ِAmbisi Jabatan, Mau Apa?
Kepemimpinan itu Fitrah
Islam agama syumuliyah (komprehensif): seluruh
aspek kehidupan diatur oleh Islam. Tidak terlepas, masalah kepemimpinan
merupakan bagian dari konten (isi) syariat Islam. Banyak hadits yang
menjelaskan tentang kepemimpinan dari skala kecil sampai skala besar.
Nabi saw.
bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan diminta
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (H.R. Bukhari).
Dalam hadits lain, Rasulullah saw. menyampaikan titah:
إِذَا خَرَجَ ثَلَاثَةٌ فِي سَفَرٍ
فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ
“Jika tiga orang keluar untuk melakukan
perjalanan, maka angkatlah salah satu sebagai pemimpin.” (H.R.
Abu Daud).
Kedua
hadits tersebut menjadi representasi bahwa Islam sangat memerhatikan masalah
kemepimpinan di masayarakat. Tentunya ada visi dan misi yang Nabi surat dan
siratkan di dalamnya. Satu di antaranya adalah masalah trilogi Islam: aqidah,
syariah, dan akhlaq. Dalam arti lain, kepemimpinan yang dikehendaki Islam
adalah kepemimpinan yang menegakkan aqidah yang benar dan lurus, membenarkan syariah
(ibadah, muamalah), dan menuntun umat agar memiliki akhlak yang mulia.
Maka,
tiga syarat utama menjadi pemimpin adalah salimul aqidah (aqidahnya
selamat), shahihul ibadah (ibadahnya benar), dan karimatul akhlaq
(akhlaknya mulia). Tentunya, leadership skill atau kemampuan dalam
kepemimpinan tetap disyaratkan.
Hukum Meminta Jabatan
Lalu, bagaimana jika dalam fitrah kepemimpinan
tersebut ada orang yang mencari dan meminta jabatan, sampai blusukan segala bahkan sampai menghabiskan
dana lumayan besar?
Jawabannya langsung ditegaskan oleh Rasulullah saw.:
يَا عَبْدَ
الرَحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ، لاَ تَسْأَلِ اْلإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ
أُعْطِيْتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أَعِنْتَ عَلَيْهَا وَإِنْ أَعْطِيْتَهَا
عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا
“Wahai
Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kepemimpinan. Karena, jika engkau diberi tanpa memintanya,
niscaya engkau akan ditolong oleh Allah. Namun
jika kepemimpinan diserahkan kepadamu karena permintaan,
pasti akan dibebankan kepadamu (tidak ditolong)”.
(HR.
Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits lain, Rasulullah dengan
tegas menjelaskan:
إِنَّا لاَ نُوَلِّي هَذَا مَنْ سَأَلَهُ وَلاَ مَنْ حَرَصَ
عَلَيْهِ
“Kami
tidak menyerahkan kepemimpinan ini kepada orang yang memintanya dan tidak pula kepada
orang yang berambisi untuk mendapatkannya”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dari dua
hadits tersebut sangat jelas dan tegas bahwa umat Islam tidak boleh nyosor-nyosor
mencari jabatan. Mau apa selain kepentingan pribadi atau golongan? Mencari
dunia dan harta? Mencari sensasi? Mencari harga diri? Mencari kemuliaan? Tidak!
Bukan itu yangdiajarkan Islam. Justru kehinaan dan penyesalan lah yang akan
didapat kelak.
Tegas
Nabi:
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُوْنَ عَلَى اْلإِمَارَةِ، وَسَتَكُوْنُ
نَدَامَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya
kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan,
padahal kelak di hari kiamat ia akan menjadi penyesalan”. (HR. Bukhari).
Bagaimana Jika Diamanahi?
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana jika seseorang
tidak meminta jabatan tetapi ia diberi mandat oleh umat?
Syaikh Ibnu al-Utsaimin rahimahullah
berfatwa, “Seseorang yang meminta jabatan seringnya bertujuan untuk
meninggikan dirinya di hadapan manusia, menguasai mereka, memerintah dan
melarangnya. Tentunya tujuan yang demikian ini buruk. Maka sebagai balasannya,
ia tidak akan mendapatkan bagiannya di akhirat. Oleh karena itu seseorang
dilarang untuk meminta jabatan.” (Syarh Riyadhus Shalihin, 2: 469).
Lanjut beliau, “Sepantasnya bagi
seseorang tidak meminta jabatan apapun. Namun bila ia diangkat bukan karena
permintaannya, maka ia boleh menerimanya. Akan tetapi jangan ia meminta jabatan
tersebut dalam rangka wara’ dan kehati-hatiannya dikarenakan
jabatan dunia itu bukanlah apa-apa.” (Syarh Riyadhush Shalihin, 2: 470).
Komentar
Posting Komentar
Sharing Yuk...!