Menghitung Zakat Tijarah Untuk Bisnis Produksi dan Distribusi - Diari #17


Zakat adalah salah satu rukun pembangun bangunan Islam. Buniyal islamu ‘ala khamsin, Islam itu dibangun di atas lima hal. Satu diantaranya adalah zakat. Dengan berzakat, maka kita berkontribusi membangun agama Allah. So, bagi siapa saja yang terkena kewajiban zakat, segera tunaikan, jangan ditunda.

Arti Zakat
Secara bahasa zakat berarti bersih, suci. Sesuai fungsinya, zakat itu membersihkan dan mensucikan jiwa dan harta kita. Secara syaruat, menurut para ulama zakat adalah:

إِعْطَاءُ جُزْءٍ مَخْصُوْصٍ مِنْ مَالٍ مَخْصُوْصٍ بِوَضْعٍ مَخْصُوْصٍ لِمُسْتَحِقِّهِ
“Memberikan bagian yang khusus dari harta yang khusus dengan aturan yang khusus untuk diberikan kepada yang berhaknya.”



Prinsip Zakat
Ada empat prinsip zakat. Pertama, zakat hukumnya wajib. Tidak berzakat sama dengan melanggar kewajiban dan dihukumi dosa.

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (QS. Al-Baqarah [2]: 43).

Kedua, Allah mengancam orang-orang musyrik yang salah satu kriterianya adalah orang (Islam) yang enggan membayar zakat.

... وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ، الَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ ...
“… Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya, (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat…” (QS. Fushilat [41]: 6-7).

Ketiga, zakat adalah kotoran manusia. Masa iya ada orang yang mau menahan kotoran di perutnya padahal sudah ada kode harus segera keluar. Masa pula ada orang yang setelah kotorannya kelaur kemudian dimakannya. Nah, itu ibarat zakat: kotoran. Harus segera dikeluarkan jangan ditahan-tahan. Bahaya untk ksehatan hati dan jiwa.

إنَّ هذهِ الصدَقاتِ إنَّما هِيَ أوْساخُ الناسِ
“Sesungguhnya zakat-zakat ini adalah kotoran manusia.” (HR. Nasai).

Keempat, zakat itu hak mustahik (8 asnaf). Ini artinya, jika si wajib zakat tidak mengeluarkan zakatnya, ia sama saja dengan merampas hak mustahik. Hati-hati.

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil-amil (pengurus-pengurus) zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah [9]: 60).

Dua Macam Zakat
Secara umum, zakat ada dua macam, yaitu zakat fithri (fithrah) dan zakat mal. Zakat fithri adalah zakat yang terkait dengan jiwa seseorang. Besarnya 1 sha (rata-rata 2,5 kg) beras, atau dengan qimah (uang) yang senilai dengan 1 sha. Dalam hal ini terdapat ikhtilaf para ulama.

Sedangkan zakat mal adalah zakat yang terkait dengan harta kita. Namun, tidak semua harta wajib dizakati. Ada delapan macam harta yang harus dizakati, yaitu zakat emas dan perak perhiasan, zakat dan emas simpanan, zakat uang simpanan, zakat zira’ah (pertanian), zakat tijarah (perdagangan), zakat peternakan (unta, sapi, kambing), zakat rikaz (harta karun), dan zakat ma’adin (barang tambang).

Yang akan kita bahas ringkas disini adalah zakat tijarah.

Zakat Tijarah
1. Arti dan Prinsip Tijarah
Kita harus tahu dulu prinsip dari tijarah (perdagangan). Salah satunya adalah untuk tujuan mengambil keuntungan. Ini bisa kita lihat dari definisi tijarah berikut:

التجارة هي مَا يُعِدُّ لِلْبَيْعِ وَالشَّرَاءِ بِقَصْدِ الرِّبْحِ
“Tijarah adalah sesuatu yang disiapkan untuk dijualbelikan dengan maksud mengambil keuntungan.” (Fiqih Zakat, Yusuf al-Qardhawi).

Sebagai agama yang mengapresiasi dan mendukung hajat hidup manusia, Islam tidak akan merampas prinsip tersebut jika nanti ada fakta bahwa sebagian muzakki tidak mampu berzakat sesuai ketentuan karena profit yang mereka hasilkan kecil sedangkan prosentase zakat di atas prosentase profit. Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan (QS. al-Baqarah [2]: 185).

2. Nisab dan Haul
Ada dua pendapat terkait apakah zakat tijarah ada nisab dan haulnya. Pembahasannya cukup panjang, namun yang lebih kuat adalah pendapat yang menyatakan tidak ada nisab dan haul zakat tijarah. Alasannya, tidak ada nash yang secara tekstual menjelaskannya. Ini menunjukkan tidak ada ketentuan nisab dan haul dalam zakat tijarah.

3. Prosentase Zakat Tijarah
Besaran zakat tijarah adalah 2,5% yang diambil dari modal pokok. Terkait prosentase zakat tijarah ini sebenarnya ini bukan kebijakan dari Rasulullah. Karena, di dalam hadits-hadits tentang zakat tijarah, tidak ditemukan riwayat Rasulullah menetapkan besaran zakatnya. Besaran 2,5% zakat tijarah ini adalah hasil kebijakan Umar saat menjadi Khalifah.

عن زِياد بن حُدَيْر قال اسْتَعْمَلَنِي عُمَرُ رضي الله عنه عَلَى الْعُشْرِ فَأَمَرَنِي أَنْ آخُذَ مِنْ تُجَّارِ الْمُسْلِمِيْنَ رُبْعَ العُشْرِ
“Dari Ziyad bin Hudair ia berkata, ‘Umar radhiyallahi ‘anhu mengangkatku sebagai amail (zakat). Beliau meemrintahkanku untuk mengambil zakat dari para pedagang kaum muslimin sebesar 2,5%.” (Kitabul Amwal).

Ketetapan Umar ini kemudian dijadikan hujjah oleh para ulama hingga kini. Penguatnya bahwa Umar adalah amil zakat yang diangkat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia punya pengalaman dalam penglolaan zakat hasil dari didikan Rasulullah. Dan, tentunya Umar saat itu mengelola zakat bukan hanya pertanian atau peternatakan, termasuk pula zakat perdagangan. Maka, ketika saat menjadi Khalifah Umar menetapkan 2,5% untuk zakat tijarah ini, diyakini adalah itu yang dipraktekka saat Umar menjadi amil zakat Rasulullah.

4. Dari Mana Mengambil Besaran Zakat?
Untuk mengetahui hal ini, mari kita perhatikan hadits berikut:

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ قَالَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُنَا أَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنَ الَّذِيْ نُعِدُّ لِلْبَيْعِ
“Dari Samurah bin Jundub, ia berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kami untuk mengeluarkan zakat dari apa yang kami siapkan untuk dijual.” (HR. Abu Daud dan ad-Daruquthni).

Jelas ya hal ini? Zakat tijarah diambil dari apa yang disiapkan untuk dijual alias modal.

5. Modal Yang Mana Yang Wajib Dizakati?
Dalam dunia usaha ada dua jenis modal. Pertama, modal operasional. Modal yang terkait dengan aset penghasil barang. Misalnya, gedung atau bangunan, transportasi, listrik, air, konsumsi, mesin atau alat produksi, dan hal lain yang tidak ada kaitan dengan barang.

Kedua, modal pokok. Modal ini adalah modal yang menempel pada produk, jika usahanya produksi. Maka, yang nempel pada produk seperti kain, kancing, benang, bordier, label, dll, dihitung seluruhnya kemudian dikalikan 2,5% (zakat). Jika bentuk bisnisnya distribusi seperti agen atau reseller, modal pokoknya adalah pembelian produk yang sudah siap dijual.

6. Zakat Dari Stok Barang Atau Yang Sudah Terjual?
Muncul pertanyaan, apakah zakat tijarah itu dari stok barang yang ada (belum terjual) atau dari barang yang sudah terjual. Jika merujuk pada keterangan hadits di atas, Rasulullah menyuruh Samurah untuk mengeluarkan zakat dari yang disiapkan untuk dijual, ini menunjukkan bahwa stok produksi dizakati terlebih dahulu.

Muncul lagi pertanyaan, kan stok produk itu belum temtu semuanya terjual? Ada yang masuk ke produk gagal, ada yang busuk (untuk makanan), ada yang tidak terjual. Jangankan margin per produk, modal pokok per produknya pun tidak bisa kembali. Ini bagaimana?

Menguatkan kembali di awal bahwa Islam tidak akan merampas prinsip berdagang: untuk mengambil keuntungan. Maka, muncul pendapat yang moderat bahwa zakati modal pokok dari produk yang sudah terjual.

Menurut saya pribadi, keduanya bisa diaplikasikan. Silahkan mau pilih pendapat zakat dari stok produk sebelum dijual atau zakat dari produk yang sudah terjual.

Nah, untuk mendukung hal ini, kita perlu database yang jujur dan lengkap. Minimal database produksi dan database penjualan karena akan terkait hitung-hitungan zakat. Perintah berzakat sama dengan perintah untuk merapikan administrasi usaha.

7. Bagaimana Jika Zakat Lebih Besar Dari Profit?
Sekali lagi bahwa Islam tidak akan merampas prinsip jual beli bahwa tujuan seseorang melakukan perdagangan itu adalah agar mendapat keuntungan. Jika dengan zakat keuntungan tidak ada bahkan yang ada adalah harus nombok dari modal pokok, maka ini tentunya keluar dari prinsip tersebut.

Apa yang dilakukan oleh Umar bin Khathab setelah menetapkan zakat tijarah itu 2,5%, kemudian beberapa pedagang merasa keberatan dengan ketetapan tersebut? Karena ternyata fakta di lapangan ada dua jenis pedagang: produksi dan reseller. Biasanya yang berat itu ada di reseller apalagi yang marginnya kecil, missal profit 1,5% dari modal pokok, sedangkan zakat 2,5%. Jika ini terus dipaksakan dan kondisinya tetap, maka tujuan berdagang tidak ketemu-ketemu.

Ada sebuah riwayat terkait kebijakan Umar ini:

إِنَّ عُمَّالَ عُمَرَ قَالُوْا: يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ إِنَّ التُّجَّارَ شَكَوْا شِدَّةَ التَّقْوِيْمِ فَقَالَ هَاهْ هَاهْ خَفِّفُوْا
“Sesungguhnya para amil Umar berkata, ‘Wahai Amirul Mu`minin sesungguhnya para pedagang mengeluh keberatan penetapan zakat.’ Umar menjawab, ‘Haha… Ringakanlah!’”

Umar yang menetapkan 2,5%, Umar pula lah yang memberikan keringan kepada pedagang yang keberatan. Syaratnya, keberatan berzakat ini benar-benar jujur dan benar (sesuai definsi zakat yang diambil dari kata shaduqa: jujur dan benar).

Untuk penguat, mari kita perhatikan hadits berikut:

فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْئٍ فَآتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْئٍ فَدَعَوْهُ

“Jika aku perintahkan kalian untuk melakukan sesuatu, maka kerjakanlah sesuai kemampuan kalian. Jika aku melarang kalian untuk meninggalkan sesuatu, maka tinggalkanlah.” (HR. Muslim).

8. Simulasi Zakat Tijarah
Ada dua gen bisnis: manufaktur/produksi dan distribusi/marketing. Prinsip zakatnya sama, dari modal pokok. Hanya, ada perbedaan detil hitungan. di bidang manufaktur, kita harus menyusun modal pokok secara rinci. Jika usahanya produksi baju, maka modal-modal pokok yang digunakan untuk memproduksi satu buah baju apa saja? Nar, itu dirinci. Misal, kain, kancing, benang, bordier, ongkos produksi. Hitung semuanya. Kemudian, hitung zakatnya (2,5% x HPP).

Contoh:
Bidang manufaktur: untuk menghasikan satu baju koko, modalnya adalah sebagai berikut:

Jenis
Volume
Satuan
Jumlah
Kain
1,25 m
Rp 30.000
Rp 45.000
Lapisan
0,25 m
Rp 20.000
Rp 5.000
Kancing
5 buah
Rp 417
Rp 2.083
Benang
½ rol kecil
Rp 1.000
Rp 500
Bordier
1 set
Rp 25.000
Rp 25.000
Ongkos Produksi
1 pcs
Rp 25.000
Rp 25.000
HPP
Rp 102.583
Zakat (2,5% x HPP)
Rp 2.564,58

Bidang Distribusi: belanja produk baju koko sebagai berikut:

Jenis
Volume
Satuan
Jumlah
Koko kurta
2 kodi
Rp 150.000
Rp 6.000.000
HPP per pcs
Rp 150.000
Zakat (2,5% x HPP per pcs)
Rp 3.750
Zakat per belanja
Rp 150.000

Allahul musta’an, wallahu a’lam

Ahad, 17 Ramadhan 1441 H/10 Mei 2020 M

Video Kajiannya bisa dilihat di sini: AbienaYuri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Empat Tanda Memeroleh Kebaikan Dunia dan Akhirat

Melakukan Hal Tak Penting, Malah Kehilangan Hal yang Penting

Selama Ajal Masih Tersis, Rezeki Akan Datang - Jaminan 8 Pintu Rezeki

Filosofi Masalah dalam Kehidupan