4 Kontribusi Jihad di Jalan Allah
Jihad. Terdengar
menyeramkan bagi orang yang tidak paham. Kesannya, keras, perang, pertumpahan
darah, dll.. Padahal, jika mau menyelami maknanya saja secara bahasa, kita akan
menemukan titik pemahaman bahwa jihad itu maknanya luas.
Secara bahasa
jihad berasal dari kata “al-jahdu” (huruf jim berharakat fathah) berarti kelelahan
atau kesusahan dan dari kata “al-juhdu” (huruf jim berharakat dhamah) yang
berarti kemampuan. Jihad diartikan pula dengan
bersungguh-sungguh. Maka, orang sedang berjihad ketika ia melakukan sesuatu
secara sungguh-sungguh. Bahkan, seorang ahli maksiat pun dikatakan “jihad”
ketika ia melakukan kemaksiatannya dengan penuh kelelahan dan sungguh-sungguh. Itu
makna secara bahasa.
Ibnu Taimiyah
(wafat tahun 728 H) menjelaskan, “Jihad artinya mengerahkan seluruh kemampuan
yaitu kemampuan untuk mendapatkan yang dicintai Allah dan menolak yang dibenci
Allah.” (Majmu’ul Fatawa).
Dalam kitab
yang lainnya, beliau rahimahullah juga menjelaskan, “Jihad hakikatnya
adalah bersungguh-sungguh mencapai sesuatu yang Allah cintai berupa iman dan
amal saleh dan menolak sesuatu yang dibenci Allah berupa kekufuran, kefasikan
dan kemaksiatan.” (al-Quthuful Jiyad).
Semoga tidak
keliru, pada tulisan ringan ini jihad kami asumsikan dengan kontribusi. Wallahu
a’lam. Mari kita tafakuri jihad ap yang sudah kita lakukan? Kontribusi apakah
yang sudah kita persembahkan dalam perjuangan?
Dalam kesempatan
ini akan kita bahas 4 macam kontribusi yang bisa kita pilih sebagai bukti bahwa
kita ikut andil dalam perjuangan menegakkan syari’at agama.
#1 Al-Atha’un
Nafs (Kontribusi Jiwa-Raga)
Kenapa kontribusi
ini diletakkan pada posisi pertama? Sejatinya, setiap orang (yang masih hidup)
memiliki jiwa dan raga. Inilah modal yang dimiliki oleh setiap kaum muslimin. Oleh
karena itu, ketika memang kita ingin adil dalam perjuangan, mari pro aktif,
mari terjun langsung dalam perjuangan. Mengamati boleh, karena tidak dipungkiri
kita butuh kehadiran seorang pengamat dengan berbagai analisa tajamnya, tetapi
untuk merasakan betapa dahsyatnya perjuangan, yuk turun langsung, tidak duduk
manis, apalagi duduknya di kursi malas. Hehe... J
Mari
menelaah ayat berikut:
إِنَّ اللهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ
وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ ۚ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ
فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ
“Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka
membunuh atau terbunuh...” (QS. At-Taubah [9]: 111).
Diksi yang
Allah gunakan dalam ayat tersebut menggunakan kata yang bersifat transaksional,
yakni kata membeli. Allah yang membeli, orang beriman yang menjual, jiwa-harta
sebagai komoditi, dan surga sebagai alat tukar. Maka, ketika kita ingin
mendapatkan keuntungan berupa surga, yang harus dilakukan adalah menjual diri
dan harta kepada Allah. Jika “produk” yang kita jual ini berkualitas, maka
harganya pun akan tinggi: surga.
Ada rahasia,
kenapa kata anfus (jiwa) dalam ayat tersebut didahulukan sebelum amwal
(harta)?
Dalam perspektif
tadabur, ini menunjukan tentang loyalitas, komitmen, dan kesungguhan. Padahal,
di semua ayat tentang jihad, kata amwal didahulukan. Misalnya bisa kita
temukan dalam Quran Surat ash-Shaff ayat 11. Makna sederhana yang dapat kita
pahami adalah dalam transaksi perjuangan, yang pertama kali akan Allah “beli” itu adalah kontribus jiwa-raga, baru kemudian
harta.
#2
Al-Atha’ul Fikry (Kontribusi Pemikiran)
Bagi kaum
muslimin yang memiliki kemampuan dalam intelektual, ada kavling jihad yang bisa
diambil, yakni berjihad dengan pemikiran. Pemikiran dalam arti ide dan gagasan
jihad, bisa juga dalam bentuk penyelamatan aqidah dan pemahaman umat dengan
meng-counter pemikiran yang berlawan arus dengan syariat (syirik, bid’ah,
liberalisme, sekulerisme, singkretisme, dll.).
Namun,
yang perlu diperhatikan makna dalam kontribusi ini bukan “lempar batu semubunyi
tangan”. Anda hanya memberikan ide atau gagasan saja kemudian selesai tugas
Anda, tidak! Akan tetapi tetap tuntutannya adalah Anda hadir dan memberikan
gambaran kongkrit. Karena, bisa jadi idealisme yang disampaikan dan umat
kemudian merespon positif, dalam tataran praktik atau aktualisasinya mungkin
berbeda dengan yang Anda maksud yang pada akhirnya missed-idealism.
Untuk orang
yang punya kapasitas dalam bidang keilmuan (pemikiran) ini, pantas saja Allah
berikan posisi yang tinggi dibanding yang lainnya. Allah SWT berfirman:
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ
أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11).
#3
Al-Atha’ul Mal (Kontribusi Harta)
Hampir seluruh
seruan jihad, meda yang pertama Allah sebut dalam al-Quran adalah bi amwalikum,
dengan harta. Salah satunya ayat berikut:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ
عَذَابٍ أَلِيمٍ، تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
تَعْلَمُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang
dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Ash-Shaff [61]: 10-11).
Di balik
seruan jihad ini ada makna tersurat dan tersirat yang dapat kita ambil. Makna tersuratnya
adalah bagi yang saat ini memiliki harta yang cukup untuk modal jihad,
berjihadlah dengan harta. Investasikanlah harta Anda untuk akhirat. Nabung yang
kekal yang tidak akan tergerus oleh inflasi kecuali inflasi niat: jika niatnya
bukan karena Allah, hancurlah investasi harta tersebut.
Makna tersiratnya
adalah kita harus berupaya untuk berusaha memiliki harta. Cari harta
sebanyak-banyak untuk modal jihad. Tidak boleh merasa cukup. Karena, dalam
urusan akhirat tidak ada qana’ah. Qana’ah itu urusannya duniawi. Sekali lagi, perlu
dipahami bahwa “mengumpulkan” harta itu untuk modal jihad. Bukan untuk
at-takatsur.
Perjuangan
ini perlu modal besar. Jangan dikira cukup dengan jiwa raga saja. Maka, Islam
perlu hadirnya seorang “pemodal besar” dalam memperjuangankan tegaknya kalimah
Allah yang Tinggi. Banyak program-program jihad yang terbengkalai yang salah
satu faktornya adalah karena minimnya finansial. Hal ini bisa disebabkan oleh
dua hal, karena kurangnya kehadiran ahlud dutsur (orang kaya yang saleh
yang berjihad dengan hartanya), atau karena ahlul mal (pemilik harta)
tidak berminat investasi akhirat. Faktor pertama tidak menjadi kehinaan, faktor
kedualah yang akan merugikan.
Ada nasehat
yang saya dapat dari Ippho Santosa, kurang lebih begini: orang yang saleh
harus berani kaya dan orang yang kaya harus menjadi orang yang saleh.
Apa jadinya
jika orang yang saleh kaya harta? Dan, apa jadinya jika orang jahat yang kaya?
Dalam hadits
riwayat Ahmad, Amru bin Ash menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengutus seseorang kepadaku agar mengatakan, ‘Bawalah pakaian dan
senjatamu, kemudian temuilah aku.’
Maka aku
pun datang menemui beliau, sementara beliau sedang berwudhu. Beliau kemudian
memandangiku dengan serius dan mengangguk-anggukkan (kepalanya). Beliau lalu
bersabda, ‘Aku ingin mengutusmu berperang bersama sepasukan prajurit. Semoga
Allah menyelamatkanmu, memberikan ghanimah dan dan aku berharap engkau mendapat
harta yang baik.’
Aku berkata,
‘Wahai Rasulullah, saya tidaklah memeluk Islam karena ingin mendapatkan harta,
akan tetapi saya memeluk Islam karena kecintaanku terhadap Islam dan berharap
bisa bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.’
Maka
beliau bersabda, ‘Wahai Amru, sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki oleh
hamba yang Saleh.’”
#4
Al-Atha’ul Fanny (Kontribusi Ekspertasi)
Kontribusi
keempat dan terakhir dalam tulisan ringan ini adalah kontribusi berupa ekspertasi
atau keahlian. Apapun keahlian Anda saat ini, berkontribusilah untuk umat. Ahli
agama, guru, dokter, ahli bela diri, pebisnis, politisi, arsitek, dll., mari
menyatu dalam jihad demi tegaknya kalimah Allah, mari persembahkan “something good”
untuk umat agar kelak di yaumul akhir ada alasan yang bisa kita sampaikan di
hadapan Allah saat proses hisab amal.
قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَىٰ شَاكِلَتِهِ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ
أَهْدَىٰ سَبِيلًا
“Katakanlah,
‘Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih
mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.’” (QS. Al-Isra [17]: 84).
Ini hanya
sharing. Jika ada kekeliruan, mohon maklum dan masukannya.
Wallahu
a’lam
Komentar
Posting Komentar
Sharing Yuk...!