Tidak Ada Kaitan Antara Shaum Arafah dengan Wukuf di Arafah



Ramai didiskusikan bahwa shaum Arafah itu harus bersamaan/sesuai dengan wukuf di Arafah.

Pernyataan ini KELIRU. Yang benar adalah shaum Arafah itu harus pada tanggal 9 Dzul Hijjah. Bukan harus sesuai dengan waktu wukuf di Arafah.

Dalilnya:
كَانَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ
“Rasulullah saw. shaum Tis’a Dzilhijjah, hari Asyura, tiga hari setiap bulan, dan shaum hari Senin-Kamis.” (H.R. Abu Dawud, Sunan Abu Daud, Juz VI:418, No. 2081; Ahmad, Musnad Ahmad, 45:311, No. 21302, 53:424. No. 25263, dan al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, IV:285, Syu’abul Iman, VIII:268).

Kalimat “tis’a dzil hijjah” artinya tanggal Sembilan Dzul Hijjah. Jelas bahwa Shaum Arafah itu bukan bertepatan dengan wukuf di Arafah tetapi harus tanggal 9 Dzul Hijjah.

Nah, jika di Indonesia tanggal 9 Dzul Hijjah 1435 H itu besok hari Sabtu, bertepatan dengan tanggal 4 Oktober 2014; maka di Indoensia Shaum Arafah dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 4 Oktober 2014 (kecuali bagi teman-teman yang menetapkan Idul Adha tanggal 4 Oktober 2014, maka hari ini [Jumat] adalah Shaum Arafah).

Sementara di Saudi ditetapkan bahwa tanggal 9 Dzul Hijjah 1435 H itu pada hari Jumat, 3 Oktober 2014. Maka, di Saudi bagi yang tidak melaksankan ibadah haji, shaum Arafahnya adalah hari Jumat, 3 Oktober 2014.

BEDA RUKYAT ANTAR NEGARA (?)
Imam Muslim membuat judul dalam kitab Shahihnya dengan kalimat ini:
بَاب بَيَانِ أَنَّ لِكُلِّ بَلَدٍ رُؤْيَتَهُمْ وَأَنَّهُمْ إِذَا رَأَوْا الْهِلَالَ بِبَلَدٍ لَا يَثْبُتُ حُكْمُهُ لِمَا بَعُدَ عَنْهُمْ
Bab penjelasan bahwa “Setiap Negara Memiliki Rukyat Masing-masing” dan jika mereka melihat hilal di satu negara, status hukumnya tidak tetap (tidak berlaku) di Negara yang jauh dari negara tersebut.

Judul yang dibuat oleh Imam Muslim ini berargumentasi dari hadits Kuraib yang diutus oleh Ummu al-Fadhl binti al-Harits ke Syam untuk menemui Muawiyah. ketika Sya’ban menjelang berakhir, di Syam Kuraib melihat hilal pada malam Jumat, berarti di Syam hari Sabtunya mulai shaum Ramadhan.

Namun, saat Kuraib datang ke Madinah, Ibnu Abbas menanyakan perihal hilal kepadanya, “Kapan engkau melihat hilal?”

Kuraib menjawab, “Kami melihat hilal pada malam Jumat.”

Ibnu Abbas bertanya kembali, “Engkau benar melihatnya?”
Kuraib menjawab, “Benar. Orang-orang juga melihat hilal. Kemudian mereka melaksanakan shaum (esok harinya) dan Muawiyah pun melaksanakan shaum.

Ibnu Abbas berkata, “Tapi kami melihat hilal pada malam Sabtu. Kemudian esoknya kami melaksanakan shaum hingga tiga puluh hari atau sampai kami melihat hilal (Syawal).”

Kuraib berkata, “Tidak kah cukup dengan rukyat dan shaumnya Muawiyah?”

Ibnu Abbas menegaskan, “Tidak. Demikialah Nabi memerintahkannya.”

Biar lebih jelas, berikut saya kutip haditsnya:
عَنْ كُرَيْبٍ أَنَّ أُمَّ الْفَضْلِ بِنْتَ الْحَارِثِ بَعَثَتْهُ إِلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ قَالَ فَقَدِمْتُ الشَّامَ فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ رَمَضَانُ وَأَنَا بِالشَّامِ فَرَأَيْتُ الْهِلَالَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فِي آخِرِ الشَّهْرِ فَسَأَلَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلَالَ فَقَالَ مَتَى رَأَيْتُمْ الْهِلَالَ فَقُلْتُ رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ أَنْتَ رَأَيْتَهُ فَقُلْتُ نَعَمْ وَرَآهُ النَّاسُ وَصَامُوا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ فَقَالَ لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلَا نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلَاثِينَ أَوْ نَرَاهُ فَقُلْتُ أَوَ لَا تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ فَقَالَ لَا هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Bahwa Ummu Fadhl bintu al-Harits pernah menyuruhnya untuk menemui Muawiyah di Syam, dalam rangka menyelesaikan suatu urusan. Setibanya di Syam, saya selesaikan urusan yang dititipkan Ummu Fadhl. Ketika itu masuk tanggal 1 ramadhan dan saya masih di Syam. Saya melihat hilal malam jumat. Kemudian saya pulang ke Madinah. Setibanya di Madinah di akhir bulan, Ibnu Abbas bertanya kepadaku.

“Kapan kalian melihat hilal?” tanya Ibnu Abbas.

“Kami melihatnya malam jumat.” jawab Kuraib.

“Kamu melihatnya sendiri?” tanya Ibnu Abbas.

“Ya, saya melihatnya dan  masyarakatpun melihatnya. Mereka shaum dan Muawiyah pun shaum.” jawab Kuraib.

Ibnu Abbas menjelaskan, “Kami melihatnya malam sabtu. Kemudian kami shaum, hingga kami selesaikan shaum selama 30 hari atau sampai kami melihat hilal Syawal.”

Kuraib bertanya lagi, “Tidakkah cukup dengan rukyat dan shaumnya Muawiyah?”

Ibnu Abbas menjawab, “Tidak. Seperti inilah yang Rasulullah saw. perintahkan kepada kami.” (HR. Muslim).

Syarah Hadits
Berdasarkan hadits Kuraib tersebut, bisa kita mengambil kesimpulan bahwa meskipun Khalifah Muawiyah menetapkan Shaum ramadhan mulainya hari Jumat, namun Ibnu Abbas melaksanakannya pada hari Sabtu. Ini seperti adanya “pembangkangan” dari Ibnu Abbas terhadap keputusan pemerintah.

Tidak! Ibnu Abbas memilih berbeda karena berpeganga pada hadits Nabi bahwa jika melihat hilal, maka esoknya adalah pelaksanaan shaum.

Tuh… dalam satu kekhilfahan berbeda keputusan hokum dikarenakan berbeda dalam sebabnya. Dalam hal ini berbeda rukyat hilalnya.

Nah, sekarang konteksnya Saudi Arabia dengan Indonesia. Pada kasus sekarang: penetapan Dzul Hijjah; di Indonesia hilal tidak terlihat pada malam Kamis (hari Rabu) tanggal 24 September 2014. Karena, ketinggian hilal kurang dari 0,5 derajat. Sedangkan menurut MABIM, hilal akan terlihat jika tingginya lebih dari 2 derajat. Imbasnya, hari Kamis tanggal 25 September 2014 merupakan hari ke-30 dari bulan Dzul Qa’dah 1435 H. Dan, hari Jumat tanggal 26 September ditetapkan sebagai tanggal 1 Dzul Hijjah 1435 H.

Dari penetapan tersebut, maka tanggal 9-10 Dzul Hijjah jatuh pada hari Sabtu-Ahad, 4-5 Oktober 2014.

MENGIKUTI SAUDI (?)
Pendapat yang menyatakan bahwa kita harus mengikuti Saudi dalam peribadahan, ini cukup keliru. Pertama, masing-masing negara memiliki wilayatul hukmi. Kedua, Perbedaan jarak dan waktu memengaruhi keputusan hukum. Jika memang harus sama dengan Saudi, maka saat di Saudi Shalat Zhuhur, di kita pun mesti Shalat Zhuhur. Berarti, Shalat Zhuhur di kita dilaksanakan pada pukul 16.00 karena perbedaan waktu Jakarta-Jeddah itu 4 jam. Saat tulisan ini ditulisa, pukul 07.00 di Jeddah sedang pukul 03.00.

Ketiga, banyak fatwa para ulama agar menetapkan hukum berdasarkan kondisi rukyat masing-masing negara. Bukan disamakan dengan Saudi. Salah satunya fatwa Syakih al-Utsaimin:
والصواب أنه يختلف باختلاف المطالع ، فمثلا إذا كان الهلال قد رؤي بمكة ، وكان هذا اليوم هو اليوم التاسع ، ورؤي في بلد آخر قبل مكة بيوم وكان يوم عرفة عندهم اليوم العاشر فإنه لا يجوز لهم أن يصوموا هذا اليوم لأنه يوم عيد ، وكذلك لو قدر أنه تأخرت الرؤية عن مكة وكان اليوم التاسع في مكة هو الثامن عندهم ، فإنهم يصومون يوم التاسع عندهم الموافق ليوم العاشر في مكة ، هذا هو القول الراجح ، لأن النبي صلى الله عليه وسلم يقول ( إذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا(
Dan yang benar itu dalah sesuai perbedaan mathla’ (tempat terbit hilal). Sebagai contoh, kemarin hilal sudah terlihat di Mekah, dan hari ini adalah tanggal 9 Dzulhijjah. Sementara di negeri lain, hilal terlihat sehari sebelum Mekah, sehingga hari wukuf arafah menurut warga negara lain, jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah, maka pada saat itu, tidak boleh bagi mereka untuk melakukan puasa. Karena hari itu adalah hari raya bagi mereka.

Demikian pula sebaliknya, ketika di Mekah hilal terlihat lebih awal dari pada negara lain, sehingga tanggal 9 di Mekah, posisinya tanggal 8 di negara tersebut, maka penduduk negara itu melakukan puasa tanggal 9 menurut kalender setempat, yang bertepatan dengan tanggal 10 di Mekah. Inilah pendapat yang kuat. Karena, Nabi saw. bersabda:

إذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا
“Apabila kalian melihat hilal, lakukanlah puasa dan apabila melihat hilal lagi (hari raya), maka berbukalah” (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin).

KESIMPULAN

  • Penetapan Shaum Arafah itu bukan berdasarkan wukuf di Arafah karena tidak ada kaitan
  • Shaum Arafah itu dilaksanakan pada tanggal 9 Dzul Hijjah. Maka, jika ada perbedaan penetapan tanggal, tanggal yang di negara masing-masinglah yang diambil. Bukan disesuaikan dengan ibadah haji di Mekkah.


Kita saling menghargai. Yang Shaum Arafahnya hari ini (Jumat, 3 Oktober 2014) dan Idul Adhanya besok (Sabtu, 4 Oktober 2014), silahkan menjalankan Shaumnya sepenuh hati tanpa ada keraguan. Begitupun yang melaksanakan Shaum Arafahnya besok (Sabtu, 4 Oktober 2014) dan Idul Adhanya lusa (Ahad, 5 Oktober 2014), yuk menjalankannya dengan ikhlas karena Allah dan juga tanpa keraguan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dunia Bagai Lautan Yang Dalam, Banyak Orang Tenggelam - Nasehat Luqmanul Hakim

Empat Tanda Memeroleh Kebaikan Dunia dan Akhirat

Ibnu Mas'ud, "Sesungguhnya Aku Benci Seseorang Yang Menganggur"

Da`ul Umam: Penyakit Hati Penyakit Masyarakat

Tahukah Anda Apa Makna Salam Dua-Tiga Jari Metal?