Tanda Kesuksesan Seseorang



مِنْ عَلاَمَاتِ النَّجَاحِ فِى النِّهَايَةِ الرُجُوْعُ إِلَى اللهِ فِى الْبِدَايَةِ
“Diantara ciri kesuksesan di akhir perjuangan adalah kembali kepada Allah di awal perjuangan”.
(Ibnu ‘Atha`illah)

Siapa yang tidak mau sukses? Semua pasti menginginkan dirinya menjadi sukses. Buktinya adalah adanya kerja dan usaha yang dilakukan manusia dengan berbagai variasi dan tingkatannya. Kata Bang Haji, “Seribu satu macam cara orang cari makan. Dari menjual Koran sampai menjual kehormatan. Seribu satu macam cara orang cari makan. Dari jadi pengamen sampai jadi presiden”. Nyanyian Bang Haji ini adalah indikasi bahwa kesuksesan menjadi niscaya di benak setiap manusia, saya, Anda dan dia.

Sukses yang diinginkan juga bervariasi. Namun, standar yang dibuat Bang Haji dalam lagunya itu adalah makan. Jadi, bisa makan setelah bekerja merupakan kesuksesan seorang manusia. Jika bisa lebih, misalnya selain bisa makan, bisa buat rumah, bisa memenuhi kebutuhan sekunder; itu libih baik dan lebih membahagiakan.

Temen-temen, adakah diantara Anda yang mengetahui indikasi akan menjadi orang sukses? Pengetahuan manusia ya pengetahuan yang terbatas. Tidak bisa menembus batas-batas metafisik (gaib). Karena kesuksesan di masa depan merupakan urusan gaib, maka tidak ada seorang pun manusia yang akan mengetahui apakah dirinya akan sukses di masa depan atau bahkan lebih sukses.

Namun, dalam meretas kesuksesan manusia perlu memiliki keyakinan bahwa ia akan sukses ketika niat sukses sudah terhujam kuat di hati, terlebih niatnya dibuktikan dengan kerja keras-ikhlas-cerdas-tuntas. Yakin bahwa diri akan sukses, merupakan modal kesuksesan di masa depan.

Nah, ada satu upaya yang insya Allah membuat kita yakin menjadi orang sukses. Jika upaya ini dilakukan, pertanda ia akan sukses. Upaya ini lumayan simpel tapi aplikasinya perlu perjuangan hebat. Apa upaya sebagai tanda sukses dimaksud? Oke, saya kutip pendapat Imam Ibnu ‘Atha`illah sebagai berikut:
مِنْ عَلاَمَاتِ النَّجَاحِ فِى النِّهَايَةِ الرُجُوْعُ إِلَى اللهِ فِى الْبِدَايَةِ
“Diantara ciri kesuksesan di akhir perjuangan adalah kembali kepada Allah di awal perjuangan”.

Menurut Imam Ibnu ‘Atha`illah sebagaimana disebut, tanda sukses itu adalah kembali kepada Allah begitu memulai perjuangan sukses. Pertanyaannya adalah, “Bagaimana manifestasi kembali kepada Allah itu?”. Mari kita tafsirkan…

Kembali kepada Allah
Maksud dari kembali kepada Allah yang lazim disebut tajdid, adalah memurnikan yang tersembunyi di hati (niat, motivasi), menyesuaikan amal dengan al-Quran dan al-Hadits, dan tawakal setelah menyempurnakan ikhtiar.

Pertama: Masalah Niat.
Perlu dijawab pertanyaan sederhana ini, “Apa niat kita menjadi orang sukses? Mau jika kelak setelah menjadi sukses?”. Bagi seorang muslim yang taat, keinginan sukses tiada lain adalah karena tuntutan dan tuntunan agama. Artinya, sukses adalah bagian dari ajaran yang dibawa Nabi saw.. Lihat saja siapa orang pertama yang menyokong dakwah Nabi di awal-awal. Semua pasti tahu, ia adalah Khadijah yang juga sebagai pendamping hidup Nabi. Yang menarik bukan sebagai istri Nabi saja Khadijah menyokong dakwah, melainkan sebagai orang yang meraih kesuksesan dunia, orang yang bisnisnya melesat, orang yang kaya raya.

Selain itu, siapa saja yang termasuk kategori as-sabiqunal awwalun atau orang yang masuk Islam di awal-awal dakwah? Kebanyakan adalah mereka yang memiliki bisnis dan sukses di bidangnya. Abu Bakar dan Ustaman merupakan dua saudagar kaya yang hartanya ia gunakan mendukung dakwah Nabi di awal-awal.

Dan, mungkin diantara Anda ada yang lebih tahu, sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Siapa saja mereka? Ternyata 9 dari 10 sahabat ahli surga itu adalah mereka yang kaya raya yang sukses di bidangnya masing-masing.

Jadi, niat ingin sukses itu lebih terorientasi kepada tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Inilah yang harus dimiliki para pebisnis, pengusaha, profesional dan wirausahawan muslim. Mencari kekayaan itu karena Allah, kemudian akan disalurkan di jalan Allah. Lillâh wa fillâh.

Kedua: Masalah Penyesuaian Amal
Ini dimaksudkan bahwa amal-amal yang kita kerjakan hendaknya sesuai dengan ajaran yang disampaikan Nabi. Seperti halnya barang elektronik yang kita beli dari sebuh took, tentunya ada buku petunjuk penggunaannya. Misalnya saja Anda membeli sebuah televisi. Jika tidak ada buku petunjuk penggunaan, pasti Anda akan bingung apalagi yang baru pertama memiiki tv. Kemudian Anda coba-coba menggunakannya, kemungkinan besar yang terjadi adalah tv Anda akan menyala. Tapi, tayangannya adalah kumpulan semut-semut berwarna keabuan. Iya kan? He… Jika ada buku petunjuknya, tinggal ikuti saja buku tersebut dan insya Allah tv Anda segera menyala.

Demikianlah amal. Jika sesuai juklak-juknis dalam al-Quran dan al-Hadits, insya Allah amal kita adalah amal “menyala” kelak di akhirat seperti menyalanya anggota wudhu sebagaimana dijelaskan dalam hadits. Nah, kaitan dengan sukses adalah orang yang amalnya sesuai juklak-juknis diindikasikan akan menjadi orang yang sukses. Insya Allah.

Selanjutnya, kembali kepada Allah bisa dimaksudkan dengan sebelum memulai upaya sukses, kita “laporan” ke Allah. Laporan yang paling efektif adalah di waktu malam dengan melaksanakan shalat tahajud. Karena, Sayyid Quthb dalam Fi Zhilalil Quran-nya menjelaskan bahwa:
إِنَّ الصَّلاَةَ صِلَةٌ وَلِقَاءٌ بَيْنَ الْعَبْدِ وَالرَّبِّ
“Sesungguhnya shalat itu komunikasi dan perjumpaan antara seorang hamba dengan Rabbnya”.

Kemudian dilanjutkan dengan tilawah sebelum Shubuh. Lalu shalat Shubuh berjamaah di masjid. Selepasnya, kita bercakap-cakap dengan Allah melalui tilawah Quran. Dan, pagi harinya kita shalat Dhuha empat rakaat. Tidak lupa juga sedekah dengan ikhlas, besar dan sering. Insya Allah, amal-amal ini akan menjadi indikasi kesuksesan seseorang karena amal-amal ini menjadi daya ungkit (istilah Mas Ippho) kesuksesan.

Ketiga: Masalah Tawakal
Tawakal secara lughawi (etimologi) berarti mewakilkan. Pemahamannya adalah mewakilkan suatu urusan kepada yang mewakili. Yang mewakili tentunya bukan orang sembarangan, melainkan orang yang dipandang cakap dan mampu dalam urusannya. Jika Anda mewakilkan urusan hokum kepada arsitek, ya tidak akan bisa. Kenapa? Kan bukan ahlinya? Jika Anda mewakilkan urusan bangunan kepada pengacara, juga tidak mungkin mampu. Karena, ia pun bukan ahlinya. Harusnya tuh ke arsitek bangunan. Pasti bisa! Iya kan?

Nah, sekarang masalah tawakal kepada Allah. Berarti, kita menyerahkan urusan kepada Allah. Urusan apa? Ya, urusan yang saat ini sedang diupayakan. Jika berbisnis dan ingin sukses, maka tawakal kepada Allah ya menyerahkan dan mempercayakan urusan bisnis dan ingin suksesnya kita kepada Allah.

Kenapa kepada Allah? Karena hanya Allah lah yang mengusai alam raya beserta sistem yang berlaku di dalamnya. Allah lah yang Maha Kuasa, berkehendak, dan Maha Menentukan takdir seseorang. Allah yang Maha Kuat, Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui apa yang ada di dalam hati hamba-Nya.

Khatimah
Sebagai khatimah (penutup), kita kuatkan kembali point-nya, yakni ciri sukses itu adalah kembali kepada Allah sebelum dan pada langkah pertama. Kembali kepada Allah itu ada tiga unsur: niat yang ikhlas, amal yang benar, dan tawakal kepada Allah sepenuhnya setelah menyempurnakan ikhtiar.

Semoga kitamenjadi orang yang sukses di dunia dan di akhirat. So, kembalilah pada Allah di awal perjuangan pun di akhir perjuangan nanti…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Empat Tanda Memeroleh Kebaikan Dunia dan Akhirat

Melakukan Hal Tak Penting, Malah Kehilangan Hal yang Penting

Selama Ajal Masih Tersis, Rezeki Akan Datang - Jaminan 8 Pintu Rezeki

Filosofi Masalah dalam Kehidupan