Tolak Miss World untuk Kehormatan Perempuan Indonesia!

Wanita memang makhluk tuhan yang benar indah. Mata lelaki, beriman ataupun tidak, mudah terbelalak karena melihat kecantikan wanita. Bedanya, yang beriman lebih mampu untuk ghadhul bashar alias menundukkan pandangan; yang tidak beriman kemungkinan mengalami “korsleting”.

Kehormatan perempuan inilah yang harus dijaga oleh kita terutama oleh perempuan itu sendiri. Agama dan negara kita gencar melindungi perempuan. Agama dengan ayat dan hadits sedangkan negara dengan undang-undang perlindungan terhadap perempuan.

Nah, apa jadinya ketika ada sebuah upaya pendeskriditan, penghinaan, pelecehan atau eksploitasi terhadap perempuan? Saya yakin 100%, kita semua akan marah besar, menolak dan menentangnya, kecuali yang nuraninya tertutup awan kelam hawa nafsu.

Baru-baru ini tersiar berita di televisi dan media-media lainnya tentang penyelenggaraan Miss World di negara tercinta Indonesia ini. Hal ini mengundang beragam reaksi. Pro dan kontra seperti biasa menghiasi “pertikaian” tentang penyelenggaraan Miss World ini.

Satu pihak pro bahwa ini positif untuk pariwisata Indonesia. Kurang lebih 140 negara akan menyaksikan bumi Indonesia yang memiliki objek wisata cukup indah. Sehingga, harapan target 9 juta wisatawan mancanegara berkunjung ke Indoensia bisa tercapai. Selain itu, yang pro mengatasnamakan kebebasan berekspresi termasuk bagi wanita yang cantik dan cerdas.

Pihak lain beranggapan bahwa penyelenggaraan Miss World (selanjutnya saya sebut MW saja ya... biar irit, he...) di Indonesia ini merupakan sesuatu yang akan membahayakan esksitensi budaya dan kearifan Indoensia, meskipun menurut informasi panitia penyelenggara akan ada penanggalan bikini yang biasa dikenakan pada even MW di negara-negara sekuler. Katakanlah, ada upaya kontekstualisasi jika diselengarakan di Indonesia.



Bahaya seperti apa yang akan dialami jika Miss World ternyata jadi diselenggarakan di negara Indonesia ini? Baik, kita coba analysis.

Pertama, perempuan sangat dilindungi undang-undang. Buktinya, ketika terjadi penghinaan verbal atau kekerasan dalam rumah tangga, para aktvis HAM dan pergerakan perempuan berada di garda depan. Atas nama kehormatan perempuan mereka beeusaha untuk bisa menyelesaikan permasalahannya dan jika bisa si pelaku kejahatan terhadap perempuan ini diseret ke meja hijau kemudian disanksi sesuai undang-undang perlindungan terhadap perempuan.

Dengan diselenggarakannya MW, ini jelas telah menjadikan peremuan sebagai alat bisnis para kapitalis. Bahkan ketika pariwisata Indonesia menganggap ini sebagai momentum memromosikan wisata Indonesia, sama saja dengan menggunakan perempuan sebagai alat bisnis negara. Apakah ini bentuk perlindungan dan penjagaan terhadap perempuan? Menurut saya tidak! Ini jelas eksploitasi terhadap perempuan yang jelas-jelas ditentang undang-undang.

Kedua, kecantikan perempuan tidak bisa dinikmati oleh sembarangan orang. Hanya orang terntentu lah yakni suami yang bisa menikmati kecantikan perempuan. Lah ini, dalam MW ini, semua orang bisa menikmati kecantikan perempuan ditambah dengan pakaian yang seksi kemudian berlenggak-lenggok sehingga mata-mata jelatan tak berkedip menatapinya.

Perempuan disamakan dengan barang pajangan di sebuah pameran. Dan semua pengunjung bisa menikmati keindahannya. Ini sungguh di luar budaya negara. Di suku manapun tidak ada yang mengizinkan perempuan dilihat-lihat secara sengaja oleh beberapa orang. Anda sebagai orang tua, misanya, saya rasa tidak akan sudi anak gadis Anda “dipajang” di sebuah tempat dengan mengenakan pakaian minim (baca: seksi), kemudian masyarakat menonton anak gadis Anda. Tuh kan... secara naluri saja ini sudah tidak cocok. Kenapa harus dipaksakan...??? apa kata duniaaa...???

Ketiga, jika memang brain yang menjadi standar, kenapa harus berlenggak-lenggok? Kenapa harus yang cantik secara fisik? Kenapa harus berbusana minimalis? Pakai kebaya saja, pakai baju adat istiadat dan budaya bangsa saja. Bisa kan?

Tetapi, perempuan yang dinilai juri kurang cantik, ternyata tidak bisa ikut serta, kalah oleh ia yang lebih cantik. Iya kan? Maka, brain yang disyaratkan dalam MW ini hanyalah ornamen belaka. Dan kalau memang brain menjadi syarat, saya kira perempuan cerdas tidak mungkin mau tubuhnya dieksploitasi. Bener kaaan...?

Keempat, sebagai negara penganut Islam terbesar di dunia, Indonesia hendaknya menjaga nama baik. Jelas-jelas syariat mengajarkan bagaimana perempuan harus berbusana, bagaimana perempuan bersolek yang syari, dan bagaimana perempuan unjuk gigi.

Islam mengajarkan bahwa tubuh perempuan itu seluruhnya adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan. Artinya, tidak boleh ada anggota tubuh perempuan yang secara sengaja dipertontonkan di depan khalayak banyak. Mempertontonkan aurat berarti berbuat dosa dan maksiat. Jika MW ini diizinkan diselenggarakan di negara kita ini, maka dosa dan maksiat itu menjadi milik negara. Dan, yang berdosa paling besar adalah mereka yang berkutat dengan regulasi alias pemerintah.

Kenapa harus menutup aurat? Wah.... Mudah saja! Kita ilustrasikan dengan kue donat yuk. Tapi maaf, saya bukan menyamakan perempuan dengan kue donat ya. Sekali lagi, maaf ya, perempuan.

Misalnya Anda mau membeli kue donat yang dijajakan oleh emak-emak bersama gorengan, cemilan, dan makanan ringan lainnya. Bisakah Anda memilih-milih dengan memegang donat-donat emak penjual? Saya kira si emak tidak akan marah, dan akan mengizinkan. Bebas lah, yang penting donatnya dibeli. Jangan sampai, sudah pegang-pegang donat, eh... nggak jadi beli. Lagian, donatnya nggak pake baju sih, he... Kalau jadi beli, berapa harganya? Ya... sekitar Rp 1.000 untuk satu donat, bukan?

Di waktu lain, Anda ingin membeli donat yang dijajakan di etalase sebuah plaza, misalnya. Bisakah Anda memilih dengan memegang-megang donatnya? Saya yakin, tidak bisa. Anda hanya boleh melihat-lihat saja. Jika cocok, tunjuk donatnya dan si pelayan akan menhambilkannya untuk Anda. Tidak dengan tangannya, tetapi dengan alat yang disiapkan khusus. Jika jadi beli, berapa harganya? Hm... pasti lebih mahal!

Yang membuat mahal donat ini apanya? Selain komposisinya, tempatnya, juga si donat ditutup, ia memakai “baju”. Sehingga tidak sembarangan tangan memegangnya.

Nah, syariat menutup aurat terutama bagi perempuan ini tiada lain bahwa agama menempatkan perempuan di etalase mewah. Perempuan itu harganya mahal. Tidak semua mata bisa menikmati kecantikan tubuhnya. Jika ingin menikmati, hanya seorang lelaki yang dibolehkan dengan syarat menikahinya.

Jadi, MW tiada lain adalah pameran kecantikan dan aurat perempuan. Tidak layak ini diselenggarakan oleh sebuah negara yang notabene terbanyak warga Islamnya. Dosa!

Temen-temen yang dihormati Allah, mari hormati perempuan dengan menolak penyelnggaraan Miss World di Indonesia...!

Tolak Miss World untuk Kehormatan Perempuan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Empat Tanda Memeroleh Kebaikan Dunia dan Akhirat

Melakukan Hal Tak Penting, Malah Kehilangan Hal yang Penting

Selama Ajal Masih Tersis, Rezeki Akan Datang - Jaminan 8 Pintu Rezeki

Filosofi Masalah dalam Kehidupan