Cir-ciri Orang Bertakwa - Tafsir Q.S. al-Baqarah Ayat 3
اَلَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ
الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ
“(yaitu) mereka
yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan
sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”
(Q.S.
al-Baqarah [2]: 3)
“Hudan lil muttaqin (petunjuk bagi
orang-orang bertakwa)” demikian akhir firman Allah dalam ayat kedua. ayat kedua
tersebut merupakan penegasan Allah bahwa al-Kitab (al-Quran) itu tidak ada
keraguan di dalamnya. Otentisitasnya sudah dibuktikan oleh para ahli. Mulai dari
ilmu fiska, kimia, biologi, sampai pada kesehatan. Kitab yang tidak ada
keraguan ini ditandaskan sebagai pedoman atau petunjuk bagi orang-orang
bertakwa.
Lalu, bagaimanakah karakteristik takwa
itu?
Nah ayat ketiga ini menguraikan tentang
ciri-ciri orang bertakwa. Mari kita telusuri…
Ciri #1
Beriman pada yang Gaib
Iman secara bahasa artinya at-tashdiq
(membenarkan). Beriman berarti membenarkan. Sedangkan gaib ialah yang tak dapat
ditangkap oleh pancaindera. Percaya kepada yang gaib berarti mengitikadkan (meyakini)
adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera, karena
ada dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti: adanya Allah,
malaikat-malaikat, hari akhirat dan sebagainya.
Dasar keyakinan pada yang gaib ini adalah
nash-nash dalam al-Quran maupun hadits. Bukan pengalaman empiris atau
pengalaman mistis. Karena, yang gaib itu adalah yang tidak bisa ditangkap
pancaindera.
Nah, orang bertakwa meskipun ia tidak
pernah memiliki pengalaman empiris atau mistis, ia tetap yakin bahwa yang gaib
itu ada: Allah SWT, malaikat, pahala, alam barzah, alam akhirat, surga dan
neraka.
Ciri #2
Mendirikan Shalat
Shalat menurut bahasa Arab artinya doa. Menurut
istilah syara' ialah ibadah yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan
disudahi dengan salam, yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan
kerendahan diri kepada Allah. Mendirikan shalat ialah menunaikannya dengan
teratur, dengan melangkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik
yang lahir ataupun yang batin, seperti khusyu', memperhatikan apa yang dibaca
dan sebagainya.
Sayyid Quthb menjelaskan bahwa shalat
merupakan bentuk komunikasi antara seorang hamba dengan Allah SWT. Saat ia
menafsirkan ayat ke-45 dalam Surat al-Baqarah, ia menjelaskan:
إِنَّ
الصَّلَاةَ صِلَةٌ وَلِقَاءٌ بَيْنَ الْعَبْدِ وَالرَّبِّ
“Sesungguhnya shalat adalah komunikasi
dan pertemuan antara seorang hamba dengan rabbnya.”
Pertanyaannya adalah sudahkah kita merasa
sedang bekomunikasi dan bertemu dengan Allah SWT saat mendirikan shalat? Ini perlu
dievaluasi dan ditindaklanjuti agar shalat kita adalah shalat yang “dua arah”. Merasakan
kehadiran Allah dan kita benar-benar merasa Allah menyambut komunikasi kita.
Nah, orang bertakwa merupakan orang yang
senantiasa mendirika shalat. Ia senantiasa menjaga wudhunya dengan benar,
waktunya senantiasa terpelihara (di awal waktu), berjamaahnya, dzikir-dzikir ba’da
shalat, dan shalat-shalat sunatnya yang lain. Selain itu, ia menjaga
nilai-nilai shalat di luar shalat. Dalam arti lain, ia menjaga akhlak mulia di
luar shalat. Karena, salah satu yang menyebabkan rusaknya bahkan gugurnya
pahala shalat adalah akhlak yang tercela.
Ada sebuah hadits berbunyi:
قِيْلَ
لِرَسُوْلِ اللهِ ص إِنَّ فُلَانَةَ تَصُوْمُ النَّهَارَ وَتَقُوْمُ اللَّيْلَ وَ
هِيَ سَيِّئَةُ الْخُلُقِ تُؤْذِى جِيْرَانَهَا بِلِسَانِهَا قَالَ لَا خَيْرَ
فِيْهَا هِيَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ
Dikatakan
kepada Rasulullah saw., “Sesungguhnya si Fulanah shaum di siang hari dan
tahajud di malam hari. Namun akhlaknya buruk. Ia suka menyakiti hati
tentangganya dengan mulutnya.”
Rasulullah
bersabda, “Tidak ada kebaikan pada diri Fulanah itu. Ia termasuk ahli neraka.” (H.R. Ahmad).
Sebaliknya, akhlak yang terpuji merupakan
hal yang bisa memasukkan seseorang ke dalam surga. Bahkan posisi akhlak pemasuk
ke dalam surga berada pada posisi kedua setelah takwa.
Nabi saw. bersabda:
سُئِلَ
عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ قَالَ تَقْوَى اللهِ وَحُسْنُ
الْخُلُقِ وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ
اَلْفَمُ وَ الْفَرَجُ
Rasulullah
ditanya tentang sesuatu yang akan memasukkan manusia ke dalam surga. Rasulullah
menjawab, “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.”
Rasulullah
pun ditanya tentang sesuatu yang bisa memasukkan seseorang kepada neraka.
Rasulullah menjawab, “Mulut dan kemaluan.” (H.R. Tirmidzi).
Ciri #3
Infak dari Sebagian Rezeki
Rezeki merupakan segala yang dapat
diambil manfaatnya. Menafkahkan sebagian rezeki adalah memberikan sebagian dari
harta yang telah direzekikan oleh Allah kepada orang-orang yang berhak, seperti
orang-orang fakir, orang-orang miskin, kaum kerabat, anak-anak yatim dan
lain-lain.
Infak banyak manfaatnya. Satu di
antaranya adalah infak dapat melipatgandakan harta. Hal ini dijelaskan oleh
Nabi saw. dalam sabdanya:
مَا
نَقَصَ مَالُ عَبْدٍ مِنْ صَدَقَةٍ
“Harta seorang hamba tidak akan berkurang
karena sedekah.” (H.R. Tirmidzi).
Jika dikatakan tidak berkurang, minimal
tetap, maksimal bertambah. Lah kok tetap, kan dikeluarkan. Ya, secara matematis
begitu: 10 – 3 = 7. Namun, perhitungan Allah tidak demikian. Justru, 10 – 3 =
30 atau 2.100.
Kok bisa? Kan dalam al-Quran pahala
kebaikan itu minimal sepuluh kali lipatnya maksimal tidak terhitung. Jadi,
kalau infak 3 dari 10, yang disimpan adalah 3. Karena, yang 7 akan habis untuk
konsumsi dan akhirnya mengalir ke selokan. Angka 3 ini kemudian dikali 10
(ganjaran minimal) atau 700 (ganjaran ideal) bahkan tidak terhingga.
Jadi, mau jadi orang bertakwa? Kalau begitu,
infakkanlah sebagian harta kita untuk orang-orang yang berhak.
Siap…???
Artikel yang santa bermanfaat.
BalasHapusSalam...
Semoga bermanfaat... :)
BalasHapusmudah-mudahan bermanfaat artikelnya
BalasHapusterbaik
BalasHapusmaaf mau nambahin resensi aja nih kajian tafsir alquran surah albaqarah aya ke 3 dari kitab tafsir al munir karya syeh nawawi al jawi
BalasHapus