Bagaimana Meraih Khusyu' dalam Shalat?
Allah SWT
berfirman:
قَدْ
أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2)
“Sungguh
beruntunglah orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang khusyu di dalam
shalatnya.” (Q.S.
al-Mu`minun [23]: 1-2).
Betapa
bahagianya jika kita bisa melakukannya: khusyu’ di dalam setiap shalat. Karena,
sebagaimana kita ketahui bahwa khusyu’ di dalam shalat itu membuat pelakunya
beruntung dan bahagia. Dada terasa plong, pikiran segar, badan pun rasanya
sangat nyaman.
Namun,
pada kenyataannya pikiran dan hati kita kerap dipalingkan dari khusyu’ oleh
setan dan segala urusan dunia. Setiap kali shalat, badan di tempat shalat namun
pikiran berkeliling pasar, menghitung laba, merencanakan apa yang akan
dilakukan, membayangkan mau masak apa ya buat makan malam nanti, dan sebareg
pikiran-pikiran lain.
Oleh
karena itu, demi memeroleh anugerah khusyu ini, kita mesti mengupayakan segala
cara. Karena, Allah akan menilai shalat kita tergantung seberapa besar khusyu’
kita di dalam shalat. Ada yang mendapat ganjaran sepersepuluh (0,10%),
sepersembilan (0,11%), seperdelapan (0,125%), sepertujuh (0,14%), seperenam
(0,16), seperlima (0,20%), seperempat (0,25%), sepertiga (0,0,33%), dan
setengahnya (0,50%).
Hal
ini ditegaskan oleh Rasulullah saw.:
إِنَّ الْعَبْدَ
لَيُصَلِّي الصَّلَاةَ مَا يُكْتَبُ لَهُ مِنْهَا إِلَّا عُشْرُهَا تُسْعُهَا
ثُمُنُهَا سُبُعُهَا سُدُسُهَا خُمُسُهَا رُبُعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا
“Sesungguhnya seorang hamba menunaikan shalatnya, namun tidaklah
dicatat dari shalatnya tersebut kecuali hanya sepersepuluhnya,
sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seper-enamnya, seperlimanya,
seperempatnya, sepertiganya, dan setengahnya.” (H.R. Ahmad).
Tiada
lain upaya agar bisa khusyu ini adalah demi mendapatkan keuntungan sebagaimana
firman Allah yang dinukil di awal tulisan ini.
Apa
itu Khusyu’?
Baik,
sebelum dikupas upaya-upaya agar bisa khusyu, terlebih dulu kita kenali apa itu
khusyu’. Secara bahasa, khusyu’ memiliki beberapa makna, yaitu:
1.
Gahdh-dhul Bashari (menundukkan pandangan)
2.
Al-Khudhu’u (menunduk)
3.
As-Sukun (diam)
4.
At-Tadzallul (merasa hina)
5.
As-Suhulah (ringan)
6.
Al-Layyin (lembut)
7.
Adh-Dhara’ah (rendah hati)
Ditinjau
dari istilah, para ulama banyak mengemukakan pendapat. Di antaranya yang
disampaikan oleh Imam Muhammad Shalih al-Munjid berikut:
اَلْخُشُوْعُ هُوَ السُّكُوْنُ وَالطُّمَأْنِيْنَةُ وَالتَّؤَدَّةُ
وَالْوَقَارُ وَالتَّوَاضُعُ وَالْحَامِلُ عَلَيْهِ الْخَوْفُ مِنَ اللهِ وَمُرَاقَبَتُهُ
“Khusyu'
adalah diam, tenang disertai dengan mengagungkan, merendahkan hati dan
berimplikasi pada rasa takut kepada Allah dan ber-muraqabah (perasaan hati yang
selalu diawasi).”
Dengan
demikian, khusyu’ di dalam shalat berarti diam dan tenang mendirikan shalat
disertai dengan sikap mengagungkan Allah, merendahkan diri di hadapan-Nya.
dengan sikap ini kemudian muncul perasaan takut kepada Allah dan berupaya untuk
senantiasa merasa dekat dengan-Nya.
Namun,
para ulama menyeakati bahwa khusyu itu tempatnya di dalam hati bukan di badan.
Badan hanyalah wujud dari kekhusyuan. Karena, tidak selamanya badan terlihat
khusyus kemudian hati ikut khusyus. Hal ini diistilahkan oleh Khudzaifah dengan
khusyu’in-Nifaq (khusyusnya yang munafik). Beliau berpesan:
إِيَّاكُمْ وَخُشُوْعَ النِّفَاقِ، فَقِيْلَ
لَهُ وَمَا خُشُوْعُ النِّفَاقِ قَالَ أَنْ تَرَى الْجَسَدَ خَاشِعاً وَاْلَقَلْبُ
لَيْسَ بِخَاشِعٍ
“Hati-hatilah dengan khusyus yang palsu.”
Ditanyakan, “Apakah khusyus yang palsu itu?” khudzaifah menjawab, “Engkau
melihat badan khusyu, tetapi hatinya sebenarnya tidak khusyu.”
Meski
begitu, tetap saja hati yang khusyu selaras dengan badan. Tidak mungkin orang
yang shalatnya seperti ayam mematuk makanan lalu dikatakan hatinya khusyu. Wong,
bacaan dan gerakannya tidak benar. Salah satu syarat benarnya shalat kan tuma`ninah
(tenang: dalam bacaan dan gerakan).
Bagaimana Meraih Khusyu’?
Khusyu
merupakan satu kata yang mudah untuk dikonsepkan dan perlu perjuangan yang
besar untuk meraihnya. Namun, tidak selayaknya kita berapologi dengan hal ini.
Mari berupaya agar shalat kita adalah shalat yang khusyu sehingga kita
mendapatkan fadilah sebagaimana diungkap di awal, yakni mendapat al-falah
(beruntung, berhasil, menang).
Baik,
mari kita telaah kiat-kiat dari para ulama agar kita bisa meraih khusyu dalam
shalat.
Tahap
Persiapan dan Kesiapan
Tidak
hanya bisnis, kerja, atau hal lain yang perlu persiapan. Untuk mendirikan
shalat pun sangat perlu persiapan dan kesiapan yang matang. Indikasinya, hati
senantiasa terpaut dengan shalat. Senantiasa merasa rindu akan datangnya waktu
shalat. Rindu karena shalat adalah bentuk penghambaan yang disebut Nabi sebagai
qurratu ‘ain (penyejuk mata dan hati). Dan, shalat dirindui karena ia
adalah ibadah sekaligus tempat relaksasi yang sangat baik.
Termasuk
pada tahap ini adalah menyempurnakan wudhu. Wudhu yang sempurna akan menghinadarkan
dari ancaman api neraka sebagaimana yang masyhur kita dengar, “Celakalah bagi
tumit dari neraka. Maka, sempurnakanlah wudhu.” (H.R. Muslim). Menyempurnakan
wudhu merupakan bagian dari antusias menyambut shalat dan antusias menyambut
shalat menandakan persiapan dan kesiapan yang matang.
Selain
itu, memakai pakaian khusus untuk shalat pun termasuk dalam tahap persiaan dan
kesiapan. Jika ke undangan memiliki baju khusus, bahkan parfum pun spesial;
maka untuk shalat harus lebih dari itu. Jika memang tidak memadai, misalnya
karena sedang ada agenda atau kegiatan, pilihan pakaian yang bersih, rapi, dan
tentunya menutup aurat adalah keyogyaan.
Tahap
Pelaksanaan
Setelah
persiapan dan kesiapan yang matang, selanjutnya adalah upaya saat pelaksanaan shalat.
Dalam tahap ini ada beberapa kiat yang disampaikan para ulama, yaitu:
1.
Yakin akan bertemu dengan Allah dan akan kembali kepada Allah
2.
Memahami makna bacaan dan ayat yang dibaca dalam shalat
3.
Membaca bacaan dan surat dengan perlahan, tidak buru-buru
4.
Tenang dalam gerakan (mengangkat tangan saat takbir, rukuk, sujud, dst.)
5.
Merasakan kehadiran Allah di hadapan kita (ihsan)
6.
Merendahkan diri dan merasa hina di hadapan Allah
Tahap
Lain: Doa
Selain
yang disebutkan di atas, ada hal lain yang tak kalah penting, yakni senantiasa
meminta kepada Allah agar dikaruniakan khusyu. Karena, hakekatnya khusyu adalah
anugerah dari Allah SWT.
Ada
doa yang direkomendasikan berdasarkan hadits Nabi saw.:
اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَمِنْ
نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا
“Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat,
hati yang tidak khusyu, nafsu yang tidak puas, dan dari doa yang tidak diijabah.”
(H.R. Muslim).
Selain
doa, penjagaan atas waktu shalat pun perlu diupayakan. Ini lebih menyamankan
hati. Dan, di dalam hadits pun dijelaskan bahwa shalat pada waktunya merupakan
salah satu amal yang paling utama.
Khatimah
Pada
akhirnya, hanya kepada Allah kita memohon, semoga kita bisa menjaga shalat
secara penuh: waktunya, kaifiyatnya, kekhusyuannya, dan atsar atau bekasnya di
luar shalat. Dengan begitu, insya Allah apa yang Allah informasikan di awal
akan kita raih.
Mari
berdoa kepada Allah dengan doa Nabi Ibrahim ‘alaihis-salam berikut:
رَبِّ
اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
“Ya
Rabb, jadikanlah aku pendiri shalat dan juga dari anak cucuku. Ya Rabb,
perkenankan doaku ini.” (Q.S.
Ibrahim [14]: 40).
Komentar
Posting Komentar
Sharing Yuk...!