Biar Doa Mustajab
Pengertian Doa
Sebelum
membahas doa lebih dalam, baiknya kita kenali dulu apa doa itu? Kan dalam
ungkapan pun, tak kenal maka ta’aruf.
Tentang doa nih, dalam bahasa doa
artinya:
أَنْ
تُمِيْلَ الشَيْءُ إِلَيْكَ بِصَوْتٍ وَكَلَامٍ يَكُوْنُ مِنْكَ
“Kamu menginginkan sesuatu condong kepadamu dengan suara atau
ucapanmu.” (Maqayisul
Lughah, 2: 279).
Dalam Ushul Fiqih, doa diterjemahkan
sebagai berikut:
طَلَبُ الشَّيْءِ مِنَ الْأَدْنَى إِلَى
الْأَعْلَى
“Permintaan dari yang lebih rendah kepada yang lebih tinggi.”
Doa adalah Ibadah
Tidak
sekedar permintaan untuk memenuhi kebutuhan, doa juga merupakan ibadah seorang
hamba kepada Allah seperti halnya shalat, shaum, zakat, dan ibadah lain. Maka,
logis jika dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa Allah murka kepada orang yang
tidak mau berdoa (meminta) kepada-Nya. Karena memang doa adalah ibadah. Tidak
beribadah ya murka Allah konsekuensinya.
Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ
لَمْ يَسْألِ اللهَ يَغضَبْ عَلَيْهِ
“Siapa yang tidak mau meminta (berdoa) kepada Allah, maka Allah
murka kepada-Nya.” (H.R.
Tirmidzi dan Baihaqi).
Sudah disuruh, sudah dapat pahal, insya
Allah kebutuhan sebagaimana dalam doa dikabulkan oleh Allah SWT. Memang yakin
gitu akan dikabulkan Allah? Yakin dong, kan Allah berfirman dalam al-Quran:
وَقَالَ
رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ
دَاخِرِيْنَ
“Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah
kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdoa) akan masuk neraka Jahannam dalam
keadaan hina dina.’” (Q.S. al-Mu`min [40]: 60).
Kiat Agar Doa Mustajab
Setiap kita berdoa tentunya ingin selalu
dikabukan oleh Allah SWT. Berdoa itu sendiri kan menyampaikan keinginan agar
dimiliki atau terjadi. Namun, harus dipahami bahwa ayat di atas berbicara
secara global bahwa Allah akan mengabulkan doa orang-orang yang berdoa
kepada-Nya. Kemudian Rasulullah saw. memberikan bayan atau penjelasan
menganai pengabulan doa dalam ayat tersebut.
Beliau saw. bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ
فِيْهَا إِثْمٌ وَلَا قَطِيْعَةُ رَحِمٍ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى
ثَلَاثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ
يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنْ
السُّوْءِ مِثْلَهَا قَالُوا إِذًا نُكْثِرُ قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ
“Tidaklah seorang muslim berdoa dengan satu
doa yang tidak disertai dosa dan memutuskan silaturahmi, kecuali Allah akan
memberinya salah satu dari tiga keadaan: (1) terkadang disegerakan pengabulan
doanya, (2) ditangguhkan doanya (untuk
dinikmati) di akhirat, dan (3) dipalingkan dari keburukan dari apa yang
diminta.” Para sahabat berkata, “Kalau begitu, kami banyak berdoa.” Rasulullah
berkata, “Allah yang paling banyak.” (H.R. Ibnu Abu Syaibah, Ahmad, Abdu bin
Hamid, Abu Ya’la, Hakim, Baihaqi).
Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa
bentuk pengabulan doa dari Allah ada tiga macam, yaitu:
1.
Dikabulkan segera
2.
Ditangguhkan sampai hari akhirat
3.
Dikabulkan dalam bentuk dipalingkan dari isi doanya terhadap sesuatu yang lebih
baik
Mana yang Anda inginkan dari tiga bentuk
pengabulan itu? Saya yakin, Anda pasti menginginkan bentuk pengabulan yang pertama.
Iya kan? Pastinya begitu, karena saya juga ingin yang itu. Setiap berdoa, Allah
segera mengabulkannya.
Nah, untuk meraih poin pertama, ada trik
jitu dalam menarik pelatuk doa. Disebut pelatuk doa karena memang dalam sebuah
hadits diterangkan bahwa doa adalah senjatanya orang beriman. Dalam menggunakan
“senjata” ini ada trik tertentu sebagaimana PakPolisi menggunakan senjatanya.
Apa saja trik-trik menggunakan senjata
yang bernama doa? Mari saya sajikan…
1. Merendahkan Diri di Hadapan Allah
Karena
doa adalah permintaan dari yang lebih rendah (hamda) kepada yang lebih tinggi
(Allah), maka layaknya kita merendahkan diri di hadapan Allah ketika berdoa.
Jika tidak, Allah akan memalingkan wajah-Nya. Coba saja Anda diminta sesuatu
oleh seorang pengemis, tetapi ia sama sekali tidak mencerminkan meminta.
Wajahnya sangar, dadanya busung, ucapannya datar tidak merendah. Sudikah Anda
memberi?
Demikianlah Allah. tidak akan sudi jika
hamba-Nya meminta dengan intervensi, tidak penuh pengharapan, tidak merendah.
Allah SWT berfirman:
ادْعُوْا
رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah
diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas (dalam berdoa).” (Q.S. al-A’raf [7]: 55).
2. Tidak dengan Suara Keras
Ketika
Rasulullah berperang pada perang Hunain, para sahabat naik sebuah bukit lalu
meninggikan suaranya dengan lafad takbir, “Allahu akbar. La ilaha illallah…!”
Rasulullah saw. berkata:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لاَ تَدْعُوْنَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا إِنَّمَا تَدْعُوْنَ سَمِيْعًا قَرِيْبًا
وَهُوَ مَعَكُمْ
“Hai sekalian manusia, sayangilah diri kalian. Sesungguhnya
kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tulis dan gaib. Sesungguhnya kalian berdoa
kepada Dzat yang mendengar lagi sangat dekat. Dan Dia bersama kalian.”
Abu Musa al-‘Asya’ari berkata, “Saat itu
aku berada di belakang pasukan Rasulullah. Beliau mendengar aku membaca, “La
haula wa la quwwata illa billah (Tidak ada daya dan upaya kecuali dari Allah).”
Maka Rasulullah berkata, “Hai Abdullah
bin Qays!”
Abu Musa menjawab, “Ya, hai Rasulullah.”
Rasulullah berkata, “Maukah engkau
kutunjukkan sebuah kalimat yang termasuk tabungan surga?”
Abu Musa menjawab, “Tentu wahai
Rasulullah.”
Rasulullah berkata, “La haula wa la
quwwata illa billah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dalam ayat lain, kita diperintahkan
berdzikir termasuk berdoa kepada Allah dengan suara yang tidak keras. Keras
berarti terdengar sampai kepada orang yang berada di dekat kita. Apalagi
menggunakan pengeras suara. Tentunya akan memperkeras doa yang dipanjatkan.
Cukup berdoa dalam hati saja, maksimal suaranya terdengar oleh diri sendiri
(semacam berbisik).
Allah SWT berfirman:
وَاذْكُرْ
رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيْفَةً وَدُوْنَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآَصَالِ وَلَا تَكُنْ
مِنَ الْغَافِلِيْنَ
“Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan
merendahkan diri, rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara; di waktu pagi
dan petang. Dan, janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (Q.S. al-A’raf
[7]: 205).
3. Yakin Doa
Akan Dikabul
Allah berfirman dalam hadits qudsi:
أَنَا
عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ فِيْ إِنْ خَيْرًا فَخَيْرٌ وَإِنْ شَرًّا فَشَرٌّ
“Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku
tetang Aku. Jika sangkaannya baik, maka baiklah (realitas); jika sangkaannya
buruk, maka buruklah (realitas).” (H.R. Thabrani, Abu Nu’aim, Ibnu Asakir, Ahmad).
Demikian dalam doa, jika sangkaan kita doa diijabah, maka begitulah
realitasnya: doa kita diijabah Allah. Sebaliknya, jika sangkaannya doa tidak
akan diijabah atau ragu untuk diijabah, begitulah realitasnya: doa tidak
diijabah.
Makanya, Nabi saw. memberi motivasi agar kita yakin dalam berdoa, bahwa
doa akan dikabulkan Allah.
اُدُعُوْا
اللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بالْإِجَابَةِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ لَا يَسْتَجِيْبُ دُعَاءَ مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ
“Berdoalah kepada Allah dan kalian yakin
akan dikabulkan. Dan, ketahuilah bahwasannya Allah tidak akan mengabulkan doa
yang datang dari hati yang lalai.” (H.R. Tirmidzi).
4. Mejauhi
Konsumsi Haram
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw.
bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Baik, dan hanya akan menerima yang baik.
Dan, sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang beriman sebagaimana yang
Allah perintahkan kepada para rasul.” Kemudian Rasulullah membacakan ayat 51
dalam Surat al-Mu`minun dan ayat 172 dalam Surat al-Baqarah.
Lanjutan haditsnya begini:
ثُمَّ
ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أشْعثَ أغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إلَى
السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ ومَلْبسُهُ
حرامٌ وَغُذِّيَ بالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
Kemudian Rasulullah menceritakan seseorang
yang sedang bepergian jauh, compang camping. Ia menengadahka kedua tangannya ke
langit, “Ya Rabb. Ya Rabb.” Tetapi sayangnya, makanannya yang haram, minumannya
yang haram, pakaiannya pun yang haram, dan ia dibesarkan dengan yang haram. “Bagaimana
bisa dikabulkan dosanya?” Demikian sangsi Rasulullah terhadap oang
tersebut. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad, dan Tirmidi.
Perhatikan kalimat yang ditebalkan. Itu merupakan sangsi dari Rasulullah
bahwa doa seseorang tidak akan dikabulkan
oleh Allah selama ia mengonsumsi barang yang haram-haram, baik dzatnya
maupun caranya.
5. Tidak
Memutuskan Silaturahmi dan Tidak Putus Asa
Rasulullah saw. bersabda:
لا يَزَالُ يُسْتَجابُ
لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بإثم أوقَطِيْعَةِ رَحِمٍ مَا
لَمْ يَسْتَعْجِلْ يَقُوْلُ قَدْ دَعَوْتُ وَقَدْ دَعَوْتُ فَلَمْ أَرَ يَسْتَجِيْبُ
لِيْ فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ
“Tidak henti-hentinya doa seorang hamba
dikabulkan selama ia tidak melakukan dosa atau memutuskan silaturahmi, dan
selama ia tidak terburu-buru. Yakni, seseorang mengatakan, ‘Aku telah berdoa
tetapi aku belu melihat doaku dikabulkan.’ Lalu, ia pun berputus asa dan
meninggalkan doanya.” (H.R. Muslim).
Dosa yang salah satunya memutuskan siaturahmi merupakan hijab antara
seorang hamba dengan Allah. Dosa yang dilakukan akan semakin menjauhkan dirinya
dengan Allah SWT. Ketika kondisi ini terjadi, imbasnya adalah doa yang
disampaikannya kepada Allah, tidak akan dikabul.
6. Berdoa di
Segala Kondisi
Giliran dapat kesenangan, tidak pernah
minta kepada Allah. Eh… giliran dapat keksusahan, benar-benar meratap meminta
kepada-Nya. Sungguh terlalu, tidak tahu diuntung, tidak tahu malu pula ya…?? Hehe..
Memang sih itu sifat manusia. Namun, apa ma uterus begitu dan berapologi
dengannya. Jangan dong. Umat Nabi itu mestinya “hayatuna kulluha ‘ibadah” dalam
keadaan apapun. Sedang senang, sedang susah, ibadah tetap terjaga. Begitupun dengan doa, dalam senang maupun susah, tetap
doa itu kerap dan penuh harap.
Allah SWT berfirman:
وَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنْبِهِ أَوْ قَاعِدًا
أَوْ قَائِمًا فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُ مَرَّ كَأَنْ لَمْ يَدْعُنَا إِلَى
ضُرٍّ مَسَّهُ كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِيْنَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia
berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri. Tetapi, setelah
Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang
sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan)
bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu
memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (Q.S. Yunus
[10]: 12).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ
سَرَّهُ أَنْ يَسْتَجِيبَ اللَّهُ لَهُ عِنْدَ الشَّدَائِدِ وَالْكَرْبِ فَلْيُكْثِرْ الدُّعَاءَ فِي الرَّخَاءِ
“Siapa yang mersa senang jika Allah
mengabulkan doanya saat ia dalam kesulitan dan kesusahan, maka perbanyaklah doa
di saat lapang (senang).” (H.R. Tirmidzi, Hakim, Abu Ya’la, Ibnu ‘Adi).
7. Memahami
Maksud Doa
Doa itu komunikasi antara hamba dengan
Allah. Jika kita berkomunikasi maka apa yang diucapkan oleh kita harus disadari
dan dipahami orang lain pun kita sendiri sadar dan paham. Ketika Anda
mengatakan, “Kalau berkenan, saya mau meminta nasi kepada Anda untuk makan
pagi.” maka Anda sadar dan paham bahwa yang Anda minta adalah nasi untuk makan
pagi, bukan yang lain. Dan, orang pun akan paham apa yang harus diberikan, jika
memang ada.
Begitupun meminta kepada Allah. Biar lebih mantap saat meminta dan
cenderung dikabulkan, doa yang diucapkan hendaknya disadari dan dipahami
maksudnya. Bagusnya, setiap kata demi kata Anda paham artinya. Kalau pun tidak,
ya kandungan globalnya saja yang Anda pahami. Ini dimaksudkan agar kita
nyambung ke Allah-nya.
Ketika Anda berdoa, “Rabbana afrigh ‘alaina shabran wa tsabbit aqdamana
wanshurna ‘alal qaumi kafirin”, maka Anda harus paham makna kata per kata, atau
per kalimat. Kalaupun tidak, pahami kandungan global doa itu: Oh, doa itu
adalah doa meminta kesabaran dan diberi pertolongan dari kaum kafir.
Kalau doanya nyambung ke Allah, insya Allah doa pun mustajab.
8. Berdoa pada
Waktu-waktu Ijabah
Kiat yang terakhir dalam tuisan ini agar
doa mustajab adalah berdoa pada waktu-waktu yang sangat dimungkinkan dikabul
Allah SWT. Waktu-waktu tersebut lebih dikenal dengan istilah Sa’atul Ijabah
alias saat-saat dikabulkannya doa.
Kapan saja waktu-waktu ijabah doa itu?
Pembahasan tentang hal ini, sudah saya postingan di blog saya yang lain
yaitu KALAM. Untuk mengunjunginya, silahkan klik link berikut:
Komentar
Posting Komentar
Sharing Yuk...!