Pintu dan Akibat Dosa



Manusia memiliki kebutuhan akan kebenaran. Secara fitrah apa yang salah akan dijauhi, dan apa yang benar selalu dinginkan kehadirannya. Contoh sederhana, ketika Anda dibodohi oleh oran lain ketika membeli sebuah barang. Misalnya, Anda ditawari harga Rp 30.000 dan Anda sepakat dengan harga tersebut. Selang beberapa hari, ternyata Anda tahu bahwa barang yang Anda beli itu palsu dan harga pasaran sebenarnya Rp 15.000. Bagaimana perasaan Anda? Saya rasa minimal Anda akan merasa tidak enak tertipu, kalaupun tidak jengkel, marah, bahkan melaknat si penjual. Iya kan?
       Nah, itu hanya gambaran bahwa secara fitrah manusia memang senang akan kebenaran. Tidak ada manusia yang ingin berbuat salah, selalu saja ingin benar. Sekalipun orang itu adalah jeger atau preman terminal. Adapun perbuatan jahat atau tidak benarnya itu tiada lain karena keadaan yang mendorong atau lingkungan dan pergaulan yang memengaruhi. Meski begitu, di hatinya ada setitik kebenaran. Jika ditanya, “Apakah anakmu mau kau jadikan jeger atau preman juga?” Jawabannya saya rasa, “Tidak!” Ia ingin anaknya menjadi orang baik dan benar, tidak seperti ayahnya.
       Pada kenyataannya, kebenaran yang diinginkan itu kerap dihalangi kabut tebal oleh setan. Sehingga, manusia tidak dapat melihat mana yang benar dan cenderung terarah kepada kesalahan. Artinya, ketika manusia memiliki hasrat untuk melakukan hal yang benar, di sana setan menghalangi dan membelotkan dari kebenaran kepada kesalahan atau dosa. Hanya orang mukhlashun (ikhlas) lah yang tidak mempan digoda setan.
       Lalu, ketika manusia tergoda oleh setan berbuat salah (dosa), bagaimana yang akan terjadi selanjutnya?
       Sebelum membahas hal tersebut, alangkah baiknya kita bahas sejenak hal-hal yang dapat menjadi pintu masuk dosa dan maksiat yang dihembuskan setan.

Pintu Masuk Dosa
Dalam kitab ad-Daa wa ad-Dawaa, Imam Ibnul Qayyim aj-Jauziyah menjelaskan beberapa hal yang menjadi pintu masuk dosa dan maksiat. Pintu-pintu tersebut antara lain:

1. An-Nazharah (Pandangan)
Dari mata turun ke hati. Itulah cinta. Dari mata turun ke hati. Itu pula dosa. Awalnya hanya melihat, lama-lama tersirat di hati untuk melakukan maksiat.
       Padahal tidak ada niat untuk mencuri, tetapi karena ia melihat ada sandal bagus dan tidak ada orang di sana, maka timbul di hati untuk mencurinya. Padahal tidak punya rencana untuk menonton, tetapi begitu buka internet di sana ada link video porno. Akhirnya diembat juga video tersebut, dan ditonton deh. Demikian kiranya contoh sederhananya bahwa pandangan mata menjadi pintu masuknya dosa.
       Mengenai pandangan mata, Nabi saw. pernah memberikan nasehat kepada Ali r.a. ketika ia dengan tidak sengaja melihat aurat wanita. Nabi mengatakan:
يَا عَلِىُّ لاَ تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ الأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ
“Ali, jangan kau ikuti pandangan pertamamu dengan pandangan yang lainnya. Sesungguhnya pandangan pertama itu untukmu tetapi pandangan yang lainnya tidak boleh.” (H.R. Baihaqi).
       Lebih jelas lagi dalam hadits riwayat al-Hakim, Nabi saw. bersabda:
اَلنَّظْرَةُ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيْسَ مَسْمُوْمَةٌ فَمَنْ تَرَكَهَا مِنْ خَوْفِ اللهِ أَثَابَهُ إِيْمَانًا يَجِدْ حَلَاوَتَهُ فِى قَلْبِهِ
“Pandangan merupakan panah di antara panah-panah Iblis yang berbisa. Siapa yang meninggalkannya (pada kemaksiatan) karena takut dari murka Allah, maka Allah akan memberinya keimanan lalu ia mendapatkan manisnya iman di dalam hatinya.”
       Maka, untuk menutup dosa, pandangan harus dijaga. Istilah populernya adalah ghadh-dhul bashar alias menundukkan pandangan. Sebagaimana yang Nabi jelaskan dalam sebuah hadits:
       “Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan.” Para sahabat bertanya, “Hai Rasulullah, itu tempat duduk kami. Kami tidak dapat meninggalkannya.” Nabi saw. bersabda, “Jika kalian harus melakukan hal itu, penuhilah hak-hak jalan.” Para sahabat bertanya kembali, “Apakah hak jalan itu?” Nabi saw. menjawab, “Menundukkan pandangan, tidak mengganggu (pengguna jalan), dan membalas ucapan salam.” (H.R. Bukhari).

2. Bisikan Jiwa
Pintu dosa selanjutnya adalah bisikan jiwa (pikiran dan hati). Namun sebenarnya bisikan yang ada di dalam jiwa memiliki dua implikasi atau akibat, yakni positif (amal saleh) dan negatif (dosa, maksiat). Bisikan positif berasal dari Allah melalui al-Quran dan Hadits Nabi, dan bisikan negatif berasal dari setan.
       Dari bisikan ini kemudian muncul pikiran untuk melakukan sesuatu yang lebih familiar dengan istilah niat. Dari bisikan positif muncul pikiran atau niat positif, dari bisikan negatif muncul pikiran atau niat negatif. Artinya, amal saleh ada karena adanya niat. Pun dengan dosa, ia dilakukan awalnya ada niat.

3. Ucapan
Hati-hati dengan ucapan. Karena, ucapan adalah  salah satu gerbang kemaksiatan. Jika hendak mengucapkan sesuatu pertimbangkanlah, apakah ia memiliki manfaat ataukah tidak. Jika tidak, diam adalah lebih baik.
       Suatu hari Mu’adz bertanya kepada Nabi tentang amal yang akan memasukkan ke surga dan menjauhkan dari neraka. Nabi pun mengabarkan tentang pokok segala urusan, penopangnya, dan puncaknya. Lalu Nabi bersabda, “Maukah kuberitahukan tentang penguat sekaligus yang mengokohkan semua itu?” Mu’adz menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Lalu Rasulullah memegang lisannya kemudian berkata, “Tahanlah ini (lisan).” Mu’adz bertanya, “Apakah kita mendapat hukuman disebabkan apa yang kita ucapkan?” Rasulullah bersabda:
ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَامُعَاذُ، وَهَلْ يُكِبَّ النَّاسَ عَلَى وُجُوْهِهِمْ -أَوْ مَنَاخِرِهِمْ- إِلاّ حَصَائِدَ أَلْسِنَتِهِمْ
“Semoga ibumu kehilanganmu (ditinggal mati syahid), wahai Mu’adz. Bukankah hal yang menelungkupkan manusia di atas wajah-wajah atau hidung mereka (di neraka) adalah karena perbuatan lisan-lisan mereka?” (H.R. Tirmidzi).
       Gara-gara lisan tidak terjaga, seseorang bisa terjerumus ke dalam neraka. Ihfazh lisanaka!  

Akibat Dosa
Segala sesuatu yang dilakukan akan menghadirkan akibat bagi pelakunya. Jika yang dilakukan itu hal-hal baik, maka akibatnya tentu baik. Sebaliknya, jika buruk tentunya buruk pula akibatnya.
       Dosa sebagai perbuatan buruk di mata Allah dan manusia, memiliki akibat yang cukup dahsyat dan banyak. Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya, ad-Daa wad-Dawaa, menyebutkan sedikitnya ada 51 akibat dosa dan maksiat. Namun, dalam tulisan ini akan dibahas empat saja yang mudah-mudahan bisa menjadi representasi atau perwakilan dari seluruh akibat dosa yang dahsyat dan banyak itu.

Adapun keempat akibat dosa dan maksiat tersebut antara lain:

1. Menghalangi Masuknya Ilmu
Dosa dan maksiat yang dilakukan akan menghalangi ilmu untuk masuk ke dalam pikiran dan hati. Karena, ilmu merupakan cahaya dari Allah, sedangkan dosa dan maksiat adalah kabut tebal yang akan memadamkannya.
       Saat Imam Syafi’i duduk dan membacakan sesuatu di hadapan Imam Malik, kecerdasan dan kesempurnaan pemahamannya membuat Syaikh ini kaget. Beliau pun berkata, “Sesungguhnya aku memandang bahwa Allah telah memasukkan cahaya ke dalam hatimu. Maka, janganlah memadamkan cahaya itu dengan kegelapan maksiat.”
       Imam Syafi’i pun berkata:
شَكَوْتُ إِلَى وَكِيْعٍ سُوْءَ حِفْظِيْ، فَأَرْشَدَنِيْ إِلَى تَرْكِ الْمَعَاصِى، وَقَالَ اعْلَمْ بِأَنَّ الْعِلْمَ فَضْلٌ، وَفَضْلُ اللهِ لَا يُؤْتَاهُ عَاصِ
“Aku mengadu kepada Waki’ tentang buruknya hapalanku. Lalu, dia menasehatiku agar meninggalkan maksiat. Kemudian ia berkata, ‘Ketahuilah bahwa ilmu itu karunia. Dan, karunia Allah itu tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat.’”
       Subhanallah! Menjauhi dosa dan maksiat adalah niscaya bagi para pencari ilmu. Dengan meninggalkan dosa, ilmu yang dicari insya Allah akan bisa dimiliki dan dipahami. Istilah barho pun insya Allah tidak akan terjadi lagi, hehe...

2. Menghalangi Rezeki
Rezeki itu tidak akan pernah salah alamat. Kalau sudah rezekinya, saingan usaha sebanyak apapun tidak akan dapat menghalangi rezeki untuk sampai kepada kita.
       Namun, rezeki yang sudah disiapkan ternyata tidak jadi diberikan gara-gara dosa yang dilakukan. Oleh karena itu, saat kita merasa rezeki surut terus, patut kita mengevaluasi apakah hati kita sudah bersih dari dosa atau tidak. Barangkali terlalu banyak dosa yang melekat (ngadagleg) di dalam hati kita sehingga rezeki tidak halal bagi kita.
       Mengenai hal ini, Nabi saw. menjelaskan:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيْبُهُ
“Sesungguhnya seorang hamba diharamkan rezekinya karena dosa yang dilakukannya.” (H.R. Ahmad).
       Rezeki yang diharamkan oleh Allah ini tidak hanya terpaku pada materi (uang, harta, benda), melainkan rezeki secara umum sebagaimana yang dijelaskan Imam asy-Sya’rawi dalam tafsirnya:
كُلُّ مَا يُنْتَفَعُ بِهِ مِنْ مَأْكَلٍ أَوْ مَشْرَبٍ أَوْ مَلْبَسٍ أَوْ مَسْكَنٍ أَوْ مُرَافِقٍ وَقَدْ يَأْتِي فِي صُوْرَةٍ مَعْنَوِيَّةٍ كَالْعِلْمِ وَالْحِلْمِ . . إلخ
“Segala sesuatu yang bisa dimanfaatkan dari makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, atau teman bergaul. Terkadang rezeki datang dalam bentuk ma’nawiyah seperti ilmu, sikap lemah lembut, dan lain-lain.”

3. Menghilangkan Bahagia
Efek lain dari dosa dan maksiat adalah menghilangkan bahagia. Ini wajar, karena orang yang berbuat dosa dan maksiat hatinya tidak pernah tenang. Selalu dihantui perasaan bersalah, takut, dan was-was. Kecuali jika sudah bertobat dengan tobat yang benar (taubatan nashuha).
       Hal ini dijelaskan oleh Nabi saw.:
اَلْبِرُّ حُسْنُ اَلْخُلُقِ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِى صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ اَلنَّاسُ
“Kebaikan adalah baiknya akhlak dan dosa adalah sesuatu yang berguncang di dalam dadamu dan kamu benci jika orang-orang mengetahuinya.” (H.R. Muslim).
       Ya, selama dosa itu melekat di hati sebagai noktah hitam, selama itu pula hati berguncang hampa tanpa bahagia. Maka, kunci agar bahagia setiap saat adalah hindari dosa dan maksiat. Sekalipun terjerembab, segeralah beristigfar dan bertobat dengan sesungguhnya.
       Ada sebuah sya’ir berbahasa Arab terkait hal ini:
إِذَا كُنْتَ قَدْ أَوْحَشَتْكَ الذُّنُوْبُ فَدَعْهَا إِذَا شِئْتَ وَاسْتَأْنِسْ
“Jika dosa-dosa membuat hidupmu hampa, tinggalkanlah ia jika memang kamu mau, dan raihlah bahagia.”

Sekali lagi, dosa akan membuat hati menjadi hampa, tidak bahagia dan gundah gulana. Karena itu, mari jauhi dosa dan maksiat bila ingin bahagia dan selamat dunia akhirat.

4. Menghadirkan Musibah
Akibat dosa yang terakhir dalam tulisan sederhana ini adalah menghadirkan musibah. Musibah yang datang kepada kita tidak pernah datang sendiri, melainkan diundang oleh kita sendiri. Undangan musibah itu tiada lain adalah dosa dan maksiat.
       Bahkan, dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa musibah berupa terluka oleh sepotong kayu, terpeleset, dan terkilir urat (Sunda: misalah), itu disebabkan oleh dosa yang dilakukan.
       Nabi saw. bersabda:
مَا مِنْ خَدْشِ عُوْدٍ وَلَا عَثْرَةِ قَدَمٍ وَلَا اخْتِلَاجِ عِرْقٍ إِلَّا بِذَنْبٍ وَمَا يَعْفُوْا اللهُ عَنْهُ أَكْثَرُ ثُمَّ قَرَأَ وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍ
“Tidaklah seseorang terluka oleh sepotong kayu, tergelincir telapak kaki, atau terkilir urat; kecuali hal itu ada karena dosa. Dan, apa yang Allah ampuni lebih banyak.” Kemudian Beliau membacakan ayat, “Dan apa saja musibah yang menimpamu, hal itu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan banyak dosa (Q.S. asy-Syura [42]: 30).” (H.R. Ibnu Asakir).
       Oleh karena itu, apapun yang menimpa kita hendaknya kita sadar bahwa mungkin saja dosa kitalah yang menyebabkan datangnya musibah itu. Beristigfar terus menerus secara serius adalah sikap yang sangat tepat dalam hal ini.

Khatimah
Sebagai penutup tulisan ini, saya mengajak kaum muslimin di mana pun berada, mari kita hindari yang namanya dosa dan maksiat. Sedikit saja ia dilakukan, akibatnya sungguh luar biasa, dunia dan akhirat.
       Selain itu, mari perbanyak ilmu agama sehingga kita mengetahui mana amal saleh dan mana dosa, mana yang boleh dan mana yang haram, mana yang benar dan mana yang salah.
       Wallahu a’lam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Empat Tanda Memeroleh Kebaikan Dunia dan Akhirat

Melakukan Hal Tak Penting, Malah Kehilangan Hal yang Penting

Selama Ajal Masih Tersis, Rezeki Akan Datang - Jaminan 8 Pintu Rezeki

Filosofi Masalah dalam Kehidupan