Selama Ajal Masih Tersis, Rezeki Akan Datang - Jaminan 8 Pintu Rezeki


Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (ulama Islam abad ke-8 H) rahimahullah Ta’ala berkata:

فَرِّغْ خَاطِرَكَ لِلْهَمِّ بِمَا أُمِرْتَ بِهِ وَلَا تَشْغَلْهُ بِمَا ضُمِنَ لَكَ فَإِنَّ الرِّزْقَ وَالْأَجَلَ قَرِيْنَانِ مَضْمُوْنَانِ فَمَا دَامَ الْأَجَلُ بَاقِيًا كَانَ الرِّزْقُ آتِيًا وَإِذَا سَدَّ عَلَيْكَ بِحِكْمَتِهِ طَرِيْقًا مِنْ طُرُقِهِ فَتَحَ لَكَ بِرَحْمَتِهِ طَرِيْقًا أَنْفَعَ لَكَ مِنْهُ

“Fokuskan pikiranmu memikirkan apa yang telah diperintahkan kepadamu. Jangan terlalu sibuk dengan rezeki yang telah dijamin untukmu. Sesungguhnya rezeki dan kematian adalah dua hal bersamaan yang telah dijamin. Selama ajal masih tersisa, rezeki akan datang. Jika (Allah) dengan hikmah-Nya, menutup sebuah jalan rezeki, maka dengan rahmat-Nya Allah akan membuka untukmu jalan lain yang lebih bermanfaat darinya.”

Dari perkataan Ibnul Qayyim rahimahullah Ta’ala tersebut setidaknya kita dapat mengambil dua pelajaran. Pertama, jangan terjebak kemewahan dunia, fokuslah pada nasib diri di akhirat kelak. Kedua, rezeki di dunia itu telah Allah jamin, jangan megkhawatirkannya.



Visi Ukhrawi
Keyakinan seorang muslim sebagaimana yang diajarkan Baginda Nabi bahwa hidup di dunia ini tidak selamanya. Jika sudah habis jatah usia, manusia akan mengalami kematian. Dan, kematian akan menjadi pintu masuknya diri kita ke alam yang kekal, yakni akhirat.

Berbekal keyakinan (keimanan) ini, wajar dan memang mesti kita memiliki visi akhirat yang jelas. Tentukan nasib kita di akhirat sekarang juga: mau nasib baik (selamat dari neraka dan masuk surga) ataukah nasib buruk (menjadi penghuni neraka). Pilihan ini tentunya memiliki konsekuensi. Oleh karena itu, menjalani konsekuensi memerlukan kesabaran: salah satu bentuk sabar adalah sabar dalam ketaatan kepada Allah.

Dalam hadits dijelaskan bahwa seluruh umat Nabi akan masuk surga kecuali yang menolak. Yang menolak masuk surga adalah yang bermaksiat kepada Nabi dan yang masuk surga adalah mereka yang taat. Maka, sabar dalam taat merupakan konsekuensi dalam mewujudkan nasib baik di akhirat.

Lalu, bagaimana dengan urusan dunia?

Antum a’lamu bi umuri dun-yakum, kalian yang lebih tahu tentang urusan dunia. Syaratnya cuma satu, jauhi maksiat saat mengushakan dunia. Dalam bahasa hadits tentang pekerjaan yang paling baik adalah wa kullu bai’in mabrurin,, setiap jual beli yang mabrur. Jual beli dalam hadits tersebut menjadi representasi usaha dunia. Artinya, apapaun usaha di dunia kita jadikan ia mabrur. Dalam istilah fiqih mabrur adalah sesuatu yang tidak bercampur padanya dosan dan kemaksiatan.

Jadi, selama tidak bermaksiat kepada Allah, silahkan kuasai dunia, bukan dikuasai dunia. Taklukkan dunia atas titah Allah dan Rasul-Nya.

Rezeki Delapan Pintu
Allah menjelaskan bagi orang-orang beriman dan beramal saleh akan mendapatkan ampunan dan rezeki yang sangat mulia. Lengkapnya bisa ditelaah dalam ayat berikut:

لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

“Supaya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Mereka itu adalah orang-orang yang baginya ampunan dan rezeki yang mulia.” (QS. Saba’ [34]: 4).

Kemudian, dalam ayat yang lain Allah menegaskan, “Dan siapa yang beriman kepada Allah dan mengerjakan amal saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya, selama-lamanya. Sungguh Allah membaguskan rezeki baginya.” (QS. ath-Thalaq [65]: 11).

Rezeki yang dimaksud bukan hanya di dunia, melainkan di akhirat berupa surga yang sarat nikmat dan hidup pasti kekal di dalamnya. Rezeki akhirat inilah yang harus menjadi fokus perhatian kita. Karena ia sama sekali belum dijamin oleh Allah.

Mari telaah kembali lanjutan perkataan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah Ta’ala...

“Perhatikanlah keadaan janin. Datang kepadanya makanannya berupa darah melalui satu jalan rezeki yaitu pusar. Ketika ia keluar dari perut ibunya dan terputus jalan rezekinya itu, maka (Allah) bukakan baginya dua jalan (dua puting). Allah mengalirkan pada dua jalan tersebut rezeki yang lebih baik dan lebih lezat dari yang pertama, yaitu susu yang murni dan bergizi.

Jika telah sempurna masa penyusuan dan terputus dua jalan dengan disapih, maka (Allah) membukakan empat jalan yang lebih sempurna, yaitu dua makanan dan dua minuman. Dua makanan berasal dari hewan dan tumbuhan, dua minuman berasal dari air dan susu serta apa saja yang serupa dengan keduanya dari hal-hal yang bermanfaat dan lezat.

Jika ia mati, terputuslah jalan yang empat. Tetapi Allah Yang Maha Suci membukakan untuknya delapan jalan (jika ia selamat), yaitu pintu-pintu surga yang jumlahnya delapan buah. Ia bebas masuk surga dari mana saja yang ia kehendaki.

Demikiankah Allah Yang Maha Suci. Tidak akan menahan sesuatu dari hamba-Nya yang beriman dalam urausan dunia, melainkan Dia akan memberikan kepadanya yang lebih agung dan lebih bermanfaat.”

Coba telaah sekali lagi, betapa indah diksi dan makna yang disampaikan Imam Ibnul Qayyim tersebut. Dari 1 pintu rezeki yang terputus, Allah buka 2 pintu rezeki. Ketika 2 pintu rezeki terputus, Allah buka kembali 4 pintu rezeki. Dan, ketika 4 pintu rezekinya terputus, Allah bukakan kembali 8 pintu rezeki. Kita bebas menikmati rezeki melalui pintu yang manapun. Subhanallah, Maha Suci Allah.

Ini menguatkan bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik dari arah yang lain ketika pintu rezeki yang sedang ditempuh ternyata harus terputus. Jika dicontohkan secara kongkrit, saat seorang karyawan di-PHK, maka setelah pintu rezekinya melalui perusahaan tempat ia bekerja ditutup, Allah sudah menyiapkan baginya pintu-pintu lain yang lebih banyak dan lebih baik. Tinggal klik saja dengan ikhtiar sesempurna mungkin.

Pada ujungnya kelak, jika semua pintu rezeki dunia Allah tutup, maka Allah akan membuka 8 pintu surga sebagai rezeki paling agung, paling besar dan paling mulia.

Wallahu a’lam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Empat Tanda Memeroleh Kebaikan Dunia dan Akhirat

Melakukan Hal Tak Penting, Malah Kehilangan Hal yang Penting

Filosofi Masalah dalam Kehidupan