Mencicil Amal Kecil (1)
Gunung
itu, jika diuraikan hanyalah sebutir pasir yang bertumpuk membentuk. Air laut,
danau, sungai, dan kolam, merupakan kumpulan rinai hujan setitik demi setitik.
Lukisan yang indah di dinding rumah asal muasalnya warna-warna berserak yang
dikawinkan oleh pelukis mahir. Jika hanya satu warna disusurkan di atas kanvas, maka keindahan itu belumlah hadir.
Ketiga ilustrasi tersebut saya sampaikan
untuk mengikat sebuah makna bahwa sesuatu yang ada dan besar itu merupakan
hasil dari kumpulan sesuatu yang kecil dan sederhana. Seperti halnya Anda
menabung selama satu tahun yang setiap harinya Rp 7.000. Apabila Anda komitmen
menabung dan konsisten dengan angka Rp 7.000 per harinya, maka dalam satu tahun
Anda akan mendapat tabungan sebesar Rp 2.555.000 (dua juta lima ratus lima
puluh lima ribu rupiah). Jumlah ini, insya Allah cukup untuk kurban tahun
depan.
إِنَّ
أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهِ أَدْوَامُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Sesungguhnya amal yang Allah cintai adalah amal yang
dilaksanakan secara konsisten meskipun sedikit”. (H.R. Bukhari dan
Muslim).
Jika amal yang sedikit saja, lalu dilakukan
secara konsisten, dan menghasilkan pahala yang besar; maka lebih hebat dan
mantap jika yang didawamkan itu amal-amal yang besar dan banyak. Akan lebih
besarlah pahala yang dihasilkan.
Namun, di sini kita hanya menilik amal-amal
kecil yang bisa dikonsistenkan pengamalannya. Namun, berbicara tentang
kecil-besar tentunya tidak akan terlepas dari subjektivitas. Bagi seseorang, amal A dipandang kecil, tapi bagi yang
lain justru amal A itu amal yang besar.
Oleh karena itu, mari menyamakan persepsi dulu. Yang dimaksud amal
sederhana adalah amal-amal yang bisa dilaksanakan tanpa ada biaya besar bahkan
tidak perlu biaya sama
sekali. Kalaupun ada biaya, biaya itu bukan yang bersifat kebendaan atau
materi, melainkan biaya kesemangatan, kesiapan, dan kejelian memanfaatkan
setiap kesempatan yang datang untuk berbuat baik. Setuju? Jika ya, mari
lanjutkan membacanya...
Baik, apa saja amal-amal sederhana yang bisa didawamkan setiap hari? Berikut saya sajikan untuk Anda:
1. Istighfar
Istighfar merupakan wazan (pola) istaf’ala
– yastaf’ilu – istif’alan dari kata ghafara (mengampuni). Salah satu makna dari wazan tersebut yakni menunjukkan
suatu bentuk permohonan sehingga secara lughawi, istighfar berarti memohon ampunan. Adapun secara syariat, istighfar
adalah permohonan ampun dari seorang hamba kepada Allah atas dosa dan
maksiat yang telah dilakukannya.
Istighfar bisa dilakukan setiap hari, tanpa harus kaya dulu, tanpa harus
memiliki uang dulu sebagai biayanya. Rasulullah saw. saja, dalam sebuah hadits
tidak kurang dari 70 kali beristighfar kepada Allah, padahal kita sama-sama
tahu bahwa Beliau adalah sosok yang ma’shum alias dijaga dari dosa dan
maksiat oleh Allah. Begitu dikonfirmasi oleh salah seorang sahabat, Beliau
hanya menjawab bahwa istighfranya itu sebagai bentuk syukur atas karunia yang
Allah berikan. Maka, tidak
ada alasan bagi kita untuk tidak beristighfar setiap hari.
Dalam sebah hadits dijelaskan:
لاَ
كَبِيْرَةَ مَعَ الإِسْتِغْفَارِ وَلاَ صَغَائِرَ مَعَ الإِصْرَارِ
“Tidak disebut dosa besar jika diiringi
dengan istighfar. Dan, tidak dinamakan dosa kecil, jika dilaksanakan terus menerus.”
(H.R. Baihaqi).
Hadits tersebut munqathi’ (terputus sanadnya) karena terdapat seorang rawi yang bernama Qais bin Sa’d
yang tidak bertemu dengan Ibnu Abbas sebagai akhir sanad. Jadi, hadits ini
dinilai tidak kuat. Meskipun demikian, Syekh Shalih al-Fauzan mengomentari
bahwa matan atau isi hadits tersebut adalah benar bahwa dosa besar itu tidak
ada jika kemudian beristighfar dan dosa kecil itu sama saja dengan dosa besar
jika dilakukan terus menerus setiap hari. Jadi, meskipun hadits ini munqathi’,
kita bisa mengambil
pelajaran darinya bahwa kita harus meninggalkan dosa besar. Sekalipun terjerumus, segera beristighfar
dan bertobat. Selain itu, kita pun dilarang menyicil dosa kecil, karena jika
dosa kecil ini dikeureuyeuh, ujung-ujungnya tetap dosa akan menggunung.
Sama saja efeknya dengan melakukan sekali dosa besar.
Faedah lain dari mendawamkan istighfar ini adalah sebagai upaya mudah
untuk menjadi orang bertakwa. Dalam al-Quran Surat Ali ‘Imran ayat 133-135
diuraikan bahwa ciri-ciri orang bertakwa itu salah satunya adalah jika
melaksanakan fahisyah (perbuatan keji), segera ingat kepada Allah dan
memohon ampunannya dengan sungguh-sungguh. Jadi, istighfar adalah kultur
orang-orang bertakwa. Jika Anda setiap hari beristighfar atas dosa yang
disadari atau tidak, maka Anda telah mengaplikasikan sifat orang bertakwa.
Berarti, Anda adalah bagian
dari kelompok orang bertakwa, āmīn.
Point tentang istighfar ini mewakili dari ibadah dzikir seacara
keseluruhan. Dalam arti lain, amal-amal yang tidak memerlukan biaya berupa
kebendaan di antaranya adalah
berdzikir kepada Allah setiap hari. Maka, jadikan dzikir sebagai “gaya hidup”
yang didawamkan setiap hari.
2. Senyum dan Wajah
Sumringah
Amal kecil lainnya yang harus dicicill
setiap hari adalah senyum dan wajah sumringah. Anda mungkin sudah mengetahui
bahwa senyum dan wajah sumringah itu adalah sedekah. Ya, memang demikian sabda
Nabi. Beliau menegaskan bahwa kita tidak boleh meremehkan kebaikan, meskipun
hanya berpapas dengan teman sembari memasang wajah sumringah. Kemudian, dalam
hadits lain Nabi bersabda:
تَبَسُّمُكَ
فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyumanmu yang kamu lemparkan pada
wajah saudaramu adalah sedekah bagimu...” (H.R. Tirmidzi).
Apakah senyum perlu biaya? Apakah Anda hanya akan tersenyum jika sudah
menjadi orang yang kaya? Tidak toh? Senyum itu bisa dilakukan oleh siapapun, di manapun, kapanpun
dan dalam keadaan bagaimanapun. Asal, Anda jangan S3 alias senyam senyum sendiri,
apalagi di perempatan jalan. Takutnya, Anda dianggap “orgil” baru, he...
Justru, senyum itu olahraga ringan yang menyehatkan. Demikian kesimpulan
ahli medis tentang senyum. Selain
bisa mengurangi lemak pada wajah, tersenyum juga bisa mencegah munculnya
kerutan pada wajah. Dan lagi, senyuman juga dapat memperlancar aliran darah di
sekitar syaraf wajah. Orang yang selalu tersenyum akan terlihat memancarkan
aura positif. Menggerakan satu kali bibir untuk tersenyum, maka ribuan
urat saraf yang terdapat dalam seluruh tubuh mengalami pergerakan. Senyum
membuat otot di wajah lebih kencang. (mizan.com).
Hanya, senyum yang
menyehatkan jiwa dan raga itu adalah senyum yang keluar dari hati yang ikhlas.
Senyum yang dilemparkan tanpa ada motif lain selain untuk membahagiakan sesama.
Ini adalah ibadah mudah dan berdaya besar.
Jika Anda tersenyum dengan terpakasa, maka aura positif itu tidak akan menjalar
di tubuh Anda. Kenapa? Karena, apa saja yang tampil kamuflase, tidak pernah
berefek positif terhadap diri. Termasuk senyuman yang kamuflase, efeknya malah
menjadi buruk bagi diri sendiri. Ikhlaslah ketika Anda tersenyum, dan tahanlah
senyuman itu sedikitnya tiga detik saja untuk saudara Anda. Niscaya, ada aura
kebaikan yang memancar dari wajah Anda.
3. Etika Bersandal
Selanjutnya, amal kecil yang dayanya
besar adalah memakai sandal sesuai dengan etika yang Nabi ajarkan. Yaitu, jika hendak
memakainya mendahulukan kaki yang kanan, dan jika melepasnya mendahulukan kaki
yang kiri. Ini sesuai dengan intruksi Nabi:
إِذَا
انْتَعَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِالْيَمِينِ وَإِذَا نَزَعَ فَلْيَبْدَأْ بِالشِّمَالِ
لِيَكُنْ الْيُمْنَى أَوَّلَهُمَا تُنْعَلُ وَآخِرَهُمَا تُنْزَعُ
“Jika kamu akan memakai sandal,
dahulukanlah kaki yang kanan. Dan, jika hendak melepasnya, dahulukanlah kaki yang kiri. Hendaklah yang kanan
didahulukan dalam memakai sandal, dan yang kiri diakhirkan.” (H.R. Bukhari).
Dengan demikian, memakai sandal sesuai dengan apa yang Nabi sampaikan
dalam hadits barusan, dapat menambah pundi-pundi pahala. Karena, apapun yang Nabi perintahkan, lalu
kita mengamalkannya dengan ikhlas, maka hal itu menjadi berpahala buat
pengamalnya. Nah, jika setiap hari hal
ini didawamkan, saya yakin akan banyak pahala yang didapat kelak. Insya
Allah.
Selain memakai sandal, memakai apapun yang
dipakai hendaknya mendahulukan yang kanan. Misalnya memakai baju, celana,
menyisir rambut, memakai perhiasan, memakai jam tangan, dan lain-lain yang
sifatnya mubah. Hal ini dianjurkan agar selain sebagai fitrah juga sebagai
ibadah karena kaifiyatnya sesuai dengan apa yang diperintahkan Nabi. Di
dalamnya ada unsur ketaatan kepada Nabi. Dan, unsur taat inilah yang menjadi
syarat utama masuk surga.
Nabi menegaskan:
مَنْ
أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
“... siapa yang taat kepadaku, ia masuk
surga dan siapa yang bermaksiat dialah yang menolak masuk surga.” (H.R.
Bukhari).
Komentar
Posting Komentar
Sharing Yuk...!