.” Jawabnya rigan.

“Nah, gitu juga sama Allah. Allah menyuruh kita shalat, enaknya kita taat atau tidak sama Allah?” timbalku.

“Taat.” Begitu jawab Yuri. Simpel.

Di perjalanan pulang saya buka kembali topik yang ditanyakan tadi. “Yuri, kunaon cik shalat shubuh kedah wayah kieu?” Saya nanya masih memikirkan jawabannya. Jawaban yang rasional bagi anak-anak.

Inti dari jawaban saya adalah malaikat sedang “berkeliling” mengabsen orang yang sedang beribadah. Jika kita sedang tidur ya tidak akan keabsen oleh malaikat. Rugi. Sementara itu jawaban saya sambil meminta bantuan Anda sekalian. Bagaimana jawaban yang bisa dinilai rasional di mata anak saya ini. Meski tidak setiap pertanyaan tentang syariat harus rasional. Hehe…

Wallahu a’lam

Al-Faqir bil ‘Ilmi
Abiena Yuri (FBIG)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Empat Tanda Memeroleh Kebaikan Dunia dan Akhirat

Dunia Bagai Lautan Yang Dalam, Banyak Orang Tenggelam - Nasehat Luqmanul Hakim

Ibnu Mas'ud, "Sesungguhnya Aku Benci Seseorang Yang Menganggur"

Da`ul Umam: Penyakit Hati Penyakit Masyarakat

Tahukah Anda Apa Makna Salam Dua-Tiga Jari Metal?