Merokok: Mubah, Makruh atau Haram?



Ada yang mengatakan bahwa MEROKOK itu MUBAH. Yang lain menegaskan MAKRUH. Dan, selebihnya menyatakan HARAM.

Ketiganya menggunakan argumen masing-masing. Khusus bagi pemuka agama (Islam) yang suka merokok, pasti akan menggunakan kesimpulan bahwa merokok itu ibahah. Karena, kalau makruh atau wajib, saya belum bisa menerimanya.

Kenapa harus menggunakan  hukum ibahah?

Begini, pemuka agama (ustadz, kiayi, ajengan) itu adalah orang yang paham syariat dan dengannya sangat dihormati masyarakat. Jika pemuka agama itu menggunakan hukum makruh, tentunya ia sangat tahu apa yang harus ia lakukan, yakni tidak merokok.

Kalau sudah paham, syukur alhamdulillah. Kalau belum mari lanjutkan...

Para pemuka agama sangat mengtahui tentang apa itu makruh dan bagaimana efek dari perbuatan makruh.

Sebagaimana yang mereka jelaskan bahwa dalam khazanah Islam, makruh adalah:
مَا نَهَى عَنْهُ الشَّرْعُ نَهْيًا غَيْرَ جَازِمٍ
“Apa yang dilarang syariat dengan larangan yang tidak mutlak.” (’Iyadh bin Nami as-Salami).

Sedangkan versi lain menguraikan makruh adalah:
مَا يُثَابُ تَارِكُهُ وَلَا يُعَاقَبُ فَاعِلُهُ
“Sesuatu yang diberi pahala orang yang meninggalkannya dan tidak disiksa orang yang mengamalkannya.” (Ushulul Fiqhi ‘ala Manhaji Ahlil Hadits).

Dari definisi di atas, ada dua hal tentang makruh, yaitu: 
  1. Makruh adalah larangan meski tidak mutlak 
  2. Makruh berpotensi pahala jika ditinggalkan

Nah, kaitan dengan hukum merokok, seandainya pemuka agama yang merokok itu mengambil kesimpulan makruh, maka seharusnya mereka tidak merokok. Alasannya itu tadi, bahwa makruh itu adalah larangan. Maka, yang namanya larangan seharusnya ditinggalkan, meski tidak mutlak dan tidak berakibat siksa. Kedua, makruh itu jika ditinggalkan membuahkan pahala.

Mungkinkah seorang yang paham pada syariat, kemudian mengerjakan larangan dan menyia-nyiakan pahala?

Jadi, menurut pendapat saya ketika ada kiayi, ustadz, ajengan atau apapun namanya, kemudian ia merokok; maka kesimpulan tentang hukum merokok yang dianutnya adalah yang mengatakan bahwa merokok itu ibahah. Karena, mubah itu adalah sesuatu yang dikerjakan atapun tidak, tidak menjadi masalah.

NB:
  • Secara prbadi, saya tidak merokok. Bukan berarti saya condong pada yang mengharamkan. Tetapi, ada pertimbangan medis, estetis dan akhlak.
  • Bagi teman-temanyang merokok, mohon maaf sebesar-besarnya. Saya tidak bermaksud menguak kembali masalah klasik ini. Tidak menyalahkan apalagi membenci Anda.
  • Tulisan ini hanyalah bahan reungan bagi umat, khususnya Anda para pemuka agama (ustadz, kiayi, ajengan).

Wallahu a’lam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dunia Bagai Lautan Yang Dalam, Banyak Orang Tenggelam - Nasehat Luqmanul Hakim

Empat Tanda Memeroleh Kebaikan Dunia dan Akhirat

Ibnu Mas'ud, "Sesungguhnya Aku Benci Seseorang Yang Menganggur"

Da`ul Umam: Penyakit Hati Penyakit Masyarakat

Tahukah Anda Apa Makna Salam Dua-Tiga Jari Metal?