Menghitung Zakat Tijarah (Perdagangan)



Tulisan ini diangkat sebagai jawaban dari beberapa orang yang salah satu diantaranya adalah seorang mahasiswa yang nyambi sebagai penjual pulsa. Meskipun begitu siapa saja Anda, baik pedagang ataupun bukan, diharapkan bisa memahami.
       Pertanyaan yang disampaikan melalui short message service alias SMS, tepatnya seperti ini:
Bismillah. Saya seorang mahasiswa dan memperoleh bantuan dana dari beasiswa. Saya berjualan pulsa dengan penghasilan lebih kurang 5.000 per hari dan modal Rp 500.000 per 10 hari. Apakah dengan penghasilan tersebut sudah mencapai nishab untuk zakat atau terkena kewajiban infaq? Terimakasih atas jawabannya. Jazākumullāhu khairan katsīrā. (o87728054xxx)

Pengertian Zakat Tijarah
Sebelum kita hadirkan jawaban dari pertanyaan yang diajukan, kita pahami terlebih dahulu apa itu Zakat Tijarah.
       Kata tijarah berasal dari Bahasa Arab yakni dari kata tajara yang artinya berdagang, berniaga. Tijarah berarti perdagangan, perniagaan, atau jual beli. Dari kata tersebut muncul istilah Zakat Tijarah.
       Dalam kitab Fiqhuz-Zakat, Dr. Yusuf Qardhawi mendefinisikan kata tijarah sebagai berikut:
مَا يُعَدُّ لِلْبَيْعِ وَالسَّرَاءِ بِقَصْدِ الرِّبْحِ
Sesuatu yang disediakan untuk dijualbelikan dengan maksud mengambil keuntungan.
       Definisi tersebut mencakup segala hal yang disiapkan untuk perdagangan baik perdagangan konvensional seperti makanan, pakaian, dll. atau perdagangan valuta asing (valas), dan surat/kertas berharga seperti saham, obligasi, cek, dll..
       Karena sifatnya yang luas, mencakup segala macam jenis barang, maka diperlukan persyaratan yang mendasar suatu barang disebut barang tijarah (dagangan). Dalam buku Risalah Zakat, Infak dan Sedekah; Ustadz Wawan Shofwan Shalehuddin menjelaskan syarat barang tijarah sebagai berikut:
1. Barangnya jelas (tidak ada jahalah [ketidaktahuan]) dan idealnya bisa dihitung nilainya dengan uang atau dibarter dengan barang lain.
2. Bukan dengan cara maysir (spekulasi, judi)
3. Diniatkan untuk dijualbelikan dalam rangka mencari keuntungan
4. Terjadi transaksi (akad) yang sah antara penjual dan pembeli.

Kewajiban Zakat Tijarah
Dalam Surat al-Baqarah ayat 267, Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

       Jumhur ulama mengartikan kata anfiqū dengan berzakatlah, dan kalimat mā kasabtum dengan segala jenis usaha baik penambangan emas, produksi barang, uang simpanan, dan barang-barang lainnya.
       Imam Mujahid dan Bukhari memaknai  mā kasabtum secara spesifik yakni tijarah (perdagangan). Diperkuat oleh para penyusun kitab hadits dan fiqih yang pada umunya memulai pembahasan zakat tijarah dengan menukil ayat tersebut.
       Jadi, dapat disimpulkan bahwa ayat ke-267 dalam Surat al-Baqarah tersebut merupakan ayat tentang kewajiban zakat bagi yang melakukan tijarah.
       Selain ayat tersebut yang menjadi dasar wajibnya zakat tijarah, adapula sabda Rasulullah saw. tentang kewajiban zakat bagi para pedagang. Haditsnya sebagai berikut:
يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ إِنَّ الْبَيْعَ يَحْضُرُهُ الْحَلِفُ وَالْلَّغْوُ فَشُوبُوهُ بِالصَّدَقَةِ
“Wahai para pedagang, sesungguhnya jual beli itu sering dihadiri sumpah dan kebohongan, bersihkanlah dengan zakat!” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi, an-Nasa`i, dan Ahmad).
       Kedua dalil tersebut menunjukkan bahwa siapa saja yang melakukan perdagangan, ia terkena wajib zakat; tidak terkecuali, meskipun ia adalah pedagang kecil. Selama ia bermodal dan berlaba, maka zakat adalah kemestian baginya.

Zakat Tijarah 2,5 % dari Modal
Setelah kita mengetahui tentang definisi dan dalil wajbnya zakat tijarah, sekarang mari kita menuju pembahasan tentang penghitungan zakat tijarah.
       Zakat yang dikeluarkan dari tijarah adalah 2,5 % dari modal. Setiap kali seorang pedagang berbelanja untuk didagangkan, maka zakatnya harus ditunaikan terlebih dahulu.
       Ketetapan ini mengacu pada qaul Amirul Mu’minin yakni Umar bin Khathab. Beliau berpendapat bahwa zakat tijarah adalah 2,5 %. Umar merupakan amil dari Jami’ Zakat yang diketuai Rasulullah saw.. Jadi, pendapat Umar cukup kuat untuk kita jadikan pegangan karena sebagai amil tentunya Umar mengetahui seluk beluk perzakatan termasuk zakat tijarah.
       Kemudian, dari manakah 2,5 % ini dikeluarkan? Dari modal ataukah dari laba?
      Untuk jawabannya, mari perhatikan hadits berikut:
كَانَ يَأْمُرُنَا أَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنَ الَّذِى نُعِدُّ لِلْبَيْعِ
“Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat dari apa yang kami siapkan untuk dijual” (HR Abu Dawud dan Daruquthni).
       Hadits tersebut memberi penjelasan bahwa zakat tijarah itu dari apa yang disiapkan untuk dijual. Ssuatu yang disiapkan untuk dijual namanya adalah modal. Jadi, zakat tijarah itu dikeluarkan dari modal belanja atau modal produksi.

Besar Zakat daripada Laba (?)
Lalu, bagaimana dengan para pedagang yang mengambil keuntungan kecil? Apakah mereka tetap wajib zakat 2,5% dari modal?
       Di jaman Umar banyak para pedagang yang untungnya kecil. Sehingga, kalau mereka harus zakat, mereka tidak dapat untung dari dagangnya. Apa yang dilakukan oeh Umar r.a.? Ternyata, beliau memberi keringanan. Silahkan berzakst semampunya saja. Yang penting jangan sampai tidak berzakat.

Menghitung Zakat Tijarah
Agar lebih jelas, kita buat contoh penghitungannya. Yang akan kita jadikan sampel adalah zakat tijarah pada perdagangan konvensional. Dalam hal ini kita angkat pertanyaan dari pengirim sms sebagaimana dinukil di awal.
       Seorang mahasiswa berjualan pulsa dengan modal Rp 500.000 per 10 hari. Adapun laba yang diperoleh rata-rata Rp 5.000 per hari. Berarti laba per deposit adalah Rp 50.000 (10%).
       Mahasiswa tersebut terkena wajib zakat. Alasannya bukan dari hitung-hitungan modal dan laba. Tetapi, kena wajb zakat dari perdagangannya. Berapapun modal dan laba, jika berdagang berarti wajib zakat.
       Baik, kita hitung berapa zakat yang harus dikeluarkan?
       Berdasarkan hadits Rasulullah saw., zakat tijarah diambil dari modal. Jika mahasiswa tersebut melalukan deposit Rp 500.000 per 10 hari, maka zakatnya adalah:
Rp 500.000 x 2,5 % = Rp Rp 12.500
       Jadi, setiap deposit pulsa, berapapun, mahasiswa tersebut wajib mengeluarkan zakat dengan perhitungan sebagaimana di atas.
       Begitupun bagi Anda yang berprofesi sebagai pedagang, setiap kali belanja, Anda wajib mengeluarkan zakat 2,5 % dari modal yang Anda gulirkan.
       Semoga dengan zakat yang Anda keluarkan, harta yang Anda dapatkan menjadi bersih dari “kotoran” dan jiwa Anda menjadi suci dari “noda” sebagaimana ayat 103 Surat at-Taubah.
       Demikian dan terimakasih atas waktunya untuk membaca tulisan sederhana ini. Wallāhu alam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dunia Bagai Lautan Yang Dalam, Banyak Orang Tenggelam - Nasehat Luqmanul Hakim

Empat Tanda Memeroleh Kebaikan Dunia dan Akhirat

Ibnu Mas'ud, "Sesungguhnya Aku Benci Seseorang Yang Menganggur"

Da`ul Umam: Penyakit Hati Penyakit Masyarakat

Tahukah Anda Apa Makna Salam Dua-Tiga Jari Metal?