Awal Mula Abdurrahman bin 'Auf Kaya Raya

Selepas hijrah ke Madinah, para muhajir banyak ditawari rumah singgah, bahkan ada muhajir yang dihadiahi istri oleh Anshar setelah terlebih dulu dicerai.

Namun berbeda dengan Abdurrahman bin 'Auf. Saat beliau ditawari Sa'ad bin Rabi' beliau hanya meminta ditunjukkan letak pasar. Kemudian  Abdurrahman bin 'Auf menuju pasar menemui salah seorang penjual cangkul di salah satu jongko.

Beliau membeli 5 buah cangkul dengan pembayaran jatuh tempo atau ditunda. Dengan modal kepercayaan (trust), beliau membawa kelima cangkulnya kemudian berkeliling pasar untuk menjualnya.

Dalam satu hari itu beliau berhasil menjual seluruh cangkul. Tak lama, hutangnya hari itu juga ia bayar.

Keesokan harinya, Abdurrahman bin 'Auf melakukan proses transaksi yang sama: mengambil 20 buah cangkul dengan pembayaran ditunda. Terus berlanjut, hinggal dalam satu bulan Abdurrahman bin 'Auf berhasil memiliki sebuah ruko di pasar itu.

Kecerdasan dalam bisnisnya tidak berhenti di sana. Melihat pasar terlalu padat dan beliau menemukan sebidang tanah yang cukup lapang, naluri bisnisnya berjalan. Beliau melihat hal itu sebagai peluang.

Lantas beliau menemui pemilik tanah tersebut dan melakukan lobi untuk membangun pasar di sana sebagai alternatif bagi para pedagang baru.

Alhasil, Abdurrahman bin 'Auf membangun pasar di sana dan para pedagang bebas dan gratis berjualan. Pasarnya lebih nyaman, lebih rapi dan bersih. Jika ada yang mau bayar, ia tidak ditarget. Sukarela saja.

Dalam waktu 1 bulan, Abdurrahman 'Auf berhasil mengumpulkan harta yang sangat banyak dan beliau bisa menikahi wanita salehah dari kaum Anshar.

Atsar ini mengajarkan bahwa membangun kemandirian adalah pilihan terbaik. Termasuk dalam hal ekonomi. Dan, pada kenyatannya hal ini pun dituntun agama. Selain itu, banyak ajaran Islam yang langsung terkait dengan harta. Ibadah zakat dan infak, perlu harta. Ibadah haji dan umrah juga butuh harta. Membangun masjid dan sekolah tentu dan pasti perlu harta. Makanya, Islam mewajibkan kaum muslim memiliki harta. Terlepas dari hasil, yang pasti Islam memerintah mencari bagian di dunia selain fokus mencari bagian di akhirat (lihat Q.S. al-Qashash 77).

Sekali lagi, menjadi muslim kaya bahkan konglomerat hukumnya fardhu kifayah. Harus ada di antara komunitas kaum muslimin yang kaya dan derma. Inilah yang Nabi bangun saat di Mekah dan Madinah: masjid dan pasar. Masjid sebagai pusat peradaban dan kaderisasi ulama, pasar sebagai pusat pembangunam ekonomi produktif umat. Keduanya sinergis dalam jihad.

Wallahu a'lam

**disunting dari kajian Ust. Khalid Basmalah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dunia Bagai Lautan Yang Dalam, Banyak Orang Tenggelam - Nasehat Luqmanul Hakim

Empat Tanda Memeroleh Kebaikan Dunia dan Akhirat

Ibnu Mas'ud, "Sesungguhnya Aku Benci Seseorang Yang Menganggur"

Da`ul Umam: Penyakit Hati Penyakit Masyarakat

Tahukah Anda Apa Makna Salam Dua-Tiga Jari Metal?